Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lonjakan Kasus HIV di Lembata, Ada Pekerja Seks Sesama Jenis

ilustrasi pasangan melakukan aktivitas seksual (pexels.com/Yan Krukau)

Kupang, IDN Times - Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), mencatat lonjakan kasus HIV. Salah satu penyebab adalah seks bebas. Ada juga yang menjadi pekerja seks dan melayani seks sesama jenis.

Aktivis HIV sekaligus Staf KPAD Lembata, Nefri Eken, mengungkap ada 306 kasus HIV sepanjang 2008-2023. Namun pada 2024 melonjak hingga 60 temuan kasus baru HIV.

Sementara di awal 2025 ini, berdasarkan data Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Lembata, sudah terdeteksi 7 kasus HIV. Data itu pun sudah diinput sebagai laporan ke KPA Provinsi NTT.

Nefri menyebut penyebab dominan naiknya kasus HIV ini karena perilaku 'jajan sembarangan' atau hubungan seksual dengan pasangan yang bukan suami atau istri. Kemudian ada juga eks perantau yang kembali dengan terdeteksi HIV. Kemudian ada pula hubungan seks bebas dan hubungan seks sesama jenis.

1. Ada ratusan pekerja seks

Ilustrasi remaja pekerja seks. (pexels.com/Titah Anamika)

Pemetaan terakhir di 2023, pihaknya menemukan hingga 503 wanita pekerja seks (WPS), baik langsung maupun tidak langsung. Kemudian 2024 pun saat pemetaan di tempat hiburan malam ditemukan anak dan remaja, usia 15 - 19 tahun yang melakukan eksploitasi seksual.

"Ini yang meningkat di kalangan remaja, ada anak SMP kelas 3 yang sudah melakukan eksploitasi. Dia menjajakan dirinya dan juga menjual temannya. WPS langsung ini yang meningkat. Mereka masih tinggal dengan orangtua tapi aktivitas seksnya meningkat, lebih tinggi," jelas Nefri.

2. Saling ajak sesama teman

Ilustrasi pekerja seks. (pexels.com/Sơn Thiện Cao)

Ia kemudian berkoordinasi dengan camat setempat dan melakukan penertiban di beberapa kos. Dalam kegiatan itu, mereka menemukan 5 WPS tidak langsung yang ditertibkan di salah satu kos-kosan.

"Salah satu dari mereka sudah melayani lebih dari 40 laki-laki," tukasnya. 

Ia menyebut aktivitas mereka ini bermula dari media sosial atau secara online. Kemudian mereka saling mengajak lagi beberapa teman lain untuk melakukan aktivitas serupa. 

"Modusnya itu mereka bertemu di teman yang memiliki kos-kosan kemudian terjadi seperti itu," tukasnya.

3. Remaja pria jadi pekerja seks

Ilustrasi pekerja seks. (pexels.com/Bavesh Solanki 007)

Selain WPS, ada pula temuan lelaki seks lelaki (LSL). Aktivitas seksual ini juga dilakukan oleh pria yang menawarkan diri kepada biseksual dan gay. Aktivitas seksual mereka ini dipatok tarif yang bervariasi.

"Berkisar Rp300 ribu sampai Rp1 juta," sebut Nefri.

Remaja LSL ini mulanya mempromosikan diri melalui teman-teman mereka untuk berhubung seksual. Aktivis seksual mereka disesuaikan dengan tarif yang akan mereka dapat.

"Perilaku ini yang harusnya bisa diindentifikasi cepat dengan melakukan pendampingan tetapi terbatas dengan anggaran," kata dia.

4. Minim intervensi anggaran

Ilustrasi tangan megang uang rupiah (Pexels.com/Ahsanjaya)

Soal tindakan pencegahan, jelas Nefri, terkendala anggaran. Pada 2025 ini saja kegiatan mereka belum berjalan karena Pemerintah Kabupaten Lembata baru saja dilantik. Akibatnya, mereka sulit mengumpulkan kelompok atau populasi kunci, tak bisa berkegiatan dengan kelompok dukungan sebaya, atau menemui orang dengan HIV yang menjalani terapi. Edukasi dan sosialisasi mereka kali ini belum berjalan maksimal.

"Padahal perilaku-perilaku seperti ini bisa dicegah tetapi kami masih terbatas dengan anggaran," tanggap dia.

Menurut dia, penanganan HIV saat belum dilihat pemerintah sebagai program yang krusial. Pada 2024, ketika ia menjabat resmi di KPAD Lembata, hanya diberi anggaran sebesar Rp17 juta untuk lembaga mereka.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Putra F.D. Bali Mula
Linggauni
Putra F.D. Bali Mula
EditorPutra F.D. Bali Mula
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us