Agam Rinjani (Kiri) dan Arifin Al Alamudi guide Pendaki Gunung bersertifikasi (Dok. IDN Times)
Agam bukan sosok asing di kalangan pendaki. Pria asal Makassar, Sulawesi Selatan ini dikenal sebagai pendaki senior dan pemandu lokal Gunung Rinjani. Ia telah menapaki semua jalur pendakian Rinjani lebih dari 400 kali. Pengalaman itu menjadikannya salah satu orang paling dipercaya ketika misi penyelamatan atau evakuasi harus dilakukan di kawasan ekstrem seperti jurang Rinjani.
“Kali ini menemani kawan-kawan dari Lamongan. Ini pendakian pertama teman-teman dari Lamongan dan ini pendakian saya yang ke-415 kali," ujar Agam dalam salah satu unggahan di media sosialnya.
Salah satu pendaki yang pernah mendaki hingga puncak bersama Agam Rinjani membagikan pengalamannya. Pada tahun 2023, Arifin Al Alamudi dari Sumatera Utara mencapai puncak Gunung Rinjani ditemani Agam. Momen itu menjadi salah satu pengalaman tak terlupakan dalam hidupnya.
"Salah satu pendakian terbaik saya di berbagai gunung di Indonesia adalah saat bersama Bang Agam (Agam Rinjani), saat mendaki Rinjani pada November tiga tahun lalu. Kala itu, Agam menjadi pemandu saya atas rekomendasi seorang teman dari Medan," ujar Arifin mengenang pendakian berkesannya.
Arifin mengatakan, sejak awal perjalanan, Agam selalu mengingatkan untuk mendaki dengan nyaman dan aman. Maksudnya, tidak perlu memaksakan diri untuk sampai ke puncak jika cuaca tidak memungkinkan.
"Dalam hal persiapan keberangkatan, Agam juga sangat detail dan teliti. Di perjalanan dari Sembalun hingga Puncak Rinjani, Agam selalu waspada mengamati pergerakan saya dan gak bosan-bosan mengingatkan soal risiko bahaya yang bisa muncul di setiap medan. Yang paling unik, Agam juga paham cara membaca cuaca," jelasnya.
Ia mengenang, usai mencapai puncak (summit), rombongannya sempat berencana melanjutkan perjalanan ke Danau Segara Anak. Namun, Agam memperingatkan bahwa dalam 3–5 hari ke depan kemungkinan besar akan terjadi hujan dan kabut tebal. Ia menyarankan untuk tidak turun lewat jalur Torean karena berbahaya.
"Saya nurut, dan kami langsung turun lewat Jalur Sembalun. Benar saja, di perjalanan hujan turun. Keesokan harinya, ketika kami sudah di basecamp, teman-teman Agam menghubungi lewat ponsel. Mereka tersesat saat menuju danau karena hujan dan kabut tebal. Agam coba bantu via telepon untuk mengarahkan mereka, dan akhirnya rombongan temannya—yang saat itu mendaki tanpa pemandu—berhasil selamat sampai ke Torean," kenang Arifin.