5 Alasan Universitas di Luar Negeri Masih Menggunakan Papan Kapur

Di era digital saat ini, di mana teknologi seperti proyektor, tablet, dan papan interaktif semakin merajalela di ruang kelas, ternyata masih banyak universitas bergengsi di luar negeri. Termasuk di Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman yang memilih bertahan dengan metode pengajaran tradisional, yaitu papan kapur.
Di balik kesan kuno, penggunaan papan kapur justru dianggap sebagai salah satu metode paling efektif dalam proses pembelajaran. Bukan karena keterbatasan teknologi, tapi karena ada nilai pedagogis dan praktis yang sulit tergantikan.
Beberapa profesor dan dosen di institusi ternama seperti MIT dan Kyoto University secara sadar mempertahankan cara ini karena dirasa mampu meningkatkan interaksi, konsentrasi, dan kejelasan dalam menyampaikan materi.
Berikut 5 alasan mengapa papan kapur tetap bertahan di ruang-ruang kelas universitas top dunia.
1. Membantu dosen mengajar dengan ritme yang lebih lambat dan terstruktur
Strauss, dalam makalahnya yang berjudul Why some professors still prefer chalkboards to PowerPoint, menjelaskan bahwa menulis di papan kapur secara alami memperlambat kecepatan pengajaran, memberi waktu bagi mahasiswa untuk mencerna informasi secara bertahap. Ini berbeda dengan slide presentasi digital yang seringkali terlalu cepat dan padat informasi.
Sejalan dengan itu, Felder dan Silverman dalam penelitiannya yang berjudul Learning and teaching styles in engineering education, menyatakan dengan ritme yang lebih lambat, mahasiswa juga memiliki waktu yang cukup untuk mencatat, bertanya, dan memahami setiap langkah logika yang dituliskan dosen. Proses ini mendukung pembelajaran aktif dan mendorong keterlibatan intelektual yang lebih dalam.
2. Meningkatkan interaksi dan fokus mahasiswa
Papan kapur membuat dosen lebih sering menghadap ke mahasiswa karena harus bergerak di depan kelas. Hal ini secara tidak langsung menciptakan suasana interaktif yang lebih intens dan menghindari dominasi layar atau visual digital yang bisa mengalihkan perhatian, ucap Turkle, dalam bukunya yang berjudul Reclaiming Conversation: The Power of Talk in a Digital Age.
Selain itu, suara gesekan kapur dan kehadiran fisik dosen di depan papan juga menciptakan stimulus auditif dan visual yang membantu menjaga fokus mahasiswa lebih lama. Ini membuat ruang kelas terasa lebih hidup dan personal.
3. Lebih fleksibel untuk penjelasan spontan dan ilustrasi kompleks
Kaiser, dalam makalahnya yang berjudul Physics and Chalkboards: Teaching in the Digital Age, mengatakan papan kapur memungkinkan dosen untuk menulis, menghapus, dan menggambar secara spontan sesuai kebutuhan. Ini sangat berguna untuk mata kuliah seperti matematika, fisika, atau filsafat yang sering membutuhkan ilustrasi atau penurunan rumus secara bertahap.
Berbeda dengan slide yang sifatnya statis, papan kapur memberi ruang untuk eksplorasi ide secara langsung, membentuk alur berpikir yang alami dan logis. Hal ini sering kali lebih mudah dipahami oleh mahasiswa dibanding slide yang penuh teks atau diagram siap pakai.
4. Minim gangguan teknis dan biaya perawatan rendah
Berbeda dengan teknologi digital yang rentan terhadap gangguan teknis seperti koneksi internet, error software, atau kerusakan proyektor, papan kapur bekerja tanpa listrik dan nyaris tanpa biaya perawatan, ucap Wieman, dalam bukunya Improving how universities teach science: Lessons from the Science Education Initiative.
Sifatnya yang sederhana dan bisa diandalkan membuatnya tetap menjadi pilihan favorit di beberapa universitas, terutama dalam kelas besar atau sesi yang menuntut kelancaran tanpa jeda teknis.
5. Memiliki nilai historis dan budaya akademik yang kuat
Beberapa universitas mempertahankan papan kapur sebagai bagian dari identitas dan tradisi akademik. Oleson dan Hora dalam jurnalnya Teaching the way they were taught? Revisiting the sources of teaching knowledge and the role of prior experience in shaping faculty teaching practices, mengatakan banyak ruang kuliah klasik yang dirancang khusus dengan papan kapur besar sebagai pusat pembelajaran, menciptakan atmosfer yang khas dan inspiratif.
Dosen dan mahasiswa di lingkungan seperti ini sering merasakan ikatan emosional dan intelektual yang lebih dalam terhadap proses belajar mengajar. Papan kapur menjadi simbol kontinuitas pengetahuan lintas generasi.
Nah itulah 5 alasan mengapa papan kapur tetap bertahan di ruang-ruang kelas universitas top dunia.