Filmnya Dibanding-bandingkan, Hanung Bramantyo: Tidak Masalah

Hanung: film adaptasi selalu dibanding-bandingkan

Mataram, IDN Times – Sutradara sekaligus produser film Indonesia, Hanung Bramantyo membagikan pengalamannya selama menggeluti dunia perfilman tanah air. Karya terbarunya yang banyak dibicarakan oleh warganet dan penikmat film adalah Miracle in Cell No. 7. Film remake dari Korea Selatan ini mendapatkan ragam tanggapan dari penonton.

Tak sedikit dari warganet yang membandingkan antara film garapan Hanung itu dengan versi aslinya. Banyak yang memberikan tanggapan positif, namun ada pula yang memberikan kritik dan saran. Apalagi, penonton masih dapat membandingkan antara film garapan Hanung dengan versi aslinya.

“Bagaimana pun, kalau kita bikin film adaptasi dari film atau novel, selalu kita dibanding-bandingkan. Menurut saya, itu malah hal yang menarik. Tidak masalah buat saya,” ujar Hanung saat menghadiri perayaan HUT ke-15 Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (23/12/2022).

1. Bagian dari dinamika

Filmnya Dibanding-bandingkan, Hanung Bramantyo: Tidak Masalahyoutube.com/ AsianCrush

Hanung melihat bahwa kritik dan saran itu adalah hal yang wajar. Itu justru memberikannya semangat untuk membuat karya yang lebih baik lagi. Dia menghargai setiap masukan yang diberikan oleh siapapun, termasuk oleh penonton.

“Itu bagian dari dinamika. Penonton punya nalar dan interprestasi, itu kita hargai,” ujarnya.

Beberapa warganet di TikTok memberikan tanggapannya terhadap film Miracle in Cell No. 7. Salah satunya ialah pemilik akun Movie Review by Kepin Helmy.

“Sebenarnya kalau membicarakan kekurangan film ini, bukan sesuatu yang fatal-fatal banget. Ngomongin soal set desain, penjara di sini (di film) kan terasa estetik. Pada kenyataannya penjara di Indonesia tidak seestetik itu dan lebih pahit dari kenyataannya,” ujarnya.

“Menurut gue ada plot hall sedikit, contohnya nih gimana caranya Jafra bisa tahu itu panti asuhannya Kartika dan gimana caranya dia ngundangnya bikin acara di penjara. Karena menurut gue ada beberapa plot yang terasa terlalu tiba-tiba aja gitu lho. Mungkin kurang transisi aja ya,” tambahnya.

Baca Juga: Seorang Guru di Lombok Tewas Jatuh dari Tebing saat Foto-foto 

2. Perhatikan UU ITE

Filmnya Dibanding-bandingkan, Hanung Bramantyo: Tidak Masalahgoogle

Hanung menanggapi terkait beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi hukum di Indonesia, salah satunya tentang UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Dia memberikan contoh tentang penggunaan baju hakim yang sebenarnya tidak sesuai untuk kasus pidana. Hal itu dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terkait kesalahan atau pelanggaran UU ITE.

“Baju hakim pada kasus pidana itu berbeda. Biar kalau saya dituntut, saya bisa katakan bahwa itu bukan di pengadilan Indonesia, itu di pengadilan Miracle in Cell No. 7,” ujarnya.

Ini sekaligus menjawab kritik dari penonton terkait penjara di film tersebut yang dianggap terlalu estetik dan tidak sesuai dengan kondisi penjara di Indonesia.

“Sebenarnya saya ingin mengkritisi hukum di Indonesia. Persidangan harus detail. Karena riset itu harus otentik. Tapi ketika saya melakukan yang benar sesuai riset, saya disalahkan karena (dianggap) melecehkan pengadilan. Nanti dibilang melanggar UU ITE,” ujar Hanung.

3. Penuh kehati-hatian agar tetap aman berkarya

Filmnya Dibanding-bandingkan, Hanung Bramantyo: Tidak MasalahHanung Bramantyo bergabung dalam perayaan HUT ke-15 FJPI yang diselenggarakan secara daring pada Jumat (23/12/2022). (Dok FJPI)

Dalam membuat sebuah karya yang berkaitan dengan hukum, sosial, budaya dan agama, Hanung menempatkan asas kehati-hatian. Dia bahkan berkosultasi dengan pihak-pihak yang paham tentang hukum tersebut. Tujuannya agar tidak ada kesalahan atau hal-hal yang dianggap melanggar aturan di dalam karya yang dihasilkan.

“Sifat kritis terhadap situasi itu harus dipunyai, apalagi yang menyangkut ketidakadilan hukum dan sosial. Itu harus selalu diasah, agar karya dan tulisan kita punya makna. Cuma masalahnya adalah kita terikat dengan UU,” kata Hanung.

Hanung melihat keberadaan UU ITE ini menghambat setiap orang untuk bebas berekpresi dalam berkarya. Dia memberikan contoh seperti di Inggris. Banyak sutradara atau movie production yang membuat film atau series tentang Kerajaan Inggris. Mereka bebas berkarya tanpa khawatir dianggap melanggar hukum.

“Sementara di Indonesia, misalnya kita mau bikin film tentang Keraton Surakarta, itu bisa saja melanggar UU ITE. Makanya banyak film Indonesia itu yang memang memilih aman, misalnya film tentang percintaan atau komedi,” ujarnya.

Baca Juga: Hanung Bramantyo Beri Kejutan pada Perayaan HUT ke-15 FJPI

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya