Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Fenomena Tren Self-Healing Lewat Alam yang Kembali Digemari

Ilustrasi fenomena tren self-healing lewat alam yang kembali digemari. (pexels.com/Marcos Felipe)
Ilustrasi fenomena tren self-healing lewat alam yang kembali digemari. (pexels.com/Marcos Felipe)

Di tengah tekanan hidup yang semakin kompleks, banyak orang kembali melirik alam sebagai tempat pemulihan batin. Fenomena self-healing lewat alam kembali digemari, terutama setelah pandemi yang mengajarkan pentingnya kesehatan mental. Alih-alih terapi mahal atau hiburan serba digital, orang-orang mencari ketenangan di pegunungan, hutan, pantai, atau taman kota untuk memulihkan pikiran yang penat.

Tren ini bukan hal baru, namun kini mendapat makna yang lebih mendalam. Alam tidak hanya dilihat sebagai latar foto yang indah, tetapi juga sebagai “ruang perawatan” alami. Aktivitas seperti berjalan di hutan, berkemah, mendaki, atau sekadar duduk di tepi danau menjadi cara untuk melepaskan stres dan menenangkan hati. Hubungan kembali dengan bumi ternyata membawa efek positif bagi emosi, seperti yang sudah dibuktikan berbagai penelitian psikologi lingkungan.

Berikut pembahasan fenomena tren self-healing lewat alam yang kembali digemari.

1. Kebutuhan akan ketentraman di era serba cepat

Ilustrasi cara penuh makna merayakan emosi negatif dengan sehat. (Pinterest/denkpositief.com)
Ilustrasi cara penuh makna merayakan emosi negatif dengan sehat. (Pinterest/denkpositief.com)

Gaya hidup modern menuntut kecepatan, dari pekerjaan hingga interaksi sosial. Notifikasi tak pernah berhenti, dan jadwal yang padat membuat banyak orang merasa kelelahan mental. Di sinilah alam menawarkan pelarian yang menenangkan. Udara segar, suara gemericik air, dan pemandangan hijau memberi sensasi yang tidak bisa digantikan oleh layar atau ruangan ber-AC.

Banyak orang melaporkan bahwa beberapa jam di alam terbuka dapat menurunkan tingkat stres secara signifikan. Ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa paparan alam menurunkan kadar hormon kortisol. Dengan kata lain, alam bukan hanya tempat rekreasi, tetapi juga “obat” alami bagi pikiran yang lelah.

2. Aktivitas populer: dari hiking hingga forest bathing

Ilustrasi fenomena tren self-healing lewat alam yang kembali digemari. (pexels.com/Marcos Felipe)
Ilustrasi fenomena tren self-healing lewat alam yang kembali digemari. (pexels.com/Marcos Felipe)

Di Indonesia, kegiatan mendaki gunung, berkemah, dan menjelajah hutan kembali menjadi favorit anak muda. Tempat-tempat seperti Taman Nasional, pantai terpencil, dan perbukitan menjadi destinasi akhir pekan yang ramai dikunjungi. Aktivitas ini memungkinkan tubuh bergerak, mata dimanjakan pemandangan, dan pikiran mendapat jeda dari rutinitas kota.

Selain itu, tren forest bathing, konsep dari Jepang yang dikenal sebagai shinrin-yoku juga mulai dikenal. Aktivitas ini bukan sekadar berjalan di hutan, tetapi meresapi setiap aroma, suara, dan sentuhan alam dengan penuh kesadaran. Hasilnya adalah perasaan tenang dan pikiran yang lebih jernih, mirip meditasi namun dengan sentuhan alami.

3. Manfaat psikologis yang terbukti

Ilustrasi tips berdamai dengan pilihan hidup yang sudah terjadi. (Pinterest/Angie M)
Ilustrasi tips berdamai dengan pilihan hidup yang sudah terjadi. (Pinterest/Angie M)

Self-healing lewat alam terbukti membantu menurunkan kecemasan, depresi ringan, dan kelelahan emosional. Ketika kita berada jauh dari kebisingan kota, otak mendapat kesempatan untuk “reset” dan menata kembali emosi. Banyak orang merasakan peningkatan suasana hati hanya dengan berjalan 20 menit di taman hijau.

Selain menenangkan, alam juga memunculkan rasa kagum dan syukur. Panorama gunung, langit berbintang, atau ombak laut mengingatkan kita bahwa dunia lebih luas daripada masalah pribadi. Perasaan ini menumbuhkan perspektif baru, membuat beban hidup terasa lebih ringan.

4. Tantangan dan batasan

Ilustrasi tips menolak undangan dengan gaya elegan dan tanpa drama. (Pinterest/Puppy Dog Stars)
Ilustrasi tips menolak undangan dengan gaya elegan dan tanpa drama. (Pinterest/Puppy Dog Stars)

Meski terdengar ideal, tidak semua orang mudah meluangkan waktu ke alam. Jadwal kerja yang padat, akses transportasi yang terbatas, atau biaya perjalanan bisa menjadi hambatan. Bagi sebagian orang, liburan ke alam hanya bisa dilakukan sesekali, bukan setiap akhir pekan.

Selain itu, muncul kekhawatiran soal kerusakan lingkungan akibat kunjungan massal. Sampah, vandalisme, dan eksploitasi wisata bisa mengurangi kualitas alam itu sendiri. Karena itu, penting untuk menggabungkan self-healing dengan prinsip wisata berkelanjutan, seperti membawa pulang sampah dan menjaga kelestarian tempat yang dikunjungi.

5. Cara memulai self-healing lewat alam

Ilustrasi fenomena tren cuti tanpa mengunggah apa pun ke media sosial. (pexels.com/Vincent Nestyapradhana)
Ilustrasi fenomena tren cuti tanpa mengunggah apa pun ke media sosial. (pexels.com/Vincent Nestyapradhana)

Bagi pemula, self-healing lewat alam tak harus berarti mendaki gunung tinggi. Jalan santai di taman kota, bersepeda di jalur hijau, atau piknik di kebun botani bisa menjadi langkah awal yang efektif. Kuncinya adalah kehadiran penuh, menikmati suara burung, merasakan angin, dan mengamati detail yang sering terlewat.

Jika memungkinkan, cobalah pengalaman yang lebih mendalam seperti camping semalam atau forest bathing. Bawa jurnal untuk mencatat perasaan dan refleksi selama perjalanan. Dengan cara ini, alam bukan hanya menjadi latar, tetapi sahabat yang membantu proses penyembuhan batin secara berkelanjutan.

Melihat semakin banyaknya komunitas pecinta alam dan wisata berbasis ekologi, tren ini diprediksi terus tumbuh. Banyak penyedia wisata mulai menawarkan paket “healing trip” dengan aktivitas meditasi, yoga, atau terapi suara di alam terbuka. Pemerintah daerah pun mendorong ekowisata untuk menggabungkan pemulihan mental dan pelestarian lingkungan.

Pada akhirnya, self-healing lewat alam bukan sekadar tren sementara, tetapi panggilan kembali ke akar kemanusiaan. Di tengah dunia yang serba cepat, alam mengingatkan kita untuk melambat, bernapas, dan menemukan kembali keseimbangan yang hilang.

Itulah pembahasan fenomena tren self-healing lewat alam yang kembali digemari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us

Latest Life NTB

See More

[Quiz] Pilih Makanan dan Suasana Favoritmu di Lombok, Yuk Tebak Kepribadianmu!

20 Okt 2025, 21:02 WIBLife