Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Seni Membaca Bahasa Tubuh di Dunia Digital

Ilustrasi seni membaca bahasa tubuh di dunia digital. (Pinterest/Creating A Positive Mindset)
Ilustrasi seni membaca bahasa tubuh di dunia digital. (Pinterest/Creating A Positive Mindset)

Di dunia nyata, kita terbiasa membaca isyarat nonverbal, baik itu berupa senyum, tatapan mata, gerakan tangan, atau nada suara. Semua itu membantu kita memahami emosi lawan bicara, menilai kejujuran, atau sekadar merasakan suasana percakapan.

Namun, di era digital, interaksi manusia semakin banyak terjadi lewat teks, chat, atau video call. Pertanyaannya: Bagaimana kita membaca bahasa tubuh jika tubuh nyaris tak terlihat?

Ternyata, manusia tetap berusaha mencari bahasa tubuh digital. Mulai dari tanda sedang mengetik, kecepatan balas pesan, hingga pemakaian emoji, semua menjadi sinyal baru yang kita baca untuk menebak perasaan orang lain.

Dunia digital menciptakan isyarat-isyarat nonverbal baru, yang meskipun berbeda bentuk, tetap berfungsi seperti bahasa tubuh di dunia nyata.

Mari kita telusuri bagaimana seni membaca bahasa tubuh berkembang di era teknologi.

1. Typing indicator: “sedang mengetik” yang penuh makna

Ilustrasi brain rot, kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan. (Pinterest/La Vie Des Reines)
Ilustrasi brain rot, kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan. (Pinterest/La Vie Des Reines)

Salah satu “bahasa tubuh digital” paling ikonik adalah tanda typing indicator, titik-titik yang muncul saat seseorang sedang mengetik balasan. Meski terlihat sepele, tanda ini mengandung banyak makna emosional.

Penelitian Jiang dan Chan dengan judul Typing Indicator in Instant Messaging: Effects on Impression Formation, Perceived Responsiveness, and User Experience menunjukkan bahwa kehadiran typing indicator bisa menambah rasa antisipasi, cemas, atau bahkan rasa tertolak ketika tiba-tiba menghilang tanpa pesan yang terkirim.

Misalnya, jika seseorang mengetik lama lalu tak jadi mengirim pesan, kita bisa merasa khawatir atau curiga, seolah terjadi sesuatu yang disembunyikan. Ini menunjukkan bahwa sinyal sekecil “sedang mengetik” telah menggantikan gestur ragu-ragu atau perubahan ekspresi wajah di percakapan langsung. Bahkan, beberapa aplikasi kini memberi opsi untuk mematikan tanda ini, agar pengguna tak merasa tertekan.

2. Kecepatan balas pesan: bahasa tubuh yang tak terlihat

Ilustrasi brain rot, kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan. (Pinterest/Denk Positief)
Ilustrasi brain rot, kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan. (Pinterest/Denk Positief)

Di dunia digital, waktu membalas pesan menjadi isyarat sosial penting. Balas cepat dianggap tanda antusiasme atau minat, sedangkan balas lama bisa ditafsirkan sebagai cuek, marah, atau sibuk. Studi Kalman dan Rafaeli dalam jurnal Communication Research menunjukkan bahwa latency dalam balas pesan memengaruhi persepsi kehangatan, keterbukaan, dan kepercayaan.

Namun, interpretasi kecepatan balasan juga sangat kontekstual. Misalnya, balasan cepat di jam kerja bisa dianggap tidak profesional, sedangkan balasan lambat di malam hari mungkin dianggap wajar. Ini mencerminkan bagaimana otak kita terus mencari pola, bahkan di sinyal digital, layaknya membaca bahasa tubuh di dunia nyata.

3. Emoji: wajah dan gestur digital

Ilustrasi alasan mengapa kita suka baca komentar orang asing di media sosial. (Pinterest/Getty Images/Halfpoint)
Ilustrasi alasan mengapa kita suka baca komentar orang asing di media sosial. (Pinterest/Getty Images/Halfpoint)

Emoji adalah salah satu bentuk bahasa tubuh digital paling populer. Sejak muncul pertama kali di Jepang pada akhir 1990-an, emoji menjadi cara universal mengekspresikan emosi di dunia digital. Emoji senyum, sedih, marah, hingga ekspresi malu, membantu menyampaikan nada emosi yang hilang dalam teks polos.

Namun, penggunaan emoji juga penuh nuansa. Emoji yang sama bisa diartikan berbeda oleh orang yang berbeda. Misalnya, emoji tertentu bisa dianggap genit oleh sebagian orang, tetapi hanya ekspresi santai bagi yang lain. Karena itu, seni membaca emoji sangat mirip membaca bahasa tubuh: kita perlu memahami konteks, hubungan personal, dan kebiasaan individu yang menggunakannya.

4. Pola chat: panjang, gaya, dan struktur teks

Ilustrasi apakah kita bisa tahu seseorang sedang berbohong lewat chat? (Pinterest/infokids.cy)
Ilustrasi apakah kita bisa tahu seseorang sedang berbohong lewat chat? (Pinterest/infokids.cy)

Cara orang menulis pesan juga menjadi pengganti bahasa tubuh. Misalnya, orang yang selalu mengirim pesan panjang cenderung dianggap lebih terbuka atau detail-oriented, sedangkan orang yang sering membalas singkat dianggap cuek atau tidak tertarik. Bahkan penggunaan tanda baca, seperti tanda titik di akhir kalimat, bisa memunculkan interpretasi emosi.

Selain panjang pesan, gaya bahasa juga berperan. Penggunaan huruf kapital, tanda seru, atau penekanan kata dengan italic menciptakan nuansa emosional yang sebelumnya hanya disampaikan lewat intonasi suara atau ekspresi wajah. Ini menunjukkan bahwa meskipun komunikasi digital tampak “dingin,” sebenarnya kaya makna nonverbal yang harus dibaca dengan cermat.

5. Video call: antara kehadiran dan kecanggungan

Ilustrasi seni membaca bahasa tubuh di dunia digital. (Pinterest/Creating A Positive Mindset)
Ilustrasi seni membaca bahasa tubuh di dunia digital. (Pinterest/Creating A Positive Mindset)

Teknologi video call mengembalikan sebagian bahasa tubuh ke dalam interaksi digital. Kita bisa melihat ekspresi wajah, senyuman, atau gerakan tangan. Namun, studi Bailenson yang berjudul Nonverbal overload: A theoretical argument for the causes of Zoom fatigue menunjukkan bahwa video call menciptakan hyper gaze effect, yaitu rasa tertekan karena merasa terus diawasi, akibat tatapan mata yang tampak intens di layar.

Selain itu, keterbatasan teknologi seperti jeda suara atau kualitas kamera bisa membuat interpretasi bahasa tubuh menjadi keliru. Senyum yang tertunda beberapa detik bisa disalahartikan sebagai sikap dingin. Karena itu, meskipun video call lebih hidup, kita tetap perlu berhati-hati membaca bahasa tubuh di sana, agar tidak salah paham.

Dunia digital mungkin telah menghapus bahasa tubuh tradisional, tetapi manusia selalu menemukan cara menciptakan isyarat nonverbal baru. Dari typing indicator hingga emoji, setiap detail menjadi bagian dari seni membaca emosi dan niat orang lain. Jadi, lain kali kamu melihat tanda “sedang mengetik” atau balasan yang lama datang, ingatlah: itu adalah bahasa tubuh digital yang sedang berbicara kepadamu.

Demikian pembahasan mengenai bagaimana seni membaca bahasa tubuh berkembang di era teknologi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us