Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250605_124441_839.jpg
Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak DP3AP2KB NTB Sri Wahyuni. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Intinya sih...

  • Penyebab kasus perkawinan anak tinggi di Bima, yaitu karena anak-anak ditinggalkan oleh orangtua untuk pergi berladang dalam waktu lama.

  • Sebaran daerah dengan banyak kasus perkawinan anak di NTB, seperti Bima dengan 81 kasus, Sumbawa 23 kasus, dan Dompu 19 kasus.

  • Diperlukan gerakan bersama untuk mencegah perkawinan anak, karena regulasi sudah ada tetapi butuh implementasi yang baik di lapangan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mataram, IDN Times - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB menyebutkan angka perkawinan anak dalam lima bulan terakhir atau Januari sampai Mei 2025 mencapai 143 kasus. Kasus pernikahan anak tertinggi berada di Bima.

"Angka perkawinan anak berdasarkan data pengadilan agama per Mei 2025 sebanyak 143 kasus di NTB. Tertinggi di Bima sebanyak 81 kasus. Kasus perkawinan anak di Bima juga rawan, bukan saja di Lombok," kata Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak DP3AP2KB NTB Sri Wahyuni di Mataram, Kamis (5/6/2025).

1. Penyebab kasus perkawinan anak tinggi di Bima

stop pernikahan dini

Sri menjelaskan penyebab kasus perkawinan anak cukup tinggi di Bima. Karena anak-anak ditinggalkan oleh orangtuanya untuk pergi berladang dalam waktu cukup lama. Sehingga, anak-anak kurang mendapatkan perhatian dan pengawasan dari orangtuanya.

"Sehingga parenting juga sangat penting di sana. Pengawasan terhadap anak-anak. Jangan karena orang tua pergi berladang, kurang perhatian kepada anak-anak," jelasnya.

2. Sebaran daerah yang banyak kasus perkawinan anak di NTB

Ilustrasi pernikahan dini. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sri merincikan sebaran daerah yang paling banyak terjadi kasus perkawinan anak periode Januari sampai Mei 2025 di provinsi NTB. Angka kasus perkawinan anak tertinggi di Bima sebanyak 81 kasus, kemudian disusul Kabupaten Sumbawa 23 kasus.

Selanjutnya, Kabupaten Dompu sebanyak 19 kasus. Kemudian Lombok Barat 9 kasus, Lombok Tengah 7 kasus, Lombok Timur 2 kasus dan Sumbawa Barat 2 kasus.

Sedangkan pada 2024, angka perkawinan anak di NTB mencapai 581 kasus. Dengan rincian Bima 299 kasus, Dompu 130 kasus, Sumbawa 72 kasus, Lombok Barat 49 kasus, Lombok Timur 15 kasus, Lombok Tengah 14 kasus, Kota Mataram dan Sumbawa Barat masing-masing satu kasus.

3. Perlu gerakan bersama cegah perkawinan anak

Deklarasi Komitmen Bersama Pencegahan Pernikahan Dini melalui pendekatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE). (Dok. Istimewa)

Sri menjelaskan bahwa dari sisi regulasi sebenarnya sudah NTB sudah punya aturan mulai dari Perda sampai Perdes terkait pencegahan perkawinan anak. Namun, butuh gerakan bersama agar regulasi tersebut dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan.

"Sekarang bagaimana gerakan bersama-sama dengan masyarakat untuk mencegah dan menangani perkawinan anak. Karena memberikan pemahaman kepada masyarakat juga tidak mudah dan harus kita mulai bertahap," ujarnya.

Menurut Sri, masih tingginya angka perkawinan anak memicu peningkatan angka stunting. Selain itu, perkawinan anak juga dapat memicu angka kematian ibu dan bayi. Apalagi, kata dia, rata-rata anak yang menikah di usia dini ini masih usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Editorial Team