[OPINI] Musik Kecimol dengan Tarian Erotis, Haruskah Dibubarkan?

Lombok dengan kehidupan bermasyarakatnya lekat dengan seni dan budaya. Tata cara keberlangsungan hidup terus berdampingan dengan unsur seni dan budaya, salah satunya dalam prosesi adat pernikahan yang dikenal dengan Nyongkolan.
Dalam penyajiannya, tradisi Nyongkolan yang merupakan media sosialisasi masyarakat tentang telah berlangsungnya pernikahan dua sejoli. Tradisi ini melibatkan unsur kesenian, yakni seni musik dan tari. Kesenian ini fungsinya sebagai pengiring dan hiburan, karena prosesi Nyongkolan dilaksanakan seperti pawai dari rumah mempelai laki-laki menuju rumah mempelai perempuan. Biasanya diiringi dengan musik, seperti Gendang Beleq atau Kecimol.
Pada perjalanannya, banyak hal yang berubah tentang iring-iringan musik ini. Terutama pada musik Kecimol. Belakangan terjadi polemik karena pertunjukan musik Kecimol saat Nyongkolan dinilai tidak sesuai dengan tradisi dan budaya. Hal ini karena biasanya pada pertunjukan Kecimol, ada penari yang mempertontonkan adegan erotis yang dianggap tidak sesuai dengan budaya masyarakat setempat.
Meski Kecimol membuat penontonnya terhibur, namun ini mendatangkan respons yang beragam. Berikut adalah opini Jien Raharja selaku musisi dan akademisi di Lombok yang membahas tentang musik Kecimol.