Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Yosi Eka Kurniawati memperlihatkan produk camilan sehat dari Ombak Food. (Dok.Yosi Eka Kurniawati)
Yosi Eka Kurniawati memperlihatkan produk camilan sehat dari Ombak Food. (Dok.Yosi Eka Kurniawati)

Lombok Tengah, IDN Times - Di Desa Bonjeruk, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, nama Yosi Eka Kurniawati tak lagi asing di telinga warga. Pemilik Ombak Food ini bukan sekadar pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), tapi juga penggerak perubahan sosial di tengah warga Dusun Ombak.

Melalui usaha camilan sehat berbasis rempah dan olahan lokal, Yosi berhasil membina puluhan ibu rumah tangga. Terutama mereka yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan atau keahlian, hingga akhirnya mampu mandiri secara ekonomi.

Semangatnya untuk memberdayakan perempuan berawal dari keprihatinan melihat kondisi Kampung Ombak. Perkampungan ini terisolasi yang sebagian besar warganya bekerja sebagai buruh tani. Di tengah keterbatasan dan ketidakberdayaan itu, Yosi memilih melawan arus. Ia membangun usaha pengolahan pangan dari hasil kebun pekarangan, lalu mengajak ibu-ibu di kampung untuk ikut menanam dan mengolah hasilnya.

Kini, Ombak Food tak hanya dikenal di lingkup lokal. Produk-produknya seperti jahe gulung, stik pelecing kangkung dan stik duri ikan telah menembus pasar nasional dan menjadi bagian dari produk UMKM unggulan binaan Rumah BUMN BRI Mataram. Melalui peran inilah, Yosi dinilai layak disebut sebagai Kartini modern—perempuan yang tak hanya bangkit sendiri, tetapi juga membangkitkan yang lain.

1. Dari tanaman pekarangan menuju harapan baru

Dapur produksi Ombak Food. (Dok. Yosi Eka Kurniawati)

Awal mula kisah ini bukan tentang bisnis, melainkan tentang keprihatinan. Kampung Ombak, tempat Yosi tinggal sejak 2017 adalah kampung kecil yang dikelilingi sawah, nyaris terisolasi. Hampir semua perempuan di sana adalah buruh tani, sebagian besar adalah single parent, dan mayoritas tidak memiliki keterampilan.

“Saya merasa tertantang. Saya ingin mengubah itu, mengubah mindset perempuan di kampung saya,” cerita Yosi saat berbincang dengan IDN Times, Selasa (15/4/2025).

Langkah kecil ia mulai dari pekarangan rumahnya. Ia tanami berbagai sayuran, mulai dari bayam, kangkung, cabai, tomat dan memperkenalkannya lewat gerakan KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari). Ia tidak memaksa siapa pun ikut. Ia memberi contoh. Perlahan, ibu-ibu di kampung mulai meniru. Dari satu pekarangan menjadi dua, dari dua menjadi kelompok. Lalu datanglah bantuan pembinaan dari Dinas Ketahanan Pangan Lombok Tengah.

Namun takdir sempat menguji. Gempa besar mengguncang Lombok pada 2018. Tanaman hancur, mata air mengering, dan KRPL tak lagi bisa dipertahankan. Tapi dari puing-puing itulah, benih Ombak Food tumbuh.

“Saya pikir kalau hasilnya kita olah saja dan dari situ usaha ini dimulai,” ujar Yosi.

2. Membangun jembatan untuk perempuan mandiri

Ombak Food bukan hanya tentang produk, tapi tentang perjalanan kolektif para perempuan yang awalnya tak tahu harus berbuat apa. Kemudian mereka menjadi pelaku usaha yang bisa berdiri di atas kaki sendiri.

Di dapur kecilnya, Yosi melatih ibu-ibu bagaimana cara mengolah bayam menjadi keripik, daun singkong jadi kudapan, bahkan duri ikan yang seringkali dibuang, menjadi stik yang gurih dan sehat. Ia juga mengajarkan soal manajemen sederhana, pemasaran, dan cara mengenali pasar.

“Dulu saya gak punya latar belakang bisnis, pendidikan saya bukan ekonomi. Tapi saya belajar dan saya ajak mereka belajar bersama saya,” katanya.

Kini, sejumlah ibu rumah tangga yang dulunya tunakarya, belakangan sudah mandiri dan memiliki usaha sendiri. Sebagian dari mereka adalah hasil didikan langsung Yosi. Ia tak hanya memberi kail, tapi juga memperlihatkan laut luas di balik jendela rumah.

3. Produk lokal yang melesat ke pasar nasional

Salah satu produk yang dihasilkan Ombak Food. (Dok. YosiEka Kurniawati)

Produk Ombak Food kini lebih dari sekadar camilan rumahan. Mereka telah merambah pasar lokal dan nasional. Ada Jahe Gulung, camilan berbahan rempah yang awalnya bernama Jaje Ragi yang menjadi favorit banyak wisatawan. Ada Stik Pelecing Kangkung, Keripik Bayam, Stik Duri Ikan, hingga sambal dan abon ikan yang diproses dari bahan baku lokal.

Tak hanya tampil di toko oleh-oleh, Ombak Food juga menjadi destinasi wisata kuliner di Desa Wisata Bonjeruk. Wisatawan asing juga kerap mengikuti cooking class, belajar mengolah bahan lokal, dan membawa produk Yosi hingga ke luar negeri.

“Beberapa bule pernah minta kirim langsung ke negaranya. Tapi kami belum sanggup produksi dalam skala ekspor. Insya Allah tahun ini dapat mesin, baru kami bisa ekspansi,” katanya penuh harap.

Puncaknya, Ombak Food lolos kurasi BRIlianpreneur, satu-satunya dari Lombok. Dari ajang ini, Yosi mendapatkan buyer dari hotel di Bali yang kini secara rutin memesan produknya untuk diisi di minibar setiap kamar hotel.

4. Teknologi dan keuangan digital menopang UMKM naik kelas

Di balik keberhasilan Ombak Food, ada dukungan ekosistem yang tak kalah penting, yaitu kemudahan transaksi dan digitalisasi. Yosi memanfaatkan BRImo, QRIS, dan BRI Merchant dalam setiap proses penjualannya. Tak hanya mempermudah pembeli, tetapi juga mempercepat arus kas dan pencatatan keuangan.

“Kalau orang beli dapat bayar pakai QRIS, BRI langsung kasih notifikasi. Jadi kita langsung tahu pembayarannya sudah berhasil atau belum,” ujarnya.

Ia juga aktif mempromosikan produknya melalui Instagram dan Facebook, serta membuka toko daring di Shopee. Semua itu menjadikan Ombak Food bukan sekadar usaha di kampung, tetapi UMKM yang melek teknologi dan siap bersaing di level nasional.

Meski saat ini mengandalkan modal pribadi, Yosi tetap mengembangkan usahanya secara bertahap. Dari modal awal Rp5 juta, kini Ombak Food bisa mencatat omzet Rp15-20 juta per bulan.

Yosi Eka Kurniawati tak lahir dari kemewahan. Ia tak memulai dengan modal besar atau koneksi elit. Tapi ia punya sesuatu yang jauh lebih kuat, yaitu hati yang ingin mengubah keadaan, dan keberanian untuk bertindak.

Melalui Ombak Food, ia menyalakan obor harapan di tengah kampung yang dulu sunyi. Ia bukan hanya membuat camilan sehat, tapi juga membangun mimpi perempuan-perempuan lain untuk percaya bahwa mereka bisa berdiri dan berkarya.

5. Dorong UMKM naik kelas lewat pelatihan digital

Dalam upaya mendorong pelaku UMKM agar naik kelas, Rumah BUMN BRI Mataram terus menggelar berbagai program pelatihan, baik secara online maupun offline. Menurut Koordinator Rumah BUMN BRI Mataram, Lintang Hadi, kegiatan ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan berbagai pihak seperti instansi, komunitas, hingga praktisi industri.

“Fokus kami adalah pada pengembangan UMKM itu sendiri, bagaimana mereka bisa lebih siap menghadapi tantangan pasar, terutama dalam aspek digital,” ujar Lintang.

Salah satu bentuk dukungan nyata yang diberikan adalah dengan mengajak UMKM mengikuti pelatihan digital marketing, serta memberikan edukasi tentang pentingnya pemanfaatan teknologi digital. Rumah BUMN juga secara aktif membantu pelaku usaha memaksimalkan penggunaan media sosial sebagai alat promosi dan penjualan.

Tak berhenti di sana, Lintang menambahkan bahwa pihaknya turut membantu mempromosikan produk-produk UMKM melalui akun media sosial resmi Rumah BUMN. Selain itu juga mendampingi pelaku usaha dalam membuat akun di berbagai platform e-commerce, agar jangkauan pasar mereka bisa semakin luas.

Editorial Team