Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

UMKM di Mataram ini Naik Kelas Berkat Transaksi Digital

Dimsum Dapur Bagus Adzkia. (Dok. Rohayati)

Mataram, IDN Times – Di sebuah ruko di Jalan Tersan, Bung Hatta, Mataram, aroma dimsum yang menggoda menyambut setiap pengunjung. Di balik dapur yang sibuk, berdiri seorang perempuan bernama Rohayati atau akrab disapa Yati. Ia adalah sosok di balik kesuksesan usaha Dimsum Dapur Bagus Adzkia. Di era serba digital, Yati membuktikan bahwa adaptasi terhadap teknologi, termasuk dalam sistem pembayaran, menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang.

Yati bukan pebisnis berlatar pendidikan atau lulusan sekolah kuliner ternama. Ia adalah ibu rumah tangga asal Jawa Barat yang merantau ke Mataram dan memulai usahanya dari nol. Dulu, ia bekerja sebagai kasir di sebuah restoran Chinese food di Jakarta. Dari sana, ia belajar secara otodidak tentang cara mengolah makanan khas Tiongkok.

Setelah pindah ke Mataram, Yati sempat merintis usaha katering untuk sekolah-sekolah. Namun pandemic COVID-19 pada 2020 menghantam keras bisnisnya. Kegiatan belajar mengajar dialihkan ke rumah dan seluruh pesanan katering berhenti.

“Kita bingung mau usaha apa. Akhirnya saya coba jualan dimsum yang dulu saya pernah pelajari. Kebetulan saya juga memang suka masak,” kata Yati.

Modal awalnya hanya Rp200 ribu. Ia gunakan untuk membeli bahan-bahan dasar, lalu menjajakan dimsum buatannya dari rumah melalui media sosial. Perlahan, pesanan mulai berdatangan, terutama dari tetangga dan kenalan yang mencoba dan merekomendasikan ke orang lain.

1. Penjualan daring terus meningkat

Penjualan Yati terus meningkat, namun tantangan juga datang silih berganti. Salah satunya adalah biaya ongkos kirim yang tinggi ke wilayah Kota Mataram.

“Waktu itu saya masih produksi dari rumah. Tapi karena banyak pelanggan dari kota dan ongkirnya mahal, saya pikir lebih baik buka toko,” kenangnya.

Tahun 2021, Yati memberanikan diri menyewa satu ruko. Tempat itu kini menjadi pusat produksi sekaligus lokasi penjualan langsung. Semua keuntungan yang didapat sebelumnya disisihkan untuk membayar sewa dan membeli alat-alat produksi seperti mesin penggiling daging dan alat pembuat kulit siomay, yang harganya mencapai belasan juta rupiah.

Kini, Dimsum Dapur Bagus Adzkia memiliki 35 varian menu, mulai dari siomay ayam dan udang, onde-onde, pangsit goreng, bakpao isi manis dan asin, hingga aneka snack box dan hampers. Produksi sepenuhnya dilakukan sendiri untuk menjamin higienitas dan kualitas.

“Saya gak mau asal ambil dari luar. Semua kita bikin sendiri. Kita giling ayam sendiri, buat kulit sendiri, dan itu yang bikin orang percaya,” kata Yati dengan bangga.

2. Melek teknologi dan menjangkau pasar yang lebih luas

Penggunaan QRIS BRI (Dok. BRI)

Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan bisnis Yati adalah kemampuannya beradaptasi dengan teknologi digital. Ia tak hanya memanfaatkan media sosial dan layanan antar daring untuk pemasaran, tetapi juga menerapkan sistem pembayaran digital.

“Kita pakai QRIS BRI. Jadi pelanggan tinggal scan barcode saja dan langsung bayar. Gak perlu bawa uang tunai,” jelasnya.

Cara menggunakan QRIS lebih praktis. Cukup membuka aplikasi, pelanggan bisa langsung memindai dan membayar secara instan.

“Apalagi kalau pesanan dari kantor-kantor, mereka lebih senang pakai transfer atau QRIS karena lebih simpel. Biasanya kalau ada acara di kantor atau dinas, mereka pesannya ke kita,” tambahnya.

Tidak hanya melayani pelanggan di Mataram, Yati juga rutin mengirim produk ke Dompu, Bima, Sumbawa, bahkan sampai ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menawarkan produk dalam bentuk beku (frozen), yang bisa bertahan berbulan-bulan dalam freezer.

“Kalau ke NTT itu perjalanan bisa tiga hari. Tapi karena produk kita frozen, aman. Kita kirim juga ke Dompu, hampir setiap tiga hari sekali,” ujar Yati.

Dengan omzet rata-rata Rp3 juta per hari, Dimsum Dapur Bagus Adzkia kini menghasilkan pendapatan bulanan hingga Rp100 juta saat pelanggan ramai. Dari omzet itu, sebagian digunakan untuk operasional dan gaji karyawan, serta sisanya untuk investasi alat dan pengembangan usaha.

3. Konsistensi adalah kunci

ilustrasi dimsum (pexels.com/FOX ^.ᆽ.^= ∫)

Di tengah keberhasilan ini, Yati tidak lupa menekankan pentingnya konsistensi. Sebab jika kualitas berubah, maka pelanggan akan merasa kecewa.

 “Branding itu penting, promosi penting. Tapi yang paling utama itu konsistensi dan kesabaran. Kalau kita gak konsisten, orang juga lama-lama akan pindah ke tempat lain,” pesannya.

Ia mengaku tidak menyesal membangun usahanya dari nol, bahkan dengan segala keterbatasan di awal. Justru dari keterbatasan itu, Yati bisa menghargai setiap proses yang dijalaninya. Dengan sistem pembayaran digital yang memudahkan transaksi, kini ia bisa lebih fokus pada pengembangan produk dan menjaga kualitas layanan.

Usaha yang digeluti oleh Yati merupakan salah satu usaha yang berkembang di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ia juga sering mengikuti bazar dan mempromosikan produknya. Dari sini, produk Dapur Bagus Adzkia semakin dikenal oleh banyak orang.

“Respons UMKM sangat puas dengan adanya program QRISini. Manfaat yang dirasakan langsung, yaitu mempermudah dalam transaksi, menghindari adanya uang palsu serta UMKM tidak perlu lagi memecah uang menjadi pecahan kecil,” kata Koordinator Rumah BUMN Mataram, Lintang Hadi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us