Penerima KUR BRI di Lombok ini Sukses Jual Puluhan Ton Beras per Bulan

Lombok Barat, IDN Times – Tak banyak yang menyangka bahwa dari sebuah rumah di Desa Telagawaru, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, seorang perempuan muda berhasil membangun usaha sembako dengan volume penjualan hingga 20 ton beras setiap bulan. Dia adalah Indi Afifa, seorang pelaku usaha yang menjadi penerima manfaat Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Meski memulai usaha secara mandiri, Indi telah menunjukkan bahwa dengan modal usaha yang tepat, jaringan yang mendukung dan semangat kerja keras, bisnis yang dimulai dari rumah pun bisa berkembang pesat. Ia termotivasi untuk terus berusaha agar bisnisnya berjalan semakin lancar.
Indi lahir di lingkungan keluarga yang telah lama berkecimpung di sektor pertanian dan perdagangan hasil panen. Orangtuanya sudah menjalankan usaha penjualan benih padi dan beras selama lebih dari 15 tahun bernama UD Harapan.
“Kita tahu kan, usaha dari benih padi sampai beras itu prosesnya satu jalur. Dari lahan, kendaraan, sampai pengetahuannya sudah ada di keluarga. Jadi saya pikir kenapa tidak sekalian dilanjutkan,” ujar Indi.
Keputusan Indi untuk mengambil alih sebagian aktivitas usaha keluarga menjadi titik balik. Ia mulai mengatur pembelian gabah, penggilingan, distribusi, hingga pemasaran. Tapi satu hal yang menjadi kendala awalnya adalah modal usaha.
1. KUR BRI menjadi jalan pembuka

Indi mengajukan pinjaman KUR Mikro BRI sebesar Rp100 juta. Dana ini digunakannya untuk membeli gabah dalam jumlah besar, menambah alat kerja, dan memperkuat jaringan distribusi.
“Alhamdulillah KUR dari BRI sangat membantu. Karena kita butuh banyak modal, terutama untuk alat-alat dan stok awal. Tanpa modal, usaha ini akan sulit jalan. Karena beli gabah itu harus dalam jumlah besar supaya dapat harga bagus,” ungkap Indi.
Menurutnya, proses pengajuan KUR cukup mudah, apalagi karena ia memiliki usaha yang sudah jelas jalurnya dan ditopang pengalaman orangtua. Dengan sistem cicilan yang ringan dan fleksibel, Indi bisa menjalankan bisnis sekaligus mencicil tanpa beban berat.
“Selama ini cicilan lancar. Alhamdulillah penjualan juga jalan. Jadi gak ada kendala untuk setor tiap bulan,” tambahnya.
Dengan dukungan KUR, usaha Indi berkembang cepat. Kini, ia mampu menjual 20 ton beras setiap bulan, baik secara langsung di rumahnya maupun melalui sistem titip jual ke tujuh toko sembako di sekitarnya.
“Modelnya kita titip di toko, nanti kalau sudah habis baru dibayar. Untuk pelanggan tetap ada yang ambil satu ton, ada juga yang sampai lima ton kalau pas puasa atau lagi banyak permintaan,” jelasnya.
Satu karung beras ukuran 25 kilogram dijual dengan harga yang bervariasi, tergantung harga pokok gabah di pasaran. “Sekarang antara Rp280 ribu sampai Rp310 ribu,” ujar Indi.
Sumber gabahnya pun berasal dari berbagai daerah, yang dikumpulkan oleh saudagar. Kadang, Indi dan ayahnya juga ikut turun tangan langsung membeli gabah dari petani.
2. Menyesuaikan zaman: digitalisasi dan sistem pembayaran non-tunai

Meski berjualan dari rumah, Indi tidak ketinggalan zaman. Ia memanfaatkan media sosial seperti Facebook Marketplace untuk menjangkau pelanggan baru. Sistem pembayaran juga telah menyesuaikan dengan era digital.
“Kalau yang pesan online bisa transfer, bisa juga pakai QRIS. Sekarang QRIS makin sering dipakai. Biasanya buat yang beli langsung ke toko,” katanya.
Untuk transaksi digital, Indi mengandalkan aplikasi BRImo, aplikasi mobile banking dari BRI yang mendukung pembayaran digital. “QRIS ini sangat membantu, apalagi untuk transaksi kecil biar gak repot cari uang kembalian,” tambahnya.
Kisah Indi menjadi gambaran nyata dari misi KUR BRI dalam memberdayakan UMKM di seluruh Indonesia. Dalam banyak kesempatan, BRI menekankan bahwa KUR bukan sekadar pinjaman, tetapi bagian dari program strategis untuk membangun ketahanan ekonomi rakyat.
3. Penyaluran KUR di NTB

Diketahui bahwa pada tahun 2024, BRI telah menyalurkan KUR senilai Rp184,98 triliun kepada sekitar 3,7 juta debitur. Pencapaian ini merupakan bagian dari upaya BRI dalam memperluas akses permodalan bagi pelaku UMKM, terutama di sektor-sektor produktif seperti pertanian, perdagangan dan perikanan.
"Pemberian KUR memperkuat modal usaha dalam rangka percepatan perkembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Manfaat yang dirasakan adalah para pelaku UMKM merasa terbantu dalam pembiayaan pada pengembangan usaha, terutama untuk meningkatkan produksi dan kemudian menjadi mandiri," kata Regional CEO BRI Denpasar, Hery Noercahya.
Sementara itu, di Provinsi NTB, BRI menyalurkan KUR sebesar Rp2,87 triliun kepada 69.996 debitur. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) NTB mencatat bahwa perdagangan besar dan eceran, kemudian pertanian serta industri pengolahan menjadi sektor yang paling banyak menerima penyaluran KUR.
"Penyaluran KUR 2024 di NTB telah mencapai Rp5,72 triliun yang telah disalurkan kepada 145.093 debitur. Dari jumlah tersebut, BRI menjadi bank dengan penyaluran terbesar, yakni Rp2,87 triliun," kata Kepala Kanwil DJPb NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani.