Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seseorang bersabar (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Setiap orang pasti pernah berada di posisi gak menyenangkan, dicaci, dihina, atau diperlakukan gak adil oleh orang lain. Dalam kondisi seperti itu, rasanya wajar kalau kita ingin membalas dengan kata-kata tajam atau menunjukkan bahwa kita gak bisa diperlakukan sembarangan.

Namun, apa jadinya jika kita belajar dari sosok yang luar biasa, yang justru memilih membalas dengan cinta, bukan kebencian?. Ya, Rasulullah Muhammad SAW adalah contoh terbaik ketika berbicara tentang menghadapi cacian dengan sikap positif.

Meski dihina berkali-kali, dijuluki tukang sihir, pembohong, bahkan dilukai secara fisik, beliau gak pernah membalas dengan keburukan. Justru sikap lembutnya yang luar biasa membuat banyak hati luluh dan hidayah datang.

Berikut lima sikap positif Rasulullah saat menghadapi hinaan dan cacian, yang bisa banget kamu tiru dalam kehidupan sehari-hari.

1. Sabar tanpa membalas dengan keburukan

unsplash/Christian Erfurt

Satu hal yang sangat menonjol dari Rasulullah adalah kesabaran beliau. Bahkan ketika disakiti secara langsung, Rasulullah gak pernah terburu-buru marah atau membalas dendam. Kesabaran bukan berarti lemah, justru itu tanda kekuatan hati dan kedewasaan pikiran.

Misalnya ketika Nabi berdakwah di Thaif dan dilempari batu hingga berdarah, malaikat penjaga gunung menawarkan untuk menghancurkan kota tersebut. Tapi Rasulullah menolak dan malah berharap agar anak keturunan penduduk Thaif kelak mendapatkan hidayah. Bayangkan, dalam kondisi terluka pun, beliau tetap memilih harapan dan cinta, bukan amarah.

Kamu juga bisa menerapkannya dalam hidupmu. Saat seseorang mengataimu atau menjatuhkanmu, tarik napas dalam-dalam, tenangkan hati, dan jangan buru-buru membalas. Sering kali, orang yang mencaci justru sedang kesulitan dalam dirinya sendiri. Sabar bukan hanya membuatmu terlihat kuat, tapi juga menjauhkanmu dari konflik yang gak perlu.

2. Memaafkan dengan tulus, bukan karena terpaksa

Editorial Team

EditorLinggauni