Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Hakikat Puasa Ramadan Menurut Imam Al-Ghazali

Ilustrasi hakikat puasa Ramadan menurut Imam al-Ghazali. (Pinterest/Al Jazayiri)

Imam al-Ghazali atau Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i adalah seorang filsuf dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad pertengahan. Imam Al-Ghazali membagi lima hakikat puasa bagi orang khusus atau shaum al-khusus yang patut kamu cermati dan teladani dengan baik agar kualitas puasamu mencapai derajat yang tinggi atau al-darajat al-‘ula.

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, al-Ghazali mendefinisikan puasa khusus sebagai puasa yang dilakukan oleh seorang yang shalih di mana ia mempuasakan seluruh anggota badannya secara sempurna. Mempuasakan diri di sini adalah menahan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang dibenci oleh Allah SWT walaupun secuil.

Berikut 5 hakikat puasa Ramadan menurut Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin.

1. Menahan pandangan dari apa yang dibenci oleh Allah SWT

Ilustrasi hakikat puasa Ramadan menurut Imam al-Ghazali. (Pinterest/@ar_t)

Hakikat puasa Ramadan yang pertama adalah menahan pandangan dari apa yang dibenci oleh-Nya atau yang dapat membimbangkan dan melalaikan hati dari mengingat kepada-Nya.

Rasulullah SAW bersabda, “Pandangan merupakan panah beracun milik iblis la’natullah. Maka barang siapa yang menjaga pandangannya, karena takut kepada Allah semata, niscaya Dia akan memberikan keimanan yang manis yang berasal dari dalam hatinya”.

Diriwayatkan dari Jabir dari Anas dari Rasulullah SAW bersabda, “Ada lima hal yang dapat membatalkan puasa, yaitu berbohong, ghibah, mengadu domba, sumpah palsu dan memandang dengan pandangan penuh syahwat birahi.”

2. Menjaga lisan dari perkataan yang tidak berfaedah

Ilustrasi tanda orang yang merindukan bulan Ramadan. (Pinterest/The Muslim Vibe)

Menurut al-Ghazali, hakikat puasa Ramadan selanjutnya adalah menjaga lisan dari perkataan sia-sia, berdusta, menggunjing, memfitnah, berkata kotor dan kasar, serta menebar permusuhan. Lebih banyak berdiam diri, memperbanyak dzikir dan membaca Al-Qur'an.

Inilah puasa lisan atau shaum al-lisan. Sederhananya, puasa Ramadan mengisyaratkan kepada kita untuk menjaga kalam dari perkataan yang buruk, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (al-imsak ‘an al-kalam) sebagaimana disampaikan al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib-nya.

3. Menjaga pendengaran dari segala sesuatu yang tidak terpuji

Ilustrasi manfaat puasa untuk kesehatan yang wajib kamu ketahui. (Pinterest/Arzu Gul)

Hakikat puasa Ramadan yang ketiga adalah menjaga pendengaran dari segala sesuatu yang tidak terpuji. Menjaga pendengaran dari segala sesuatu yang dibenci oleh Allah karena sesungguhnya segala sesuatu yang dilarang untuk diucapkan berlaku pula untuk didengarkan.

Dalam hukum Allah, mendengar yang haram sama dengan memakan yang haram, seperti yang difirmankan-Nya, “Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tidak halal”. (QS al-Maidah, ayat 42).

Karenanya, orang yang berniat puasanya agar bernilai khusus, seyogyanya berdiam diri dan menjauhkan diri dari bergunjing. Allah SWT berfirman, “Jika engkau tetap duduk bersama mereka, sungguh engkaupun seperti mereka jua”. (QS al-Nisa, ayat 140).

Hal ini diperkuat dengan hadis Nabi SAW, “Yang mengumpat dan pendengarnya, keduanya berserikat dalam dosa”. (HR al-Trimidzi)

4. Menjaga kesucian setiap anggota badan dari sesuatu yang syubhat

Ilustrasi hakikat puasa Ramadan menurut Imam al-Ghazali. (Pinterest/Al Jazayiri)

Hakikat puasa Ramadan menurut al-Ghazali yang selanjutnya adalah menjaga kesucian setiap anggota badan dari sesuatu yang syubhat atau tidak jelas apakah itu haram atau halal. Menjaga kesucian setiap anggota badan baik itu tangan, kaki, perut, dll dari perkara yang syubhat, terlebih yang haram.

Misalnya, mencukupkan diri dari makanan yang halal saja dan meninggalkan yang haram. Puasa menjadi tidak bernilai apa-apa jika menahan diri memakan yang halal namun tatkala berbuka dengan makanan yang haram-haram.

Rasulullah SAW bersabda, “Berapa banyak orang yang berpuasa namun mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan rasa lapar dan dahaga”. (HR al-Nasa’i dan Ibn Majah)

Puasa juga berarti menjaga seluruh anggota badan baik lahiriyah maupn batiniyah dari segala sesuatu yang tidak bermanfaat.

5. Tidak memakan makanan yang berlebihan

Ilustrasi menu wajib untuk berbuka puasa di berbagai negara. (Pinterest/Creative Market)

Yang terahir adalah tidak memakan makanan yang berlebihan. Tidak memperbanyak makanan yang berlebihan ketika berbuka. Sebab tidak ada sesuatu yang lebih dibenci Allah SWT selain perut yang disesaki dengan makanan halal. Di antara manfaat puasa adalah mengalahkan setan dan menaklukkan syahwat.

Bagaimana semuanya itu akan tercapai, apabila jika berbuka, perut kita diisi makanan secara berlebihan. Benar ia berpuasa tidak makan dan minum, namun ketika berbuka ia menjejali perutnya dengan segudang makanan. Tentu ini tidak baik, maka berpuasalah secara “benar” dan berbukalah juga secara “benar”.

Benar di sini bermakna tidak hanya benar lahiriyah, namun secara batiniyah juga. Dalam konteks memakan makanan yang berlebihan, secara lahiriyah puasanya tetap sah, akan tetapi secara hakikat sesungguhnya ia tidak melakukan intisari dari puasa itu yaitu menahan (al-imsak).

Demikian 5 hakikat puasa Ramadan menurut Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hirpan Rosidi, S.Psi
EditorHirpan Rosidi, S.Psi
Follow Us