Anti Gempa, Ini Rumah Bersujud Milik Sukarno di Lombok

Lombok Barat, IDN Times - Empat tahun silam, gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 7.0 skala richter (SR) meratakan wilayah Lombok Utara di Nusa Tenggara Barat (NTB). Termasuk pula rumah Sukarno (49) yang beralamat di Dusun Buk-Buk Utara Desa Buk-Buk Kecamatan Lingsar Lombok Barat.
Sukarno bercerita, lindu dengan goncangan kuat melanda Pulau Lombok pada 5 Agustus 2018. Rumahnya yang berdiri di atas lahan seluas 8 X 6 meter persegi rusak parah.
Untungnya kata Sukarno, dua orang anak dan istrinya tidak tertimpa bangunan rumah yang rata dengan tanah akibat guncangan itu.
“Malam itu saya menjadi relawan di Lombok Utara. Karena tanggal 29 Juli 2018 Lombok diguncang gempa 6,4 skala richter berpusat di Lombok Timur,” cerita Sukarno kepada IDN Times, Rabu (26/1/2022) di kediamannya.
1. Sempat mengungsi di sawah tetangga
Pada gempa pertama tanggal 29 Juli 2018, Sukarno bersama tiga anggota keluarga terpaksa mengungsi di pematang sawah bersama warga lainnya. Setelah itu, ia terpaksa meninggalkan keluarganya guna menjadi relawan di Lombok Barat.
Profesinya sebagai tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Lombok Barat membuatnya harus bersiaga membantu masyarakat.
Sehingga, ketika gempa kedua melanda Lombok pada 5 Agustus 2018, Sukarno berada di salah satu wilayah di Kabupaten Lombok Utara. Malam itu seluruh warga yang terdampak gempa 6,4 SR mulai berangsur tenang.
“Sekitar Salat Isya, suara gemuruh itu datang lagi. Tapi untung saja dua anak dan istri saya sudah mengungsi di pengungsian di Desa Buk-Buk,” tuturnya.
Rasa khawatir dan was-was pun datang. Rumah kesayangannya selama ini ditinggali rata akibat gempa. Malam itu, Sukarno menjadi korban gempa bumi.
Rumahnya rusak parah bersama puluhan rumah warga lainnya. Genteng rumah, tembok dan perabotan rumah miliknya tertimpa reruntuhan bangunan rumahnya.
“Gang di depan rumah ini hampir tertutup akibat material rumah tetangga yang rusak akibat gempa,” kata Sukarno.
2. Rumah dengan konsep bersujud
Setelah mendengar kabar duka itu, Sukarno pun pulang ke Desa Buk-Buk, setelah sebelumnya berupaya membantu korban gempa di Kabupaten Lombok Utara.
Benar saja, puluhan rumah tetangganya hancur lebur oleh gempa bumi.
Rumah masyarakat tak mampu bertahan oleh getaran gempa bumi berskala 7.0 SR.
Ia pun berpikir ulang untuk membangun rumah minimalis itu dengan konsep anti gempa dengan material lebih ringan sehingga tahan oleh guncangan.
“Awalnya sebelum gempa saya sudah pikirkan ingin membuat konsep rumah yang unik. Tapi setelah gempa bumi itu, saya coba browsing membuat rumah dengan konsep terbalik,” katanya.
Konsep rumah terbalik itu dinamakan “Rumah Bersujud".
Kata Sukarno rumah bersujud itu memiliki makna tersendiri. Saat gempa melanda Lombok, seluruhnya keluarganya selamat tidak menjadi korban.
Rumahnya nanti sebagai perwujudan perasaan syukur atas karunia Tuhan.
“Kebetulan kalau dilihat dari samping rumah ini seperti sujud. Arahnya sesuai arah kiblat ke arah barat,” katanya.
Baca Juga: Pemprov NTB Berutang Rp500 Miliar untuk Pembangunan RSUDP NTB
3. Dibangun selama 4 bulan pasca gempa
Rumah yang dulunya sebagai basecamp anak-anak yang hobi mendaki ke Gunung Rinjani itu, kata Sukarno mulai dibangun ulang dengan konsep terbalik.
Ide konsep rumah terbalik ini tak serta merta begitu saja datang.
Awalnya rumah milik Sukarno ini tidak terdaftar sebagai penerima bantuan rumah tahan gempa dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lombok Barat.
“Jadi saya sengaja buat konsepnya terbalik karena protes pemerintah. Masa rumah kami tidak dapat bantuan kan, sama-sama rusak dengan rumah warga lainnya,” ujarnya.
Setelah hampir 4 bulan lamanya, rumah bersujud milik Sukarno berhasil berdiri kembali tanpa merusak dasar atau pondasi rumah sebelumnya.
Pembangunan rumah berkonsep unik ini pun tanpa bantuan tenaga arsitek.
Sukarno menukangi sendiri pembangunan rumahnya ini. Hampir semua material rumah miliknya mempergunakan kerangka besi ringan ditanam dari lantai rumah sebelumnya.
“Tukangnya sampai bingung. Ini rumah kok konsepnya terbalik. Tapi setelah melihat gambar yang saya desain, akhirnya 4 orang tukang berhasil menyelesaikan rumah itu,” kata Sukarno.
4. Merasa lebih tenang waktu gempa datang
Rumah Sukarno memang tidak lazim seperti milik tetangganya. Masih tampak roboh, bersujud menjadi korban gempa bumi.
Meskipun begitu, Sukarno mengaku rumahnya memiliki keunikan sendiri dibandingkan rumah-rumah lainnya.
Genteng yang berbahan dasar dari aspal dan tembok yang berbahan dari papan kalsiboard membuat rumah Sukarno menjadi lebih tahan guncangan.
Seluruh rangka rumah Sukarno berbentuk persegi.
“Cuma rumah ini terasa sekali suara gemuruh karena berbahan besi kan. Motor lewat depan rumah saja ada getarannya. Tapi iya gitu merasa lebih aman,” katanya.
5. Lebih tahan bencana gempa
Benar saja, rumah Sukarno tidak terdampak gempa bumi baru-baru ini melanda Lombok Barat pada Selasa 25 Januari 2022 lalu skala 4.6 SR. Bersama keluarganya, ia mengaku tidak merasa panik.
Mereka merasa lebih aman ketika berada di dalam rumah.
Sukarno mengaku, rumah itu pun menelan biaya Rp100 juta lebih. Rumah bersujud itu memiliki lebar 7x5 meter persegi. Dengan biaya melebihi jumlah bantuan dari Pemda Lombok Barat sebesar Rp50 juta.
Karenanya saat BPBD Lombok Barat meminta merobohkan rumahnya, Sukarno jelas menolak. Meskipun pihak pemda pun menjanjikan pemberian bantuan pembangunan sebesar Rp50 juta.
“Waktu itu sempat ramai, BPBD pernah minta bangunan rumah ini dirobohkan, tapi saya tidak mau. Biaya membangun rumah ini saja tidak cukup,” ujarnya.
Meskipun begitu, akhirnya pemda setempat mengalokasikan dana bantuan pembangunan rumah sebesar Rp50 juta. Dana ini dipergunakan untuk menambal biaya pembangunan rumahnya itu.
Kini Sukarno pun memilih tetap tinggal di rumah bersujud itu bersama keluarganya kendati memiliki dua rumah.
“Rumah ini penuh sejarahnya,” katanya.
Konsep pintu rumah bersujud yang memiliki kemiringan itu pun mengharuskan penghuni rumah merunduk ketika masuk ke dalam rumah yang memiliki lantai dua itu. Warna tembok bercorak seperti bekas retakan gempa kini menjadi ikon rumah gempa di Lombok.
“Saya kira ini satu-satunya rumah terbalik di Lombok. Jadi, siapa pun yang masuk ke rumah ini harus nunduk. Walaupun pejabat harus merunduk. Itu tanda kita menghormati yang punya rumah,” pungkas Sukarno.
Baca Juga: 61.000 Pekerja di NTB Difasilitasi Punya Rumah Agar Lebih Bahagia