Ilustrasi pembegalan motor (IDN Times/Dokumen)
Penasihat Hukum Anak, Yan Mangandar yang dikonfirmasi IDN Times, Kamis (7/7/2022) mengatakan sebelumnya pada Rabu (22/6/2022) sekitar pukul 14.00 Wita berlangsung persidangan H dengan agenda pemeriksaan saksi. Penuntut Umum menghadirkan 3 orang saksi yaitu Murtede alias Amaq Sinta selaku korban, ABD merupakan warga yang di sekitar tempat kejadian dan WH yang merupakan terdakwa lain kasus pembegalan dengan berkas terpisah.
Dalam persidangan, Amaq Sinta menerangkan kronologis kejadian. Mulai dari sejak dihadang saat dirinya dalam perjalanan mengantarkan makanan untuk ibunya di rumah sakit, terjadi penyerangan terhadap dirinya. Pembelaan diri menggunakan pisau kecil miliknya hingga 2 pelaku begal lainnya yaitu terdakwa WH dan seorang anak H pergi meninggalkan tempat kejadian.
Amaq Sinta menerangkan pada pokoknya peran H hanya pasif, dia hanya menunggu di sepeda motor, tidak membawa senjata, tidak melakukan upaya penyerangan dan tidak mengeluarkan kalimat apapun. Amaq Sinta juga tidak memiliki perasaan dendam ke anak dan mengiginkan ia cepat kembali sekolah setelah menjalani hukuman. Seusai Amaq Sinta memberikan keterangan, H menghampiri Amaq Sinta meminta maaf secara langsung di hadapan hakim. Amaq Sinta pun memaafkannya.
Sedangkan saksi WH menerangkan bahwa H tidak ikut dalam merencanakan aksi pembegalan. H juga tidak mengetahui jika saksi WH yang diboncengnya membawa samurai karena ditutupi menggunakan sarung kain.
Sementara saksi ABD tidak banyak yang diterangkan karena peristiwa yang diketahuinya hanya sekitar jam 1 malam keluar ada keramaian dekat rumahnya. Ia melihat 2 mayat bersimbah darah tergeletak di jalan. Terhadap keterangan 3 orang saksi tersebut H membenarkannya.
Yan berharap hakim mempertimbangkan fakta persidangan ini bahwa korban telah berdamai dengan terdakwa anak H dan meminta anak dapat kembali cepat bersekolah dengan melanjutkan pendidikan di bangku kelas 2 SMP yang sempat terbengkalai setahun lebih.
Hal ini juga telah ditentukan dalam UU No. 22 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Untuk itu negara wajib dan berperan aktif memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan termasuk kepada anak H yang berasal dari keluarga kurang mampu.