Surat untuk Diri Sendiri yang Terkadang Lupa Bahagia

Dalam hiruk-pikuk hidup, sering kali kita terlalu sibuk mengejar sesuatu hingga tanpa sadar melupakan kebahagiaan. Kita terjebak dalam daftar tugas, tenggat waktu, ekspektasi, dan rutinitas, sampai lupa bagaimana rasanya tertawa lepas tanpa beban. Bahkan saat semuanya tampak baik di permukaan, ada ruang kosong yang tak terisi, karena kebahagiaan bukan datang dari pencapaian, tapi dari kehadiran kita yang utuh dalam momen.
Surat ini ditulis sebagai pengingat lembut untuk dirimu yang sedang merasa lelah tapi terus berjalan. Untukmu yang sudah begitu jauh melangkah, namun lupa bertanya apakah masih bahagia. Ini bukan teguran, melainkan pelukan: kamu boleh berhenti sejenak. Untuk mengingat kembali rasa bahagia itu, dan belajar menemukannya lagi, di hal-hal kecil, di diri sendiri, di hidup yang sekarang.
Berikut surat untuk diri sendiri yang lupa bahagia.
1. Surat untuk diri sendiri yang lupa bahagia
Hai kamu,
Kapan terakhir kali kamu benar-benar merasa bahagia? Bukan hanya senyum di depan orang lain, bukan juga unggahan yang terlihat baik-baik saja. Tapi bahagia yang diam-diam terasa hangat di dada. Aku tahu, kamu sedang sibuk menjadi kuat, bertanggung jawab, dan terus bergerak. Tapi dalam semua itu, kamu lupa sesuatu yang penting: hatimu sendiri.
Kamu tidak harus menunggu semuanya sempurna untuk merasa bahagia. Tidak perlu mencapai standar tertentu dulu. Kebahagiaan bukan hadiah di garis akhir, tapi bisa kamu temukan di langkah kecil sehari-hari, dalam secangkir kopi hangat, dalam waktu tenang tanpa gangguan, dalam keberanianmu untuk tetap bertahan hari ini.
2. Tidak perlu selalu tangguh
Kamu terbiasa menjadi kuat untuk semua orang, tapi jarang memberi ruang untuk dirimu sendiri lemah. Kamu pikir, bahagia itu akan datang setelah semua urusan selesai, setelah semua orang aman, setelah semua beban reda. Padahal kadang, kebahagiaan datang saat kamu mengizinkan dirimu bernapas, menangis, atau bahkan gagal.
Berhenti sejenak bukan berarti kamu lemah. Itu adalah tanda bahwa kamu cukup bijak untuk tidak kehilangan dirimu sendiri. Kamu tidak harus jadi pahlawan setiap saat. Menjadi manusia biasa, yang butuh istirahat dan ingin bahagia, adalah hakmu yang paling dasar.
3. Cari lagi hal-hal yang kamu suka
Apa yang dulu membuatmu bahagia tapi kini terlupakan? Mungkin menggambar, menulis, membaca, atau hanya mendengarkan lagu favorit sambil menatap langit. Kebahagiaanmu tidak harus besar, tidak harus mahal, tidak harus dikagumi siapa pun. Kadang, hal paling sederhana justru yang paling menyembuhkan.
Jangan tunggu waktu luang untuk bahagia. Jadikan bahagia itu prioritas, sekecil apa pun bentuknya. Hidup tidak harus selalu tentang produktivitas. Ada ruang untuk kelegaan, untuk tawa, untuk diri sendiri yang bebas tanpa tuntutan.
4. Kamu masih pantas bahagia
Kadang kamu berpikir, mungkin kamu tidak layak bahagia karena banyak hal yang belum beres. Mungkin kamu merasa bersalah saat tertawa, saat masih ada masalah yang belum selesai. Tapi itu bukan cara hidup bekerja. Kamu tidak harus sempurna dulu untuk pantas merasa bahagia.
Bahagia adalah hakmu. Bukan hadiah karena kamu berprestasi, tapi karena kamu hidup. Kamu sudah cukup. Kamu sudah melakukan yang kamu bisa. Dan kamu layak merasakan kebaikan, kelembutan, dan terang, meski hari-harimu belum selalu cerah.
Untuk diriku yang lupa bahagia, terima kasih karena sudah terus berjuang. Kini, saatnya kamu mengingat kembali bahwa hidup bukan hanya soal bertahan, tapi juga tentang menikmati. Beri ruang bagi senyum, bagi rasa hangat, bagi tawa kecil di tengah hari biasa. Kamu berhak merasakannya lagi. Dan kamu tidak sendirian dalam perjalanan pulang ke hati sendiri.
Dengan cinta dan pengertian,
Aku, yang akan terus menemanimu, pelan-pelan belajar bahagia lagi.
Demikian surat untuk diri sendiri yang lupa bahagia.