Kepala BPS NTB Wahyudin. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB Wahyudin menjelaskan pertumbuhan ekonomi NTB mengalami kontraksi pada triwulan I 2025 sebesar minus 1,47 (y-on-y). Hal ini disebabkan oleh penurunan tajam pada sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami penurunan sebesar minus 30,14 persen.
Sektor pertambangan dan penggalian merupakan tulang punggung utama perekonomian provinsi setelah sektor pertanian dengan share sebesar 16,00 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTB jika dilihat tanpa tambang mengalami pertumbuhan secara y-on-y sebesar 5,57 persen pada triwulan I 2025.
Angkanya lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2024 sebesar 3,74 persen dan juga mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2024 yang mencapai 3,01 persen. Wahyudin menjelaskan hampir semua sektor pada triwulan I 2025 mengalami pertumbuhan positif. Kecuali sektor pertambangan dan penggalian serta sektor konstruksi, bahkan sektor pertanian sebagai pilar utama perekon omian NTB dengan share sebesar 23,24 persen mengalami pertumbuhan sebesar 10,28 persen.
Dijelaskan, pertumbuhan ekonomi NTB yang minus disebabkan adanya pembatasan ekspor konsentrat mentah pada awal tahun 2025. Sementara, kapasitas penyimpanan terbatas, smelter hanya bisa menampung 300 ribu ton sehingga yang bisa diolah hanya sebesar 300 ribu ton. Hal ini menyebabkan perlambatan produksi secara keseluruhan.
Smelter AMNT baru masih dalam proses commissioning atau peningkatan kapasitas, sehingga belum mampu menyerap seluruh hasil tambang. Pada saat ini, PT AMNT masuk pada tahapan 8 dimana kandungan emas dan tembaga masih relatif rendah. Efek dari larangan ekspor konsentrat tembaga menyebabkan ekspor NTB mengalami penurunan sebesar -41,05 persen. Ekspor Luar Negeri tercatat sebesar 17,45 juta USD pada triwulan I 2025, mengalami penurunan yang cukup dalam dibandingkan dengan triwulan I 2024 yang tercatat sebesar 573,33 juta USD.
Selain itu, sektor konstruksi juga mengalami pertumbuhan negatif sebesar -1,52 persen disebabkan realisasi belanja modal pemerintah pada triwulan I 2025 belum berjalan. Pada saat yang sama, Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Pemerintah mendorong pengetatan belanja operasional, yang dalam jangka pendek menahan laju perputaran fiskal daerah.
Sedangkan pada triwulan II 2025, BPS NTB mencatat pertumbuhan ekonomi NTB terhadap triwulan II 2024 minus sebesar 0,82 persen years on years (y-on-y). Dari sisi produksi, kontraksi terdalam terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar 29,93 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami kontraksi terdalam sebesar 40,02 persen.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II 2025 disebabkan oleh penurunan kinerja pada kategori pertambangan dan penggalian lainnya serta kategori administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib. Dijelaskan, ekonomi NTB triwulan II 2025 terhadap triwulan I 2025 mengalami pertumbuhan sebesar 6,56 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan sebesar 37,69 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 26,62 persen.
Sedangkan ekonomi NTB selama triwulan I sampai dengan triwulan II 2025 terhadap triwulan I sampai dengan triwulan II 2024 mengalami kontraksi sedalam minus 1,11 persen (c-to-c). Dari sisi produksi, kontraksi terdalam terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar 30,03 persen. Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami kontraksi terdalam sebesar 40,45 persen.
Wahyudin mengatakan penurunan nilai tambah pada kategori pertambangan dan penggalian lainnya disebabkan oleh turunnya produksi konsentrat tembaga PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) sebesar 57 persen dibandingkan triwulan II-2024. Kondisi ini merupakan dampak dari dihentikannya ekspor konsentrat tembaga sebagai tindak lanjut penerapan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang ekspor mineral mentah.
Meski demikian, kontraksi ekonomi tertahan oleh pertumbuhan yang tinggi di sejumlah lapangan usaha, khususnya kategori industri pengolahan yang tumbuh signifikan sebesar 66,19 persen (y-on-y) pada triwulan II 2025. Lonjakan ini didorong oleh beroperasinya smelter AMNT di Kabupaten Sumbawa Barat.