Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Jangan Menjadikan Seseorang sebagai 'Trauma Dump' Kamu

ilustrasi trauma dump (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)
ilustrasi trauma dump (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)

Menjalani kehidupan ini tentu penuh dengan tantangan dan berbagai pengalaman, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Setiap orang pasti pernah mengalami masa-masa sulit yang meninggalkan bekas luka di hati dan pikiran.

Saat menghadapi trauma, wajar jika kamu merasa butuh seseorang untuk berbagi cerita dan beban. Namun, penting untuk memahami bahwa menjadikan seseorang sebagai tempat pembuangan semua trauma bukanlah solusi yang sehat, baik bagi dirimu sendiri maupun orang lain.

Menggunakan seseorang sebagai tempat pembuangan trauma, atau trauma dumping, dapat memberikan dampak negatif yang tidak terduga. Meskipun mungkin terasa melegakan bagi kamu, ada berbagai alasan mengapa hal ini harus dihindari.

Berikut ini adalah lima alasan mengapa kamu sebaiknya tidak menjadikan seseorang sebagai trauma dump.

1. Beban emosional yang berlebihan

ilustrasi trauma dump (pexels.com/Laura Tancredi)
ilustrasi trauma dump (pexels.com/Laura Tancredi)

Ketika kamu menjadikan seseorang sebagai trauma dump, kamu mungkin tidak menyadari bahwa kamu memberikan beban emosional yang berlebihan pada orang tersebut. Setiap kali kamu mencurahkan perasaan dan pengalaman traumatismu, kamu secara tidak langsung memindahkan sebagian dari beban itu kepada mereka.

Meskipun mereka mungkin ingin membantu, menerima beban emosional yang berat secara terus-menerus dapat menjadi sangat melelahkan dan merugikan bagi mereka.

Orang yang kamu curhati mungkin tidak memiliki kapasitas emosional yang cukup untuk menampung semua cerita dan rasa sakitmu. Hal ini bisa menyebabkan mereka merasa kewalahan dan stres.

Oleh karena itu, penting untuk mencari cara lain untuk mengelola trauma dan tidak sepenuhnya mengandalkan satu orang untuk menjadi tempat pembuangan semua perasaan negatifmu.

2. Mengganggu kesehatan mental orang lain

ilustrasi mengganggu kesehatan mental (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi mengganggu kesehatan mental (pexels.com/Alex Green)

Selain menjadi beban emosional, trauma dumping juga bisa mengganggu kesehatan mental orang yang kamu curhati. Mendengarkan cerita-cerita traumatis secara terus-menerus bisa mempengaruhi kesejahteraan mental mereka.

Mereka mungkin mulai merasa cemas, depresi, atau bahkan mengalami trauma sekunder akibat mendengarkan pengalaman-pengalaman burukmu.

Hal ini dapat berdampak buruk pada hubungan kamu dengan orang tersebut. Mereka mungkin mulai menghindarimu atau merasa tidak nyaman setiap kali kamu ingin berbicara. Akibatnya, hubungan yang seharusnya bisa menjadi sumber dukungan justru berubah menjadi beban dan bisa merenggang.

3. Mencegah untuk mencari bantuan profesional

ilustrasi bantuan profesional (pexels.com/Timur Weber)
ilustrasi bantuan profesional (pexels.com/Timur Weber)

Mengandalkan seseorang sebagai trauma dump bisa mencegah kamu untuk mencari bantuan profesional yang sebenarnya kamu butuhkan. Terapi dengan seorang profesional yang terlatih adalah cara yang lebih efektif untuk mengatasi trauma dan mendapatkan strategi coping yang tepat.

Terapis memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membantu kamu menghadapi dan mengelola trauma secara sehat dan konstruktif.

Jika kamu terus-menerus mengandalkan teman atau keluarga untuk menjadi tempat curhat, kamu mungkin merasa bahwa kamu sudah cukup mendapatkan dukungan. Padahal yang sebenarnya kamu butuhkan adalah bantuan dari seorang profesional.

Ini bisa memperlambat proses pemulihanmu dan membuatmu terjebak dalam lingkaran trauma yang tidak berujung. Sebab, keluarga atau teman yang tidak memiliki background pendidikan atau keahlian yang terlatih di bidang ini tidak bisa terus menerus kamu jadikan pegangan.

4. Merusak hubungan dengan orang lain

ilustrasi trauma dump (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi trauma dump (pexels.com/cottonbro studio)

Trauma dumping bisa merusak hubunganmu dengan orang yang kamu jadikan tempat curhat. Mereka mungkin merasa bahwa hubungan kalian menjadi tidak seimbang.

Di mana kamu selalu berbicara tentang masalahmu, sementara mereka tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbicara tentang diri mereka sendiri. Hal ini bisa menyebabkan rasa frustrasi dan kebencian yang akhirnya merusak hubungan.

Selain itu, jika orang tersebut merasa terbebani dengan semua cerita traumatismu, mereka mungkin akan mulai menjaga jarak darimu. Ini bisa membuatmu merasa semakin terisolasi dan kesepian, yang justru bisa memperburuk kondisi emosionalmu.

Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan dan tidak selalu membebani orang lain dengan masalahmu.

5. Mengabaikan kebutuhan diri sendiri

ilustrasi trauma dump (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi trauma dump (pexels.com/cottonbro studio)

Ketika kamu terlalu fokus pada trauma dumping, kamu mungkin mengabaikan kebutuhan diri sendiri untuk benar-benar mengatasi dan menyembuhkan trauma. Mengatasi trauma memerlukan usaha dan komitmen yang serius, termasuk mencari bantuan profesional, melakukan self-care, dan mengembangkan strategi coping yang sehat.

Jika kamu hanya mengandalkan orang lain sebagai tempat pembuangan trauma, kamu mungkin tidak akan pernah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk benar-benar pulih.

Mengatasi trauma adalah perjalanan pribadi yang membutuhkan perhatian dan dedikasi. Dengan mengabaikan kebutuhan diri sendiri dan hanya bergantung pada orang lain, kamu tidak memberikan dirimu kesempatan untuk tumbuh dan belajar dari pengalaman tersebut.

Oleh karena itu, penting untuk menemukan cara yang sehat dan konstruktif untuk mengelola trauma, sehingga kamu bisa melanjutkan hidup dengan lebih baik.

Mengelola trauma adalah proses yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang hati-hati. Meskipun penting untuk memiliki dukungan dari orang-orang terdekat, menjadikan seseorang sebagai trauma dump bukanlah solusi yang tepat.

Sebaiknya, segera cari bantuan profesional yang memang ahli dan terlatih untuk membantu kamu dalam melewati pemulihan pasca trauma atau hal-hal yang kaitannya dengan kondisi yang tengah kamu rasakan. So, jangan terus menerus menjadikan seseorang sebagai “pembuangan” dari semua trauma-trauma yang kamu rasakan, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us