Dalam era modern yang penuh tekanan emosional, banyak orang mulai melirik stoicisme sebagai solusi untuk meraih ketenangan batin. Filosofi kuno ini kerap dikaitkan dengan kedewasaan emosional, ketangguhan mental, dan kesederhanaan hidup. Namun, di balik popularitasnya, stoikisme seringkali disalahartikan.
Beberapa ajarannya dikira sebagai bentuk penolakan terhadap emosi, ketidakpedulian terhadap dunia luar, atau bahkan penghindaran dari kehidupan sosial. Padahal, stoicisme justru sangat relevan dan manusiawi bila dipahami secara mendalam. Banyak tokoh stoik seperti Marcus Aurelius, Epictetus, dan Seneca mengajarkan cara hidup secara aktif, sadar, dan penuh empati.
Berikut 5 pandangan stoikisme yang paling sering disalahpahami dan meluruskan makna aslinya sesuai konteks filosofinya.