Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Post-Traumatic Growth, Bangkit Lebih Kuat setelah Trauma

Ilustrasi post-traumatic growth, bangkit lebih kuat setelah trauma. (Pinterest/Debbie Hampton)

Trauma sering dianggap sebagai pengalaman yang hanya meninggalkan luka mendalam, baik secara fisik maupun psikologis. Memang, bagi banyak orang, trauma dapat menjadi titik balik yang penuh rasa sakit, kecemasan, dan penderitaan. Namun, di balik sisi gelap trauma, ada fenomena psikologis yang semakin banyak diteliti, yaitu post-traumatic growth (PTG).

Istilah ini merujuk pada perubahan positif yang muncul setelah seseorang melewati peristiwa traumatis, bahkan terkadang menjadikan mereka lebih tangguh, bijaksana, dan penuh makna. Post-traumatic growth bukan berarti menganggap trauma sebagai hal baik atau mengabaikan luka yang ditimbulkannya. Sebaliknya, PTG adalah proses menemukan makna baru, kekuatan, atau perspektif hidup yang lebih luas sebagai hasil perjuangan menghadapi penderitaan.

Melalui artikel ini, penulis ingin mengajak kamu menyelami apa itu post-traumatic growth, faktor yang memengaruhinya, tanda-tandanya, serta bagaimana kamu dapat mendukung proses pertumbuhan setelah trauma.

1. Memahami apa itu post-traumatic growth

Ilustrasi cara agar tetap optimis di dunia yang penuh ketidakpastian. (Pinterest/Ann)

Post-traumatic growth adalah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Tedeschi dan Calhoun pada pertengahan 1990-an. Mereka mendeskripsikan PTG sebagai perubahan positif yang dialami individu setelah melalui pengalaman traumatis, seperti kecelakaan, penyakit berat, bencana alam, atau kehilangan orang tercinta. PTG bukan hanya sekadar “pulih” dari trauma, melainkan mengalami transformasi psikologis yang mendalam.

Fenomena ini tidak berarti mengabaikan penderitaan yang nyata. Orang yang mengalami PTG tetap merasakan rasa sakit emosional, tetapi mereka juga melaporkan menemukan makna hidup baru, hubungan sosial yang lebih dalam, atau rasa apresiasi terhadap hidup. PTG menunjukkan bahwa meskipun trauma melukai, manusia memiliki kapasitas luar biasa untuk tumbuh melalui penderitaan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi PTG

Ilustrasi cara mengembalikan semangat yang hilang tanpa memaksakan diri. (Pinterest/Talie Loves This)

Tidak semua orang yang mengalami trauma otomatis akan mengalami PTG. Ada berbagai faktor yang memengaruhi, salah satunya adalah dukungan sosial. Kehadiran keluarga, teman, atau komunitas yang suportif terbukti sangat penting dalam membantu seseorang mengolah pengalaman traumatis menjadi proses pertumbuhan.

Selain dukungan sosial, kepribadian juga memainkan peran. Individu dengan kepribadian terbuka (openness) atau memiliki kecenderungan untuk merenung dan mencari makna (meaning-making) lebih berpeluang mengalami PTG. Spiritualitas atau keyakinan agama pun sering disebut sebagai sumber kekuatan yang membantu proses pemaknaan penderitaan.

3. Lima domain post-traumatic growth

Ilustrasi aktivitas singkat untuk meredakan stres harian. (Pinterest/dailysiacom)
Ilustrasi aktivitas singkat untuk meredakan stres harian. (Pinterest/dailysiacom)

Tedeschi dan Calhoun dalam jurnalnya Posttraumatic growth: Conceptual foundations and empirical evidence mengidentifikasi lima area utama di mana individu sering melaporkan adanya pertumbuhan pasca trauma. Pertama, adanya rasa apresiasi baru terhadap hidup, di mana hal-hal kecil menjadi lebih berarti. Kedua, hubungan sosial menjadi lebih kuat, karena trauma kerap membuka pintu keintiman emosional yang sebelumnya tertutup.

Ketiga, muncul kesadaran akan kekuatan diri. Banyak orang merasa lebih yakin bahwa mereka mampu menghadapi kesulitan setelah berhasil melewati trauma. Keempat, terjadi perubahan dalam prioritas hidup; orang menjadi lebih selektif dalam memilih apa yang penting. Terakhir, banyak yang mengalami pertumbuhan spiritual, seperti rasa koneksi lebih besar dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka.

4. Perbedaan PTG dan resilience

Ilustrasi surat untuk diri sendiri di 5 tahun mendatang. (Pinterest/Business Upside)

Meski sering dianggap sama, PTG berbeda dengan resilience. Resilience adalah kemampuan untuk bertahan dan “kembali ke kondisi semula” setelah mengalami stres atau trauma. Sementara itu, PTG melibatkan transformasi, munculnya perspektif baru yang sebelumnya tidak dimiliki individu sebelum trauma.

Seseorang yang resilient mungkin tampak “baik-baik saja” dan menjalani hidup seperti sebelum trauma. Namun, dalam PTG, individu tidak hanya bertahan, tetapi mengalami perubahan nilai, makna, atau identitas. Dengan kata lain, trauma menjadi katalis untuk pertumbuhan psikologis yang mendalam, meskipun jalan menuju PTG sering kali panjang dan penuh rasa sakit.

5. Membantu proses post-traumatic growth

Ilustrasi post-traumatic growth, bangkit lebih kuat setelah trauma. (Pinterest/Debbie Hampton)

PTG bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Namun, ada cara untuk mendukung proses ini. Salah satunya adalah terapi berbasis meaning-making, yang membantu individu menemukan makna baru dari pengalaman traumatis. Terapi ini mendorong orang merefleksikan pengalaman mereka, menuliskan jurnal, atau berbicara dengan profesional kesehatan mental.

Selain itu, menciptakan lingkungan yang aman secara emosional sangat penting. Hindari komentar seperti “Syukuri saja, pasti ada hikmahnya,” yang justru bisa melukai. Alih-alih, tawarkan empati, dengarkan tanpa menghakimi, dan beri ruang bagi individu untuk memproses emosinya. Karena pada akhirnya, PTG adalah proses personal yang berbeda bagi setiap orang.

Post-traumatic growth memberikan harapan bahwa dari luka terdalam pun, manusia masih dapat menemukan kekuatan, makna, dan perspektif hidup yang baru. Namun, PTG tidak menghapus penderitaan, melainkan mengajarkan kita bahwa di balik rasa sakit, bisa tersimpan potensi untuk tumbuh lebih bijaksana.

Demikian pembahasan mengenai apa itu post-traumatic growth, faktor yang memengaruhinya, tanda-tandanya, serta bagaimana kamu dapat mendukung proses pertumbuhan setelah trauma.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us