Sejak kecil, banyak pria diajarkan untuk menahan air mata dan menyembunyikan rasa sakit. Ungkapan seperti “laki-laki harus kuat” atau “jangan cengeng, kamu kan cowok” terdengar biasa, bahkan dianggap membentuk karakter. Namun di balik norma sosial itu, banyak pria yang tumbuh dengan luka emosional tersembunyi, tidak pernah diberi ruang untuk merasa rentan, apalagi menangis.
Budaya maskulinitas yang kaku tidak hanya mematikan ekspresi emosional pria, tapi juga menciptakan penderitaan dalam diam, silent suffering. Mereka belajar menekan perasaan, memikul beban sendiri, dan terus berjalan meski hancur di dalam.
Berikut 5 dampak psikologis dari larangan tidak tertulis terhadap pria untuk menangis, dan bagaimana hal ini bisa membentuk krisis kesehatan mental yang tidak terlihat.