Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Seni Menikmati Hidup yang Apa Adanya, Tanpa Drama!

Ilustrasi seni menikmati hidup yang apa adanya, tanpa drama! (Pinterest/The Londoner)
Intinya sih...
  • Budaya extraordinary dan tekanan untuk istimewa
  • Keindahan dalam keseharian
  • Adaptasi hedonik

Dalam era media sosial dan budaya highlight reel, kita didorong untuk mengemas setiap momen hidup menjadi luar biasa. Foto sarapan harus estetik, akhir pekan harus penuh cerita, dan pencapaian sekecil apa pun wajib diumumkan. Tak heran banyak orang merasa hidupnya kurang hanya karena tak selalu tampak spektakuler. Kita diajarkan bahwa kebahagiaan terletak pada keistimewaan, padahal seringkali justru ada keindahan dalam hal-hal yang biasa saja.

Seni membiarkan hal biasa tetap biasa adalah keterampilan yang terlupakan. Kita jarang diajari untuk menghargai hari-hari yang berjalan tanpa kejadian hebat. Padahal, keseharian itulah fondasi kesehatan mental dan kebahagiaan jangka panjang. Artikel ini mengajak kamu memaknai kembali kehidupan sehari-hari tanpa tekanan untuk membuatnya selalu spesial. Mari belajar menikmati hidup yang apa adanya, tanpa drama, tanpa sorotan, namun tetap sarat makna.

Berikut seni menikmati hidup yang apa adanya, tanpa drama!

1. Budaya extraordinary dan tekanan untuk istimewa

Ilustrasi cara mengembalikan semangat yang hilang tanpa memaksakan diri. (Pinterest/Talie Loves This)

Media sosial memupuk gagasan bahwa hidup yang layak dibanggakan adalah yang penuh petualangan, pencapaian, atau momen dramatis. Algoritma sengaja menampilkan konten spektakuler, membuat hal biasa terasa tak cukup. Akibatnya, kamu mulai merasa bersalah bila hari kamu hanya diisi rutinitas. Muncul perasaan kurang berhasil hanya karena hidup tak selalu memesona di mata orang lain.

Padahal, mengejar keistimewaan secara terus-menerus justru bisa melelahkan. Tekanan konstan untuk membuat hidup tampak luar biasa memicu stres, kelelahan emosional, dan rasa hampa. Ironisnya, semakin keras kamu berusaha tampil hebat, semakin sering kamu merasa gagal karena standar yang kamu pasang begitu tinggi.

2. Keindahan dalam keseharian

Ilustrasi seni menikmati hidup yang apa adanya, tanpa drama! (Pinterest/The Londoner)

Bayangkan secangkir kopi panas di pagi hari, cahaya matahari yang menembus tirai, atau suara hujan saat malam. Semua itu hal biasa, tetapi penuh ketenangan. Kita sering menganggapnya remeh karena terlalu sibuk mengejar hal besar. Padahal, riset yang dilakukan Bryant dan Veroff dalam buku Savoring: A New Model of Positive Experience menunjukkan bahwa menghargai momen kecil, yang disebut savoring, berkaitan erat dengan kepuasan hidup dan kesejahteraan psikologis.

Keseharian menyediakan ruang aman, pola yang stabil, dan rasa familiar yang menenangkan. Hidup tak harus selalu meledak-ledak agar terasa berarti. Terkadang, yang kamu butuhkan hanyalah detik-detik biasa yang berjalan tanpa drama. Inilah seni membiarkan hal biasa tetap apa adanya, tanpa perlu dihias atau dibesar-besarkan.

3. Adaptasi hedonik

Ilustrasi mengapa terlalu banyak pilihan bisa membuat kita kelelahan? (Pinterest/The Sun)

Salah satu penyebab kamu sulit menikmati hal biasa adalah fenomena adaptasi hedonik. Segala yang dulu terasa istimewa, lama-lama menjadi biasa. Misalnya, pekerjaan impian, rumah baru, atau pasangan yang dulu membuat hati berdebar kini terasa standar saja. Otak kita cepat terbiasa dengan kenikmatan, lalu mencari stimulasi baru.

Namun, hal biasa bukan berarti tidak berharga. Yang dibutuhkan adalah kesadaran untuk menghargai kembali apa yang kita miliki. Dengan melatih rasa syukur dan kehadiran penuh atau mindfulness, kamu bisa memutus lingkaran adaptasi hedonik. Kamu bisa belajar bersyukur atas yang biasa tanpa merasa harus terus mengejar sensasi baru.

4. Melawan FOMO dengan JOMO

Ilustrasi alasan mengapa optimisme penting saat menghadapi titik terendah dalam hidup. (Pinterest/MYRIAD OF DREAMS)

Fear of missing out (FOMO) membuat kita merasa wajib terlibat dalam apa saja yang tampak seru. Akibatnya, kita sering menolak hal-hal sederhana karena takut terlihat membosankan. Namun, kini mulai muncul tren joy of missing out (JOMO), yakni kebahagiaan memilih hal biasa dan melewatkan hiruk-pikuk.

JOMO adalah keberanian untuk bilang: “Aku baik-baik saja di rumah membaca buku, tanpa merasa kalah keren.” Ini seni menghargai kebosanan yang sehat, ruang sunyi, dan hari-hari biasa. Dengan merangkul JOMO, kamu memberi diri izin untuk hidup sesuai ritme sendiri, bukan ritme orang lain. Hal biasa menjadi cukup, bahkan menenangkan.

5. Membiarkan hal biasa tetap biasa sebagai bentuk self-compassion

Ilustrasi tanda kalau kamu sudah memiliki karisma. (Pinterest/annhhy)

Membiarkan hidup biasa adalah salah satu bentuk self-compassion. Kamu berhenti memaksa diri harus selalu produktif, kreatif, atau hebat. Kamu menerima bahwa kadang tak ada yang istimewa, dan itu tak apa-apa. Hal ini justru bisa mengurangi tekanan mental yang kerap muncul akibat standar diri yang terlalu tinggi.

Self-compassion mengajarkan kita untuk bersikap lembut pada diri sendiri. Saat kita membiarkan hal biasa tetap biasa, kita memberi ruang bagi ketenangan, refleksi, dan kesehatan mental. Tidak semua harus menjadi konten, tidak semua harus dijadikan cerita. Hidup biasa adalah hidup yang juga layak dirayakan.

Nah, itulah seni membiarkan hal biasa tetap biasa, belajar menikmati hidup yang apa adanya, tanpa drama, tanpa sorotan, namun tetap sarat makna.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us