Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Kunci Penting untuk Keluar dari Pertemanan "Toxic Positivity"

Ilustrasi kunci penting untuk keluar dari toxic positivity. (Pinterest/Lina)

Whitney Goodman memiliki reputasi sebagai salah seorang psikoterapis jujur yang populer lewat Instagram. Tak hanya itu, dia juga menerbitkan buku berjudul Toxic Positivity yang membahas tentang kesehatan mental, khususnya toxic positivity atau sikap positif yang beracun.

Buku ini mempunyai banyak pengetahuan menarik terkait sikap toxic positivity. Perilaku positif yang beracun ini kerap muncul dari orang-orang terdekat. Niatnya sih mereka ingin menjauhkan kamu dari hal-hal yang negatif. Namun, pada akhirnya sikap positif tersebut malah memberikan efek yang buruk.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut 5 kunci penting untuk keluar dari pertemanan toxic positivity yang wajib kamu ketahui.

1. Sikap yang positif dapat menyakitkan

Ilustrasi ujian sebelum menikah yang kerap membuat calon pengantin ragu. (Pinterest/Stylecraze)

Bayangkan ketika kamu dalam posisi tengah bersedih, kehilangan sosok penting, baik itu saudara, sahabat, atau pasangan. Kesedihan tersebut membuat kamu terus menangis dan sulit menjalankan aktivitas sehari-hari. Kemudian, kamu memutuskan untuk menelepon seorang teman dekat biar bisa curhat dan menumpahkan segala kesedihan.

Namun, apa jadinya kalau respons yang kamu dapatkan dari teman tersebut ternyata jauh dari keinginan. Alih-alih mendapatkan simpati, dia malah mengungkapkan sikap positif yang beracun dengan kata-katanya seperti, “Mereka tak ingin melihatmu sedih. Mereka ingin kamu bahagia dan menikmati hidup. Sabar dan jangan cengeng. Yuk, bisa!”.

Tak ada yang salah dengan kata-kata tersebut. Namun, karena kamu mendengarnya ketika dalam posisi bersedih, kata-kata itu malah memunculkan racun. Inilah yang disebut sebagai toxic positivity. Sikap seperti ini kerap mengalihkan perasaan. Harapannya, dengan menekan kesedihan, kamu bisa jadi lebih bahagia dan produktif.

2. Tips komplain yang efektif

Ilustrasi tanda seseorang sudah tidak menghargai kamu lagi. (Pinterest/Molly Baldwin)

Dalam rangkuman buku ini, kamu juga akan mengetahui kalau manusia mempunyai kebiasaan komplain dan hal ini cukup lumrah. Keluh kesah tersebut bisa muncul karena banyak hal, misalnya ketika terjebak kemacetan, mendapatkan bayaran yang rendah di tempat kerja, atau suasana rumah yang selalu ribut.

Komplain terkadang menjadi hal yang dapat membantu. Lewat sebuah keluhan, kamu bisa menyatukan pikiran dengan orang lain. Kamu juga akan merasa berempati dengan orang-orang yang merasakan kegelisahan yang sama. Di samping itu, kamu juga akan mampu melihat hal penting yang harus diprioritaskan dan segera diselesaikan.

Sebagian orang beranggapan kalau menguatkan diri dan tidak berkeluh kesah adalah solusi terbaik. Alih-alih mengeliminasi keluhan, cara terbaik yang bisa kamu lakukan adalah memperbaiki penerapannya.

Biar keluhanmu efektif dan didengar, ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu:

  • Kedepankan fakta dan logika
  • Ungkapkan solusi ideal yang kamu inginkan
  • Pahami siapa yang mempunyai kemampuan atau kuasa untuk memperbaiki keadaan yang kamu keluhkan

Dengan memperhatikan ketiga aspek penting tersebut, kamu tidak perlu menghilangkan keluhan. Sebagai gantinya, ungkapkan sebuah komplain secara efektif. Dengan begitu, kamu akan memperoleh dukungan atau perubahan yang diinginkan.

3. Cara tepat menghadapi sikap toxic positivity

Ilustrasi tanda orang bermental miskin yang harus kamu hindari. (Pinterest/Ihr Weg)

Berkaitan dengan perilaku positif yang beracun, kamu mungkin sering mengalami kebingungan dalam memperlihatkan sikap ketika berhadapan dengan orang tertentu. Kebingungan tersebut bisa jadi muncul karena adanya sikap toxic positivity. Padahal, memberi dukungan baik kepada diri sendiri atau orang lain bukan berkaitan dengan perkataan yang “sempurna” atau tepat.

Ketika ingin memberi dukungan kepada diri sendiri atau orang lain, kamu perlu memperlihatkan sikap dengan memperhatikan berbagai aspek terkait. Tak hanya dengan siapa kamu berbicara, tetapi juga perhatikan topik serta situasi.

Untuk bisa memberikan dukungan yang tepat, kamu perlu memperhatikan 4 aspek dalam berkomunikasi, diantaranya:

1. Curiosity

Rasa ingin tahu membuat kamu ingin belajar dari orang-orang sekitar. Kamu ingin mengetahui hal-hal yang memberi rasa aman, bagaimana cara kamu ingin dibantu ketika mengalami kesusahan, ataupun bantuan yang kamu inginkan ketika berada dalam kondisi yang buruk atau krisis. Curiosity membantu kamu untuk selalu mengungkapkan pertanyaan, terbuka untuk berubah.

2. Understanding

Pemahaman bisa terjadi setelah ada curiosity. Pemahaman tidak sama dengan persetujuan, tetapi mampu membuat kamu memperoleh gambaran lebih jelas tentang sesuatu. Oleh karena itu, pemahaman memberi ruang terjadinya perubahan.

3. Validation

Dalam proses ini, kamu perlu mencari tahu kemungkinan yang bisa terjadi. Lalu, apakah kemungkinan itu bisa dipraktikkan atau tidak?

4. Empathy

Kamu perlu empati yang mengutamakan adanya ruang untuk perasaan. Pahami lawan bicara dan berikan kesempatan mereka untuk mengungkapkan perasaan.

4. Niat menolong memang penting, tetapi pertimbangkan dampaknya

Ilustrasi tanda seseorang bahagia saat berada di dekatmu. (Pinterest/Cuerpomente)

Banyak orang melakukan tindakan karena benar-benar ingin menolong. Hanya saja, tidak semua sikap tersebut memberi dampak positif bagi orang yang mendapatkan pertolongan. Hal itu dapat terjadi karena cara pertolongan yang terlalu kasar, tak mendengarkan suara dari orang yang ditolong, atau mereka tak mau menerima pertolongan kamu.

Keinginan kamu untuk memberi pertolongan memang penting. Namun, kamu harus tahu kalau dampaknya juga tak boleh kamu lewatkan. Apalagi, setiap orang mempunyai pertimbangan tersendiri. Oleh karena itu, ketika menolong, kedepankan bagaimana dampaknya. Ada kalanya, sikap baik yang kamu berikan malah membuat orang lain terluka.

5. Berhenti mencoba untuk terlihat bahagia

Ilustrasi tanda seseorang sudah tidak menghargai kamu lagi. (Pinterest/New Harbinger Publications)

Kunci terakhir dalam rangkuman buku Toxic Positivity adalah mendorong kamu untuk bersikap jujur. Hindari kebiasaan untuk berpura-pura bahagia. Bahkan, orang yang menetapkan kebahagiaan sebagai tujuan hidupnya, kerap berakhir dengan kehidupan yang kurang bahagia.

Lalu, bagaimana cara mendapatkan sebuah kebahagiaan? Alih-alih menetapkannya sebagai tujuan, kamu bisa memilih untuk mengedepankan nilai-nilai yang mendorong kehidupan. Nilai-nilai tersebut memang tak selalu memberi kebahagiaan. Namun, value tersebut dapat menjadi rambu-rambu dalam setiap keputusan.

Nah itulah 5 kunci penting untuk keluar dari toxic positivity yang wajib kamu ketahui dari rangkuman buku berjudul Toxic Positivity yang ditulis oleh Whitney Goodman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us