Dari Sultan Hingga Santri, Ini Tokoh Pejuang Kemerdekaan Asal NTB
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mataram, IDN Times – Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah yang akhir-akhir ini kerap disebut di kancah nasional. Provinsi NTB juga dikenal dengan banyaknya destinasi wisata yang indah yang dapat dikunjungi oleh wisatawan.
Di daerah ini terdapat beberapa sosok pejuang yang patut dihargai pengorbanannya demi bangsa Indonesia. Mulai dari kesultanan, tokoh pejuang TNI, bahkan ada yang merupakan dari kalangan santri.
Dalam memperingati Hari Pahlawan tepat tanggal 10 November 2021 ini, perlu diketahui dan dikenal siapa saja tokoh di NTB yang perlu dietahui, yuk disimak!
1. Sultan Muhammad Kaharudin III Sumbawa
Sultan Muhammad Kaharuddin III Bin Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III berkuasa sejak 7 Mei 1932 hingga 1958 silam. Dia adalah sosok Sultan Sumbawa yang ke-17 dari dinasti Dewa Dalam Bawa.
Pada masa pemerintahan Sultan muhammad Jalaluddinsyah III telah dikukuhkan Datu Raja Muda Daeng Rilangi, namun beliau mangkat sebelum dinobatkan sebagai sultan.
Menggantikan kedudukan Daeng Rilangi sebagai Putra Mahkota, maka Kaharuddin Daeng Manurung yang tengah menempuh pendidikan di Yogyakarta dipanggil pulang dan dikukuhkan sebagai Datu Raja Muda.
Menjadi sosok raja muda di daerah Kesultanan Sumbawa, Sultan Muhammad Kaharuddin III kemudian dinobatkan sebagai Sultan Sumbawa bergelar Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III pada tahun 1931.
Sebagai terpelajar Muhammad Kaharuddin III menata sistem pemerintahan menjadi lebih baik. Dia dibantu oleh dua orang menteri yakni Rangga dan Dipati.
Pergolakan politik sebelum dan sesudah Proklamasi tahun 1945 membutuhkan peran besar seorang Sultan Muhammad Kaharuddin III, sehingga tak pelak lagi ketika Negara Indonesia Timur (NIT) terbentuk, dia dipercayakan sebagai ketua parlemen.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, pada tahun 1950 melalui surat emasnya, Sultan Sumbawa menyatakan diri bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kaharuddin yang lebih dikenal Daeng Ewan yang dilahirkan di Sumbawa Besar, 5 April 1941 dikukuhkan sebagai Sultan Sumbawa berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 05/MR-LATS/2.1/1432-2011 sewaktu dilakukan Muzakarah Rea Lembaga Adat Tanah Samawa (LATS), pada bulan Januari di istana Dalam Loka.
Namun, hingga sekarang Sultan Muhammad Kaharuddin III belum diangkat menjadi pahlawan nasional.
2. Sultan Salahudin Bima
Sultan Muhammad Salahuddin adalah putra Sultan Ibrahim. Ia berkuasa pada tahun 1915 dan mengubah keadaan politik dan pemerintahan. Selama masa pemerintahannya mendirikan sekolah Islam di Raba dan Kampo Suntu.
Selain mendirikan sekolah islam di Bima, Sultan Muhammad Salahuddin juga mendirikan masjid-masjid di tiap desa dalam wilayah Kesultanan Bima.
Sultan Muhammad Salahuddin juga mendirikan peradilan urusan agama yang disebut Badan Hukum Syara. Ia juga mulai melepaskan pengaruh Hindia Belanda di kesultanannya dengan melakukan peperangan dan mendirikan berbagai organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sultan Muhammad Salahuddin merupakan pemimpin yang berpandangan luas serta memiliki visi ke depan. Beliau juga sangat taat menjalankan perintah Agama.
Sistem pendidikan yang dijalankan Sultan ada 2 yakni Pendidikan informal yang bersifat tradisional dan Pendidikan formal yang berada di bawah kendali Lembaga Hukum Syara'.
Beliau dikenal sangat aktif mengirim intelektual muda Bima ke pusat-pusat ilmu di dalam maupun di luar negeri seperti Makkah. Lompatannya untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
Pada tahun 1921, didirikan HIS di kota Raba (Holands Indlanse School, sekolah untuk pribumi setingkat SD sekarang. Dalam tahun 1922 didirikan sekolah kejuruan bagi kaum wanita, yaitu Kopschool dipimpin oleh SBS Yulianche.
Sedangkan pendidikan formal lainnya berada di bawah naungan Lembaga Hukum Syara' tahun 1931, Sultan bersama Ruma Bicara berhasil mendirikan sekolah Agama yang pertama di Bima, yaitu: Madrasah Darul Tarbiyah yang terletak di kota Raba.
Pada tahun 1934, Sultan mendirikan Madrasah Darul Ulum Bima. Disamping memajukan pendidikan Agama, Sultan mendirikan pula sekolah-sekolah umum dan sekolah keterampilan wanita.
Pasang surut perjuangan Sultan Muhammad Salahuddin tahun 1917-1951 sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Bima sampai sekarang.
3. Lalu Abdul Kadir Manambai Sumbawa Barat
Baca Juga: Mengenal Tari Rudat, Jalan Dakwah Sebarkan Agama Islam di Lombok
H. Lalu Manambai Abdulkadir lahir pada tangga 22 November 1928 silam di Kabupaten Sumbawa Barat. Ia wafat tepat pada 15 Februari 1995. H. Lalu Manambai Abdulkadir menjadi Laksamana Madya TNI (Purn.) sebagai seorang purnawirawan perwira tinggi TNI-AL (tentara nasional Indonesa angkatan laut).
Ia sebagai Putra Indonesia pertama yang mendapatkan sertifikasi kualifikasi pendidikan kapal selam dan pelatihan persenjataan bawah laut dengan predikat kelulusan terbaik, “Summa Cumlaude”.
Melalui pendidikan selama 1,5 tahun (1958-1959) di Sekolah Komandan Kapal Selam Angkatan Laut Polandia. Pengakuan yang sama diberikan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy Seal) dengan menganugerahkan Submarine Qualification Certificate kepada Laksamana Madya H. L. Manambai Abdulkadir.
Ada banyak prestasi yang ditorehkan Manambai Abdulkadir. Ia diberikan tanggungjawab sebagai Komandan Komando Kawasan Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat, Admiral Jhon S. Mc Cain Jr, pada tanggal 21 November 1968.aD
Dalam catatannya Manambai sangat aktif mengawal daerah perbatasan laut di wilayah Indonesia Timur.
4. Ulama Kharismatik Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah seorang ulama kharismatik dari Pulau Lombok. Perjuangannya mendirikan ajaran Nahdlatul Wathan (NW) di NTB tidaklah mudah.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diangkat menjadi sosok Tuan Guru merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang bertugas untuk membina di Pulau Lombok.Tuan Guru di Lombok bertugas membimbing dan mengayomi umat Islam dalam hal-hal keagamaan dan sosial kemasyarakatan, yang di Jawa identik dengan Kyai.
Muhammad Zainuddin dikenal sebagai seorang nasionalis pejuang kemerdekaan. Menjadi dai, mubaligh, guru atau pendidik intelektual. Ia juga dikenal sebagai sastrawan, politisi dan guru sufi Tarekat Hizbi Nahdatul Wathan dan pembaharu sosial keagamaan dan pendidikan.
Dilahirkan di Kampung Bermi, Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat tanggal 20 April 1908. Nama kecil beliau adalah MuhammAd Saggaf. Setelah menunaikan ibadah haji ke kota Makkah nama dia pun berganti seperti kebiasaan masyarakat Lombok menjadi Muhammad Zainuddin. Tapi kalangan masyarakat di Lombok mengenalnya sebagai Maulana Syaikh.
Maulana Syaikh mulai aktif belajar mengaji (membaca Al-Qur'an) dan berbagai ilmu agama lainnya dari sosok ayahandanya, yang dimulai sejak berusia 5 tahun.
Setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun 1919.
Setelah menamatkan pendidikan formalnya, ia kemudian diserahkan oleh ayahandanya untuk menuntut ilmu agama yang lebih luas dari beberapa Tuan Guru lokal, antara lain TGH. Syarafuddin dan TGH. Muhammad Sa'id dari Pancor serta Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari desa Kelayu, Lombok Timur.
Dia berhasil menyelesaikan studi di Madrasah al-Shaulatiyah Mekkah, Arab Saudi pada 1933 dengan predikat istimewa. Zainuddin adalah salah satu orang Lombok yang beruntung dilahirkan di keluarga mampu sehingga bisa mengecap pendidikan ke Makkah sejak 1923-1934.
Madrasah al-Shaulatiyah merupakan madrasah pertama sebagai permulaan baru dalam pendidikan Arab Saudi. Madrasah ini juga dikenal legendaris lantaran menghasilkan ulama-ulama besar di antaranya pendiri NU Kyai Haji Hasyim Asyari dan pendiri Muhamadiyah Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Tahun 1934 sepulang dari Makkah,ia mendirikan pesantren bernama al-Mujahidin dan dua tahun kemudian mendirikan madrasah Nahdatul Wathan Diniyah Islamiyah dengan sistem klasikal.
Situasi Islam di Lombok pada saat itu menjadi faktor kuat yang mendorong melakukan perubahan penting. Penggunaan Nama pesantren yang dibuat Zainuddin mensyariatkan semangat juang (Jihad) yang kuat untuk memajukan umat Islam dan membangkitkan bangsa, negeri, dan tanah air (Nahdatul Wathan).
Tahun 1943 ia mendirikan sekolah/madrasah bagi kaum perempuan dengan tema yang sering disebut education for all. Sekolah tersebut dinamakan Nahdatul Banat Diniyah Islamiyah.
Beliau yakin membangun lembaga pendidikan merupakan langkah strategis membangkitkan kehidupan, bukan sekadar tempat belajar mengajar tetapi juga menyiapkan pemimpin; menyemai dan memperkokoh karakter, patriotisme, dan nasionalisme.
Akhir 1997 menjadi masa kelabu Nusa Tenggara Barat. Betapa tidak, Sang ulama karismatis, Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA di desa Pancor, Lombok Timur.
Warisan besar yang ditinggalkan dari kakek mantan Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Abdul Madjid ini ialah menjadikan kelembagaan Nahdlatul Wathan dikenal di hampir semua daerah di Pulau Lombok yang saat ini lebih di kenal sebagai NWDI.
Ia merupakan satu-satunya pahlawan nasional yang diangkat pada masa Periode pertama Jokowi-Kalla. Kini namanya bisa kita kenal di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Praya Lombok Tengah.
Baca Juga: Legenda Putri Mandalika di Lombok, Rela Berkorban demi Kedamaian