272 Kasus Korupsi Terbongkar di NTB, Kerugian Negara Rp240 Miliar

Mataram, IDN Times - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebutkan sebanyak 272 kasus korupsi terbongkar dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sejak 2020 hingga triwulan pertama 2025. Ratusan kasus korupsi di wilayah NTB terungkap melalui audit yang dilakukan BPKP Perwakilan NTB maupun aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
Kepala Perwakilan BPKP NTB Mudzakir di Mataram, Rabu (2/7/2025) menyebut bahwa total kerugian keuangan dari 272 kasus korupsi di NTB mencapai Rp240,39 miliar lebih.
Dari 272 kasus korupsi yang terungkap melalui audit, terdiri dari 33 kasus yang ditangani BPKP Perwakilan NTB dengan total kerugian keuangan negara sebesar Rp178,789 miliar lebih. Kemudian 239 kasus yang ditangani oleh APIP se NTB dengan total kerugian keuangan negara sebesar Rp61,6 miliar lebih.
1. Wujudkan pemerintah daerah bebas dari kecurangan

Mudzakir menjelaskan dalam rangka memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berdaya tahan terhadap kecurangan, BPKP Perwakilan NTB menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Akselerasi Efektivitas Pengendalian Kecurangan pada Pemerintah Daerah: Bangun Budaya Sadar Risiko Anti Kecurangan” di Mataram, Rabu (2/7/2025).
Dikatakan, upaya mewujudkan pemerintah daerah yang bebas dari kecurangan memerlukan kolaborasi lintas sektor yang kuat. Mulai dari penguatan sistem pengendalian internal hingga sinergi dengan aparat penegak hukum. Salah satu inisiatif penting yang diusung BPKP NTB adalah pembangunan budaya sadar risiko (risk aware culture), yang diharapkan mampu mencegah kecurangan sejak tahap perencanaan.
Sejalan dengan mandat BPKP sebagai auditor internal pemerintah, FGD ini menjadi wadah strategis untuk mendorong pemerintah daerah meningkatkan integritas, akuntabilitas, dan kapabilitas pengendalian kecurangan.
"Tingginya kompleksitas pengelolaan keuangan daerah dan banyaknya program prioritas nasional di wilayah NTB menuntut upaya pencegahan kecurangan yang lebih terstruktur dan sistematis," kata Mudzakir.
2. Pengadaan barang/jasa, pengelolaan aset dan perencanaan anggaran rawan fraud

Berdasarkan hasil pengawasan BPKP NTB, kata Mudzakir, masih terdapat sejumlah temuan rawan fraud, baik dalam pengadaan barang/jasa, pengelolaan aset, maupun perencanaan anggaran. Selain itu, penerapan Fraud Risk Assessment (FRA) di pemerintah daerah masih belum optimal, sehingga potensi kecurangan seringkali tidak teridentifikasi sejak awal.
Melalui kegiatan FGD ini, diharapkan pemerintah daerah semakin memahami urgensi FRA dan mampu mengintegrasikannya ke dalam proses bisnis pemerintahan.
Kegiatan ini diikuti lebih dari 50 peserta, yang terdiri dari Kepala Bappeda, Inspektur, Irban Khusus, Irban yang menangani SPIP serta Auditor pada APIP se NTB. Hadir juga Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal.
3. Pencegahan kecurangan harus dimulai dari komitmen pimpinan tertinggi

Mudzakir menyampaikan bahwa pencegahan kecurangan harus dimulai dari komitmen pimpinan tertinggi, diikuti dengan penguatan pengendalian internal dan penerapan FRA.
“Budaya sadar risiko dan anti kecurangan tidak cukup hanya melalui regulasi, melainkan harus menjadi nilai yang hidup pada setiap individu di organisasi,” tegasnya.
Kegiatan ini menghasilkan beberapa rekomendasi bersama, di antaranya penguatan penerapan FRA di seluruh pemerintah daerah, sinergi erat dengan aparat penegak hukum untuk deteksi dan penindakan cepat. Serta peningkatan literasi risiko kecurangan bagi seluruh pejabat dan pegawai.
"Dengan penyelenggaraan FGD ini, BPKP NTB menegaskan komitmennya mendukung pemerintah daerah memperkuat integritas, mewujudkan good governance, dan melindungi pelayanan publik dari potensi kecurangan," tandas Mudzakir.