Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Metode Tidur Dua Kali Sehari, Pola Polifasik Zaman Dulu

Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Artem Podrez)
Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Artem Podrez)

Di zaman modern, kita terbiasa dengan pola tidur “monofasik”, yaitu tidur sekali panjang di malam hari selama 7–8 jam. Namun, sejarah mencatat bahwa manusia di era pertengahan memiliki pola tidur yang berbeda. Mereka justru terbiasa tidur dua kali dalam sehari, yang kini dikenal sebagai pola tidur polifasik. Pola ini dipercaya lebih sesuai dengan kondisi lingkungan pada masa itu, terutama karena keterbatasan cahaya buatan dan aktivitas malam yang sangat berbeda dibandingkan sekarang.

Metode tidur dua kali sehari ini mulai mendapat perhatian kembali karena penelitian modern menemukan manfaatnya bagi kesehatan mental dan produktivitas. Tidur dalam dua fase tidak hanya membantu tubuh beristirahat lebih optimal, tetapi juga memberikan ruang bagi pikiran untuk memproses informasi secara lebih alami. Mari kita telusuri lebih jauh bagaimana metode tidur ini dipraktikkan, mengapa populer di zaman pertengahan, serta apa manfaatnya bagi manusia modern.

Berikut ulasan tentang metode tidur dua kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan.

1. Tidur pertama dan tidur kedua di zaman pertengahan

Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Artem Podrez)
Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Artem Podrez)

Dokumen sejarah dari Eropa abad pertengahan menyebutkan kebiasaan masyarakat untuk tidur dalam dua fase, yaitu first sleep (tidur pertama) dan second sleep (tidur kedua). Biasanya, tidur pertama dimulai beberapa jam setelah matahari terbenam dan berlangsung hingga tengah malam. Setelah bangun, mereka menggunakan waktu selama 1–2 jam untuk berdoa, membaca, atau berbincang dengan keluarga, sebelum akhirnya kembali tidur untuk tidur kedua hingga menjelang fajar.

Pola ini dianggap wajar pada masa itu karena kehidupan manusia sangat bergantung pada cahaya alami. Tanpa lampu listrik, malam terasa panjang. Dengan membagi tidur menjadi dua bagian, masyarakat zaman pertengahan bisa memanfaatkan jam-jam di malam hari untuk aktivitas spiritual atau intelektual.

2. Alasan pola ini muncul secara alami

Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Ketut Subiyanto)
Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Ketut Subiyanto)

Tidur polifasik di masa pertengahan bukanlah sebuah “tren” yang dibuat-buat, melainkan reaksi alami tubuh terhadap siklus siang-malam. Riset modern dalam bidang kronobiologi menunjukkan bahwa tubuh manusia memang cenderung memiliki “dua titik mengantuk utama”, yaitu satu di malam hari dan satu lagi di sore hari. Tanpa gangguan cahaya buatan, ritme ini muncul dengan sendirinya.

Dengan kata lain, kebiasaan tidur dua kali bukanlah sesuatu yang aneh, melainkan pola biologis yang tertekan oleh gaya hidup modern. Kehadiran listrik dan perubahan jam kerja membuat manusia dipaksa beradaptasi dengan tidur monofasik, meski tubuh pada dasarnya nyaman dengan pola polifasik.

3. Manfaat yang dirasakan masyarakat zaman pertengahan

Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Andrea Piacquadio)
Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Andrea Piacquadio)

Banyak catatan menyebutkan bahwa jeda antara tidur pertama dan tidur kedua digunakan untuk aktivitas bermanfaat. Beberapa orang memakainya untuk berdoa, ada yang menulis atau membaca, bahkan ada yang berdiskusi mendalam dengan pasangan. Dengan begitu, pola tidur ini menciptakan ruang kontemplasi dan kedekatan sosial yang jarang ditemui dalam kehidupan modern.

Selain itu, tidur dua kali juga membantu mengurangi rasa kantuk berlebih di siang hari. Karena tubuh mendapatkan istirahat yang cukup dalam dua fase, energi bisa terdistribusi lebih merata sepanjang hari. Hal ini memberi keuntungan besar bagi masyarakat pertanian di masa itu yang membutuhkan tenaga stabil untuk bekerja keras sejak pagi.

4. Relevansi dengan kehidupan modern

Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Andrea Piacquadio)
Metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman pertengahan. (Pexels/Andrea Piacquadio)

Meski dunia telah berubah, metode tidur polifasik mulai diteliti kembali oleh para ilmuwan tidur. Beberapa studi menemukan bahwa membagi tidur menjadi dua kali bisa meningkatkan kualitas istirahat, memperkuat daya ingat, dan bahkan membantu mengurangi stres. Tidak heran, ada sebagian orang modern yang mencoba kembali ke pola tidur ala abad pertengahan ini.

Namun, pola ini tidak cocok untuk semua orang. Faktor pekerjaan, aktivitas sosial, dan kondisi kesehatan perlu dipertimbangkan. Bagi mereka yang bisa menyesuaikan, tidur dua kali sehari dapat menjadi cara alami untuk mengoptimalkan energi dan menjaga keseimbangan mental di tengah kesibukan dunia modern.

Metode tidur dua kali sehari yang dipraktikkan di zaman pertengahan menunjukkan bahwa pola tidur manusia sebenarnya sangat fleksibel. Apa yang kini kita anggap “normal” hanyalah hasil adaptasi terhadap teknologi dan budaya modern.

Dengan memahami kembali sejarah tidur polifasik, kita bisa belajar bahwa istirahat tidak harus selalu dalam satu blok panjang. Terkadang, membagi tidur menjadi dua fase justru bisa memberikan manfaat yang lebih sehat, baik bagi tubuh maupun pikiran.

Itulah ulasan tentang metode tidur 2 kali sehari, pola tidur polifasik zaman dulu dan pertengahan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us

Latest Life NTB

See More

Momen Keheningan Bersama Ribuan Orang di Hari Raya Nyepi

05 Sep 2025, 07:58 WIBLife