Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru Nusantara

Sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu

Nuzulul Quran merupakan peristiwa turunnya Alquran untuk pertama kalinya kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Peringatan Nuzulul Quran biasanya dilakukan setiap tanggal 17 Ramadan. Pada Ramadan tahun ini akan diperingati pada 29 Maret 2024.

Nuzulul Quran diperingati karena merupakan hal yang sangat penting bagi umat muslim di dunia. Firman Allah SWT ini diberikan sebagai mukjizat Nabi Muhammad yang diturunkan secara berangsur-angsur atau dalam beberapa tahap.

Dalam Alquran disebutkan bahwa Alquran diturunkan pada malam Lailatulkadar. Bagi umat muslim, malam Lailatulkadar merupakan malam yang penuh kemuliaan.

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada 1000 bulan." (QS Al-Qadr : 1-3)

Imam Ibnu Katsir dalam salah satu karyanya menyebutkan bahwa Alquran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan malam Senin pada tanggal 17 Ramadan. Hal inilah yang menjadi dasar umat muslim memperingati Nuzulul Quran pada bulan Ramadan.

Banyak cara memperingati hari bersejarah bagi umat muslim tersebut. Terdapat berbagai tradisi dan kebiasaan yang dilakukan oleh umat muslim di Indonesia. Tradisi tersebut sudah dilakukan sejak lama dan masih dilakukan hingga saat ini.

Pada umumnya, peringatan Nuzulul Quran merupakan wujud syukur terhadap turunnya Alquran yang diyakini menjadi penerang bagi umat muslim di dunia. Sejumlah masyarakat menyambut peringatan Nuzulul Quran dengan penuh suka cita dan dengan memperbanyak ibadah.

Berikut beberapa tradisi yang dilakukan oleh umat muslim di penjuru Nusantara untuk  menyambut peringatan Nuzulul Quran.

1. Maleman di Jatim, Bali dan NTB

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraBudayawan Lombok Timur, Muhir. (Dok.Istimewa)

Tradisi Maleman merupakan salah satu tradisi yang populer dalam menyambut peringatan Nuzulul Quran. Maleman dilakukan di sejumlah daerah, seperti di Provinsi Jawa Timur (Jatim), Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Meski memiliki nama yang sama, namun tradisi Maleman di tiga daerah itu dilakukan dengan cara berbeda. Misalnya di Madura (Jatim), Maleman dilakukan dengan membuat kue sejenis serabi dan dibagikan ke lingkungan sekitar. Hal ini dimaknai sebagai rasa syukur dan wujud menyambung tali silaturahmi.

Berbeda dengan Jatim, umat muslim di Bali melakukan tradisi Maleman dengan membuat tumpeng yang dibawa ke masjid atau musala setempat bersamaan dengan Salat Tarawih. Mereka kemudian berdoa bersama setelah Salat Tarawih dan dilanjutkan makan bersama.

“Karena mayoritas warga muslim kampung Jawa atau Wanasari adalah warga Madura, maka tradisi malam Nuzulul Quran menamakannya atau menyebutnya Maleman,” ungkap M Muhyiddin Syamsuddin, warga yang tinggal di kampung muslim Wanasari.

Sementara itu. Maleman di tengah masyarakat Lombok juga dilakukan dengan membakar dile jojor (semacam obor kecil). Bahan untuk membuat dile jojor tidak sembarangan, tetapi menggunakan buah nyamplung yang dicampur dengan kapas.

"Kenapa menggunakan buah pohon nyamplung? Karena nyamplung merupakan pohon yang urat-uratnya berkaitan satu dengan lainnya," kata Ketua Majelis Adat Sasak (MAS) Lalu Sajim Sastrawan.

Dile jojor ini dipasang di masing-masing rumah sebelum berangkat salat tarawih ke musala dan masjid pada malam ganjil 10 hari terakhir di bulan Ramadan. Selain itu, terdapat beberapa wilayah di NTB yang sudah mengganti dile jojor menggunakan lampu hias.

Di Desa Denggen Timur, Kecamatan Selong, Lombok Timur ritual Maleman tetap dilakukan. Tetapi tidak lagi menggunakan dile jojor, melainkan digantikan dengan lampu minyak dari botol bekas dan lampu hias. 

 "Tetap dijalankan, tetapi diganti pakai lampu minyak menggunakan botol bekas atau lampu hias, dile jojor sudah sulit untuk dicari atau dibuat," kata Kepala Desa Denggen Timur, Jamaluddin.

Baca Juga: Maleman, Tradisi Masyarakat Lombok Menyambut Peringatan Nuzulul Quran

Baca Juga: Tak Semua Muslim di Denpasar Memperingati Nuzulul Qur'an

2. Malam Pitu Likukh di Lampung

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraPotret tradisi malam Pitu Likukh sambut Nuzulul Quran di Kecamatan Ngaras, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung (instagram/keratonmargangaras)

Di Provinsi Lampung, peringatan Nuzulul Quran dilakukan dengan cukup beragam.  Di Kecamatan Ngaras, Kabupaten Pesisir Barat, malam Nuzulul Quran juga diberi nama Malam Pitu Likukh dan menjadi tradisi wajib bagi masyarakat adat Lampung Pesisir.

Menurut salah satu warga Kecamatan Ngaras, Wahyu Hidayah, di malam Pitu Likukh ini masyarakat setempat melakukan tradisi Memaleman atau menancapkan obor besar. Ini terdiri dari susunan batok kelapa setinggi satu sampai tiga meter di setiap rumah.

Selain itu, masyarakat juga menyiapkan hidangan untuk dibawa ke masjid. Lalu, dua hari setelahnya, dilanjutkan dengan tradisi pawai obor serta dimeriahkan dengan mobil hias dan peserta muli mekhanai perwakilan setiap pekon di daerah tersebut. 

"Jadi semua warga desa, mulai dari sore hari itu mengantar ratusan pahar (alat tempat seserahan hidangan) ke masjid dan disusun rapi. Nanti malamnya baru doa bersama dan lanjut makan bersama," kata mahasiswa Universitas Lampung tersebut.

Budayawan Lampung Udo Z Karzi menceritakan pengalamannya mengikuti tradisi pawai obor di kampung halamannya, Liwa sekitar 30 tahun lalu yang diadakan setiap malam 27 Ramadan. Masyarakat menyebutnya dalam Bahasa Lampung yakni Malaman Pitu Likukh.  

Menurutnya, tradisi sudah ada sejak masuknya Islam ke Lampung Barat itu diikuti seluruh masyarakat dari kalangan tua maupun muda dan dibentuk susunan panitia untuk mengoordinir berjalannya tradisi sakral tersebut.

“Biasanya siang-siang anak-anak muda dan orang tua menyiapkan 5 sampai 7 obor dari bambu untuk dinyalakan saat petang atau setelah Magrib. Obor-obor itu ada yang dipasang di pagar atau pintu masuk rumah. Lalu malam harinya anak-anak muda melakukan pawai obor keliling sambil menyanyikan syair seperti pantun berbahasa Lampung.  Selain obor, masyarakat juga menyusun batok kelapa dan dibakar sampai atas. Jadi sangat terang kalau malam 27 itu,” ceritanya.

Udo mengatakan, masyarakat memaknai tradisi tersebut sebagai pengingat turunnya Alquran pertama kali dan sebagai kitab yang memberikan penerangan bagi umat Islam. Sehingga, masyarakat menyalakan obor dan batok kelapa sebagai simbol cahaya serta menyambutnya dengan penuh kegembiraan.

Baca Juga: Menilik Tradisi Malam Nuzulul Quran dari Kacamata Budaya dan Agama

3. Keriang Bandong di Kalimantan Barat

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraKeriang Bandong (Genpi Kalbar)

Kata keriang diambil dari sejenis hewan serangga yang menyukai cahaya. Sedangkan kata bandong diambil dari kata berbondong-bondong karena kebiasaan keriang yang selalu datang berbondong-bondong mendatangi pusat cahaya.

Keriang Bandong sendiri merupakan tradisi unik, yakni memasang ribuan lampu berbahan bakar minyak tanah dengan sumbu di atas wadah berupa batang bambu. Keriang Bandong masih menghiasi sudut jalan di beberapa daerah di Pontianak, bahkan Kabupaten Kubu Raya.

Salah satu warga yang rutin membuat Keriang Bandong, Saiful menyebutkan bahwa tradisi membuat keriang bandong selain menyemarakkan bulan suci Ramadan, ini juga mengasah kreativitas anak muda.

Keriang Bandong biasanya dipasang pada malam selikuran atau malam ke-21 bulan Ramadan, hingga malam ke 29 Ramadan. Jumlah Keriang Bandong yang dipasang tidak sedikit, bisa mencapai ratusan hingga ribuan lampu. Cahaya-cahaya lampu minyak tanah ini menjadi semarak di saat warga muslim menanti berkah di malam ganjil di bulan Ramadan.

Keriang Bandong Pontianak tampaknya mulai sulit ditemukan, biasanya dapat dilihat di setiap sudut jalan atau halaman rumah warga, namun saat ini sudah sangat jarang ditemukan.

Saiful mengatakan, tradisi keriang bandong semakin ditinggalkan karena warga beralih dengan lampu-lampu hias yang lebih praktis dan modern.

“Memang ini tampak mulai ditinggalkan karena orang-orang sekarang banyak beralih ke lampu-lampu hias yang lebih praktis,” ucapnya.

Terlebih harga minyak tanah dan penjualannya sudah semakin jarang ditemukan di Pontianak. Masih ada sedikit kelompok warga yang tetap mempertahankan tradisi Keriang Bandong ini.

Baca Juga: Keriang Bandong Tradisi Sambut Lailatul Qadar yang Mulai Dilupakan

4. Sorban Berjalan dan khatam Alquran raksasa di Jatim

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraAlquran raksasa. (YouTube Semangat Banyuwangi)

Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Muslim di Tengger, lereng Gunung Bromo, Probolinggo, Jawa Timur. Sorban Berjalan diadakan untuk menyambut malam Nuzulul Quran. Tradisi ini diikuti dengan kegiatan buka bersama dan siraman rohani.

Sesuai dengan sebutannya, tradisi ini dilakukan dengan mengarak keliling sorban sakral warisan leluhur setempat. Tiap orang yang dilewati sorban itu harus menaruh uang sumbangan di atas sorban dengan nominal seikhlasnya. Hasil sumbangan akan dibagikan ke fakir miskin dan yatim piatu.

Sementara itu, di Masjid Agung Baiturrahman (MAB) Banyuwangi, Jawa Timur, ada tradisi tadarus unik yang dilakukan setiap menyambut datangnya Nuzulul Quran. Yang membedakan tadarus di sini dengan tempat lain adalah ukuran Alquran yang digunakan, yaitu menggunakan Alquran raksasa.

Disebut Alquran raksasa sebab ukurannya sebesar 150 cm x 200 cm. Tadarus akan dilantunkan selepas tarawih sampai tengah malam. Qari (pembaca Quran) tak perlu repot membolak balik kertas karena sudah ada petugas khusus yang akan membalikkan kertasnya, dinamakan pengeblat.

Baca Juga: 4 Tradisi Unik Menyambut Nuzulul Quran di Jawa Timur

5. Kuah Beulangong di Sumatera Utara

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraSuasana di Aceh Sepakat sedang mempersiapkan menu buka puasa bersama (IDN Times/Indah Permata Sari)

Sejumlah warga di Aceh, Sumatera Utara biasanya menggelar kenduri (syukuran) dengan memasak beberapa belanga kuah kari atau disebut kuah beulangong. Kegiatan ini dilakukan sebagai wujud syukur serta untuk mempererat tali silaturahmi.

Suriadin Noernikmat, yang merupakan tokoh masyarakat Aceh sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Umum Dewan Musapat Aceh Sepakat Sumatra Utara menjelaskan bahwa kuah beulangong khas Aceh masih tetap disajikan setiap momen bulan suci Ramadan hingga malam Nuzulul Quran.

Persiapan masak sudah dilakukan warga sejak malam atau usai Salat Tarawih. Setiap warga dilibatkan untuk saling membantu sebagai bentuk kebersamaan.

“Setelah salat isya menjelang salat tarawih akan ada ceramah atau tausiyah, lalu ada pembacaan tadarus,” ucapnya.

Sejak hari ke-5 Ramadan, sajian khas Aceh ini sudah tersaji dan masih berlangsung hingga menjelang 3 hari Idul Fitri, dengan ketersediaan kuah beulangong mencapai lebih dari 1.000 porsi per hari.

Kuah beulangong khas Aceh ini, untuk penyajian selama bulan suci Ramadan hingga malam Nuzulul Quran (malam ke-17 Ramadan). Sudah jalan 20 tahunan pihak Aceh Sepakat di Sumatra Utara memperingati malam Nuzulul Quran dengan tradisi ini.

Sedangkan untuk peringatan malam Nuzulul Quran, Aceh Sepakat akan melaksanakan sejumlah kegiatan.

“Setelah salat isya menjelang salat tarawih akan ada ceramah atau tausiyah, lalu ada pembacaan tadarus,” ucapnya.

Dikatakannya bahwa, pihak Aceh Sepakat akan mengundang beberapa pejabat seperti unsur Forkopimda, PJ Gubernur Sumut, Pangdam, pihak kejaksaan, hakim, tokoh masyarakat, Ikatan Pemuda Tanah Rencong, dan lainnya.

Baca Juga: Kuah Beulangong di Aceh Sepakat Disajikan Hingga Malam Nuzulul Qur'an

6. Tabeuh Bedug di Banten

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraTradisi tabeuh beduk. (Antara foto/Muhammad Bagus Khoirunas)

Kampung Pojok di Desa Curugbadak, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, termasuk satu dari sekian banyak masyarakat yang memiliki tradisi unik selama Ramadan dan malam Nuzulul Quran. Satu di antara tradisinya bernama Tabeuh Bedug (beduk). Yakni kebiasaan menabuh alat musik beduk berbentuk tabuh-tabuhan pada malam hari, setelah salat tarawih hingga menjelang waktu sahur.

Sukri, warga Kampung Pojok mengatakan, Tradisi Tabeuh Bedug ini sudah berlangsung selama puluhan tahun dan dilakukan secara turun temurun. Sukri menyebut, dalam Tabeuh Bedug ini bukan hanya para orangtua saja yang melakukannya. Ibu-ibu dan anak-anak pun bisa ikut memeriahkan tradisi Tabeuh Bedug ini.

Tabeuh Bedug pada umumnya dilakukan oleh empat orang secara bersamaan. Bukan sekadar ditabuh, namun harus dengan ketukan yang tepat. Nada dari keempat beduk itu berbeda dan dimainkan secara beriringan.

Sukri menyebut, tradisi ini dilakukan sebagai cara merayakan bulan suci, dan menjaga silaturahmi antarwarga.

"Jadi dilakukan dengan ramai, dengan gembira oleh seluruh warga,” ujarnya.

Baca Juga: Tabeuh Bedug Tradisi Unik Nuzulul Qur'an dari Maja

7. Kegiatan keagamaan di Jawa Barat

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraMasjid Raya Bandung (Dok. ISTIMEWA)

Di beberapa daerah di Indonesia, peringatan Nuzulul Quran dilakukan dengan sederhana tanpa tradisi tertentu. Misalnya di Jawa Barat. Peringatan Nuzulul Quran dilakukan dengan mengkhatam Alquran.

Ketua DKM Masjid Raya Bandung Ayi Hasyim mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan menyambut kegiatan Nuzulul Quran yang setiap tahun dinanti jemaah. Mengaji bersama selama hari peringatan seringkali didatangi masyarakat bukan hanya dari Kota Bandung, tapi sampai luar provinsi.

Selepas pandemik COVID-19, jumlah jemaah yang beribadah di Masjid Raya Bandung terus bertambah. Tahun lalu pada peringatan Nuzulul Quran setidaknya lebih dari 3.000 orang berada di masjid untuk beribadah.

"Untuk tahun ini saat Nuzulul Quran rencananya kita akan ada kegiatan bersama Forkopimda dan nanti ada Gubernur Jawa Barat ikut serta," kata Ayi.

Ayi mengatakan, tahun ini DKM Masjid Raya Bandung menginisiasi berbagai program yang bekerja sama dengan mahasiswa maupun para ahli parenting. Ada kegiatan untuk para orang tua saling bertukar ilmu mengenai tata cara mendidik anak.

"Kita ingin masjid ini bisa menjadi tempat banyak kegiatan positif, salah satunya solusi untuk keluarga. Kita juga anak mahasiswa banyak beraktivitas di masjid, agar anak muda ini mau lebih banyak melakukan hal dimulai dari masjid," ungkap Ayi.

Baca Juga: Ragam Kegiatan akan Ramaikan Malam Nuzulul Quran di Bandung

8. Khatam Alquran bersama santri di Kalimantan Selatan

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraIlustrasi Alquran. (Istimewa)

Berbeda dengan peringatan Nuzulul Quran di daerah lain, di Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, peringatan Nuzulul Quran dilakukan dengan khatam Alquran dan tadarusan bersama anak-anak.

Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Kota Banjarmasin, Mahalli menyampaikan bahwa ada rutinitas tahunan dalam memperingati Nuzulul Quran. Pihaknya menggelar tadarusan Alquran bersama santri Taman Pendidikan Alquran (TPA).

Teknis acaranya sederhana, misalnya para santri dan ustadnya membaca Alquran dan secara bebas memilih juz yang diinginkan. Kemudian mereka mendengarkan tausiah dari penceramah, doa bersama dan ditutup dengan buka puasa dan salat magrib berjemaah.

Pimpinan Pondok Pesantren Darul Maarif Banjarmasin, Wahyudi juga menyambut bahagia peringatan Nuzulul Quran. Di mana, pihaknya bersama santri pada momentum penting Kitab Suci Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW itu dilakukan dengan tadarusan hingga 30 Juz. Kemudian khataman Alquran diikuti seluruh santri ponpes.

Wahyudi mengatakan jika pihaknya tidak menggelar acara besar yang melibatkan masyarakat. Nuzulul Quran cukup diperingati bersama santrinya saja.

Baginya yang penting Alquran dibaca dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya ini merupakan cerminan muslim yang mengimani kitab suci Alquran.

“Kami Ponpes Darul Maarif, rutin memperingati Nuzulul Quran bersama santri yakni tadarus Alquran hingga khatam,” katanya.

Baca Juga: Warga Banjar Peringati Nuzulul Quran dengan Tadarusan hingga Khatam

9. Peringatan Nuzulul Quran dari perspektif agama

Tradisi Unik Memperingati Nuzulul Quran di Penjuru NusantaraSuasana aksi pawai obor di Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dari sudut pandang Agama Islam, menurut Ustazah Nabilla, acara pawai obor dalam rangka menyambut Nuzulul Quran bukanlah syirik atau untuk memberi nilai lebih bahkan mendewakan api. Menurutnya, tradisi tersebut bertujuan sebagai sarana syiar khazanah budaya Islam. Sebab, terangnya cahaya obor memberikan inspirasi kemantapan dalam melangkahkan kaki dalam kehidupan.

Dosen Fakultas Adab UIN Raden Intan Lampung itu menjelaskan, Nuzulul Quran merupakan peristiwa sangat penting dalam sejarah peradaban Islam. Sebagian besar masyarakat muslim Indonesia bersuka cita menyambut malam ke-17 Ramadan. Sehingga layaknya hari-hari besar keagamaan lain, acara seremoni peringatan malam tersebut digelar dengan berbagai cara di masjid dan musala.

“Yang pada intinya ketika ada tradisi menyambut Nuzulul Quran, sesungguhnya dalam rangka syiar seperti dalam surat Al-Haj ayat 32 yang artinya demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati,” jelasnya.

Menurutnya, peringatan Nuzulul Quran bisa dijadikan sebagai momentum untuk mengedukasi, supaya umat Islam lebih dekat dengan Alquran. Baik dalam hal membaca, menulis, mengamalkan dan menghafalkan.

“Bulan Ramadan merupakan waktu berkah yang diisi dengan amal kebaikan oleh umat Muslim, berharap mendapat pengampunan dan keberkahan dari Allah SWT. Salah satu momen penting yang patut diisi dengan amalan baik adalah malam Nuzulul Quran,” ujarnya.

Uztazah Nabila menambahkan, beberapa amalan yang bisa dilakukan saat malam Nuzulul Quran di antaranya, memperbanyak baca Alquran, berdoa, salat malam, hadir di majelis ilmu dan mendengarkan tausiyah agama.

------

Penulis: Muhammad Nasir dan Ruhaili (NTB),  Ayu Afria Ulita Ermalia (Bali), Silviana (Lampung), Tri Purnawati (Kalteng), Kayla Jasmine Yasmara (Jatim), Debbie Sutrisno (Jabar), Hamdani (Kalsel), Indah Permatasari (Sumut) dan Muhammad Iqbal (Banten)

Baca Juga: Peringatan Nuzulul Quran, Ritual Dile Jojor Diganti dengan Lampu Hias

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya