Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi mengapa kita merasa waktu berjalan lebih cepat saat dewasa? (Pinterest/Canon Australia)

Ketika masih anak-anak, satu tahun terasa seperti selamanya. Liburan sekolah begitu panjang, menunggu ulang tahun berikutnya terasa sangat lama. Namun, seiring bertambahnya usia, waktu seolah berlari.

Tahun demi tahun berlalu begitu cepat tanpa kita sadari. Banyak orang dewasa merasa waktu semakin tak terkejar, hari-hari terasa padat, akhir pekan seperti kilatan, dan tahun baru datang sebelum sempat mengejar resolusi lama.

Fenomena ini bukan hanya perasaan subjektif. Psikolog dan ahli saraf telah lama tertarik mengapa waktu terasa lebih cepat ketika kita dewasa. Ternyata, persepsi waktu sangat dipengaruhi oleh bagaimana otak memproses pengalaman, memori, dan rutinitas harian.

Berikut ini penjelasan faktor-faktor utama yang membuat kita merasa waktu berjalan lebih cepat saat dewasa.

1. Proporsi umur terhadap waktu yang dirasakan

Ilustrasi cara asik ngabuburit anak zaman dulu, beda dengan anak zaman sekarang. (Pinterest/Nurhidayat)

Salah satu penjelasan paling sederhana dan masuk akal berasal dari teori proporsi waktu. Saat kita berusia 10 tahun, satu tahun adalah 10% dari total hidup kita. Tapi saat kita berusia 40 tahun, satu tahun hanya 2,5% dari keseluruhan hidup.

Secara psikologis, waktu terasa “lebih pendek” karena menjadi bagian yang lebih kecil dari pengalaman hidup kita, ungkap Janet dalam bukunya L’évolution de la mémoire et de la notion du temps.

Karena itu, masa kanak-kanak terasa lebih lambat karena setiap tahun terasa signifikan dan panjang. Sebaliknya, saat dewasa, satu tahun hanyalah "sepenggal kecil" dari keseluruhan hidup. Otak kita tidak memproses waktu secara absolut, melainkan relatif terhadap pengalaman masa hidup kita sejauh ini.

2. Kurangnya pengalaman baru dan rutinitas monoton

Ilustrasi fakta penting tentang multitasking yang wajib kamu ketahui. (Pinterest/thinkaloud.net)

Ketika kita kecil, hampir semua hal adalah pengalaman pertama: pertama naik sepeda, pertama kali ke sekolah, liburan pertama, dan sebagainya. Otak menyimpan pengalaman baru dengan detail tinggi, membuat waktu terasa lebih “padat” dan penuh.

Namun saat dewasa, banyak aktivitas menjadi rutinitas. Kita menjalani pekerjaan yang sama, rute harian yang sama, dan interaksi yang berulang. Karena otak tidak menemukan hal baru yang signifikan untuk disimpan, maka periode waktu terasa berlalu tanpa kesan mendalam. Ini membuat waktu subjektif terasa lebih cepat.

3. Fungsi memori dan persepsi waktu

Ilustrasi mengapa kita merasa waktu berjalan lebih cepat saat dewasa? (Pinterest/Canon Australia)

Waktu juga diproses melalui ingatan. Semakin banyak peristiwa yang kita rekam dalam memori, semakin panjang periode waktu itu terasa. Dalam retrospeksi, hari yang penuh kejadian akan terasa lebih panjang daripada hari yang datar.

Sebaliknya, saat memori kita dipenuhi rutinitas tanpa banyak momen unik, otak tidak menyimpan banyak hal dari periode tersebut. Akibatnya, waktu berlalu tanpa terasa.

Inilah sebabnya kita merasa satu bulan kerja penuh rapat dan deadline terasa “menghilang” begitu saja, sedangkan akhir pekan yang penuh petualangan terasa lebih “nyata” dan panjang dalam ingatan.

4. Tekanan waktu dan beban mental dewasa

Ilustrasi mengenali luka-luka yang tersembunyi di balik senyum ramah. (Pinterest/Afam Uche)

Saat dewasa, kita dihadapkan pada berbagai tanggung jawab: pekerjaan, keluarga, keuangan, dan urusan sosial. Tekanan untuk menyelesaikan semua dalam waktu terbatas membuat waktu terasa selalu tidak cukup. Konsep “kehabisan waktu” membuat kita merasa waktu berlari, bukan berjalan.

Ironisnya, meskipun kita lebih sibuk, persepsi akan waktu justru terasa lebih cepat. Kita jarang benar-benar hadir dalam momen karena sibuk memikirkan tugas berikutnya. Multitasking yang konstan membuat waktu terasa kabur, dan sebelum sadar, minggu atau bahkan tahun telah berlalu.

5. Penurunan perhatian terhadap saat ini

Ilustrasi strategi-strategi psikologis agar kamu tetap waras di dunia maya. (Pinterest/Freepik)

Anak-anak cenderung hidup penuh dalam momen, mereka memperhatikan detail kecil seperti semut berjalan atau rasa es krim. Tapi orang dewasa sering kali terjebak dalam pikiran masa lalu atau kekhawatiran masa depan. Penurunan mindfulness ini berkontribusi besar terhadap persepsi waktu yang melesat, kata Kabat-Zinn dalam jurnalnya Clinical Psychology: Science and Practice.

Ketika kita tidak hadir secara penuh dalam momen, otak tidak mencatat pengalaman secara utuh. Hari-hari berlalu tanpa kesadaran mendalam, hanya serangkaian tugas dan rutinitas. Dengan demikian, kurangnya perhatian terhadap “saat ini” membuat waktu subjektif kita terasa lebih cepat dan kurang bermakna.

Waktu memang objektif secara fisik, tetapi persepsinya sangat subjektif. Seiring bertambahnya usia, berbagai faktor seperti proporsi waktu, rutinitas, tekanan hidup, dan pola memori membuat kita merasa waktu berlalu lebih cepat. Namun, dengan menciptakan lebih banyak pengalaman baru, memperlambat ritme hidup, dan meningkatkan kesadaran terhadap saat ini, kita bisa memperpanjang rasa waktu secara psikologis, dan membuat setiap hari terasa lebih berharga.

Itulah faktor-faktor utama yang membuat kita merasa waktu berjalan lebih cepat saat dewasa ketimbang saat anak-anak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team