Merindukan Suasana Ramadan di Kampung Halaman

Cerita Ramadan seorang perempuan yang sudah menikah

Ramadan merupakan bulan penuh berkah yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim di dunia. Banyak kisah berkesan pada setiap kali Ramadan datang. Bagi saya, Ramadan adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak ibadah dan memperbanyak waktu bersama keluarga.

Ramadan pada lima tahun terakhir ini terasa berbeda bagi saya. Sebelumnya, saya adalah anak kos yang tinggal sendiri di kota orang. Saya biasanya berbuka puasa sendiri dan hanya menyiapkan sahur untuk diri saya sendiri. Namun kini tidak lagi. Saya merasa Ramadan dalam lima tahun ini terasa lebih ramai.

Lima tahun lalu saya menikah. Saya sudah memiliki dua anak yang manis dalam lima tahun pernikahan itu. Sejak menikah, Ramadan saya terasa jauh berbeda. Percaya atau tidak, meski terlihat melelahkan, tapi menyiapkan hidangan untuk berbuka puasa adalah sebuah kebahagiaan bagi saya.

Saya merasa senang ketika hidangan yang saya masak dinikmati oleh keluarga. Dibandingkan saat masih berbuka puasa sendiri, saya merasa berbuka puasa dengan keluarga benar-benar bermakna. Kami bisa mengobrol dan membahas berbagai hal saat duduk bersama menyantap takjil. Yang lebih enak lagi, salat tarawih berjemaah bisa di rumah bersama suami, hehehe.

Merindukan Suasana Ramadan di Kampung Halamanilustrasi seseorang berbuka puasa (pexels.com/@onbab/)

Pada umumnya, Ramadan kali ini gak jauh berbeda dengan Ramadan sebelumnya. Bagi perempuan yang sudah menikah seperti saya, terkadang kami merindukan suasana Ramadan di kampung halaman. Bertemu teman-teman, nongkrong di teras rumah sambil menunggu azan Magrib dan berbuka puasa bersama keluarga besar.

Beberapa hal itu sudah sulit untuk saya lakukan saat ini. Pertama, teman-teman saya sudah menikah dan punya kesibukan masing-masing. Sulit bagi kami untuk mengatur waktu bertemu. Kedua, saya tinggal di wilayah perkotaan di mana setiap penghuni rumah tidak terlalu akrab untuk nongkrong menunggu azan Magrib. Ketiga, saya tinggal di wilayah yang cukup jauh dari kampung halaman saya.

Sebenarnya, jauh sebelum menikah, saya memang sudah jarang pulang kampung. Semenjak kuliah tahun 2011 silam, saya menetap di Kota Mataram. Begitu lulus kuliah tahun 2015, saya bekerja di kota ini. Sebenarnya saya sudah bekerja sejak masih kuliah. Hal ini pula yang membuat saya jarang pulang kampung meski libur kuliah.

Merindukan Suasana Ramadan di Kampung HalamanSembalun Lawang, Lombok Timur (unsplash.com/bangkoes)

Jika dihitung-hitung, sudah 13 tahun saya tidak merasakan vibes Ramadan di kampung halaman saya. Saat ini pun saya masih merindukan suasana itu. Saya juga merindukan masa-masa ngabuburit bersama teman-teman sebaya saya waktu itu.

Saya juga merindukan rasa cilok yang dijual di dekat masjid. Saya dan teman-teman biasanya membeli cilok itu saat pulang tarawih. Kami biasanya berebutan untuk mendapatkan cilok dengan varian yang best seller alias yang paling maknyus.

Meski tidak lagi merasakan kehangatan Ramadan bersama teman-teman di kampung, namun kini saya merasakan kehangatan bersama keluarga kecil saya di kota ini. Saya berharap teman-teman saya juga merasakan kehangatan yang sama.

Baca Juga: Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru Nusantara

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya