5 Alasan Mengapa Banyak Orang Sekarang Menunda Pernikahan

Pernikahan dahulu dianggap sebagai tahapan wajib dalam kehidupan orang dewasa. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, tren pernikahan mengalami pergeseran besar, terutama di kalangan generasi muda. Semakin banyak orang memilih untuk menunda pernikahan atau bahkan mempertimbangkan untuk tidak menikah sama sekali.
Fenomena ini bukan sekadar pilihan personal, melainkan refleksi dari perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang signifikan. Menunda pernikahan bukan berarti takut akan komitmen, melainkan seringkali merupakan bentuk kesadaran diri yang lebih tinggi terhadap tanggung jawab yang akan diemban.
Individu masa kini cenderung mempertimbangkan banyak aspek sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, mulai dari kondisi finansial, kesiapan emosional, hingga aspirasi hidup jangka panjang.
Berikut 5 alasan utama yang sering menjadi pertimbangan dalam keputusan untuk menunda pernikahan.
1. Pertimbangan finansial dan biaya hidup yang semakin tinggi

Salah satu alasan utama banyak orang menunda pernikahan adalah kondisi ekonomi yang tidak stabil dan biaya hidup yang terus meningkat. Biaya pernikahan sendiri bisa sangat mahal, ditambah lagi dengan kebutuhan setelah menikah seperti tempat tinggal, anak, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
Banyak pasangan merasa belum siap secara finansial untuk memulai kehidupan bersama. Menurut penelitian dari Pew Research Center pada tahun 2021, menunjukkan banyak individu muda menilai kestabilan ekonomi sebagai syarat utama sebelum menikah.
Mereka ingin memastikan bahwa mereka bisa mandiri secara finansial, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk pasangan kelak. Keputusan ini menunjukkan pergeseran prioritas dari nilai tradisional menuju logika perencanaan jangka panjang yang lebih realistis.
2. Fokus pada pendidikan dan karier

Generasi saat ini memiliki akses pendidikan yang lebih luas dan ambisi yang lebih tinggi terhadap karier. Banyak dari mereka memilih untuk menyelesaikan pendidikan lanjutan atau fokus membangun karier terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan pernikahan.
Hal ini membuat usia rata-rata menikah menjadi lebih tua dibandingkan generasi sebelumnya. Perempuan secara khusus mengalami transformasi peran yang signifikan. Mereka tidak lagi terbatas pada peran domestik, melainkan aktif dalam berbagai bidang profesional.
World Bank pada tahun 2020 mencatat peningkatan signifikan partisipasi perempuan dalam dunia kerja formal dan profesional, yang turut memengaruhi waktu dan kesiapan mereka untuk menikah.
3. Ketakutan akan perceraian dan hubungan yang gagal

Tingginya angka perceraian membuat banyak orang berpikir dua kali sebelum menikah. Mereka ingin memastikan bahwa hubungan yang dibangun benar-benar sehat dan stabil agar tidak mengalami kegagalan seperti yang mereka lihat di sekitar mereka, baik itu dari keluarga, teman, maupun figur publik.
Ketakutan ini mendorong mereka untuk lebih selektif dan berhati-hati. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menjalin hubungan dalam waktu yang lebih lama sebelum akhirnya menikah. Hal ini dilakukan untuk saling mengenal lebih dalam, mengukur kecocokan, dan membangun kepercayaan.
Menurut American Psychological Association pada tahun 2019, menunjukkan bahwa kualitas hubungan sebelum menikah sangat memengaruhi ketahanan rumah tangga di masa depan.
4. Perubahan nilai dan prioritas hidup

Nilai-nilai sosial yang dulu dianggap mutlak kini mengalami transformasi. Banyak orang yang kini lebih fokus pada pencapaian personal, kebebasan, dan pengalaman hidup daripada menjalani peran tradisional sebagai pasangan atau orang tua.
Pernikahan bukan lagi dianggap sebagai pencapaian utama dalam hidup. Kehidupan yang lebih individualistis dan fokus pada kesejahteraan pribadi juga berkontribusi terhadap keputusan ini.
Dalam studi yang dilakukan oleh Arnett pada tahun 2015 dengan judul Emerging adulthood: The winding road from the late teens through the twenties, mengatakan generasi dewasa muda saat ini lebih tertarik untuk mengeksplorasi identitas, traveling, berkarya, atau bahkan menjalani hidup spiritual sebelum mengikat diri secara permanen dalam sebuah hubungan formal.
5. Ketidakpercayaan terhadap institusi pernikahan

Beberapa orang merasa bahwa institusi pernikahan tidak lagi relevan atau tidak menjamin kebahagiaan. Mereka melihat banyak pernikahan yang berjalan tanpa cinta, penuh tekanan, atau menjadi alat kontrol sosial dan budaya. Ini menimbulkan skeptisisme terhadap manfaat dari pernikahan itu sendiri.
Bagi sebagian orang, komitmen dan cinta bisa tetap terjaga tanpa harus diresmikan secara hukum atau agama. Mereka memilih untuk menjalin hubungan jangka panjang tanpa pernikahan formal.
Perspektif ini didukung oleh perubahan norma sosial dan meningkatnya penerimaan terhadap gaya hidup non-konvensional, terutama di masyarakat urban, ungkap Cherlin dalam studinya yang berjudul Marriage, divorce, remarriage.
Demikian 5 alasan utama yang sering menjadi pertimbangan dalam keputusan untuk menunda pernikahan.