Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ini Alasan Utama Kenapa Banyak Guru Honorer Alami Burnout

Ilustrasi kenapa banyak guru honorer alami burnout? (Pinterest/Farid Candra)
Ilustrasi kenapa banyak guru honorer alami burnout? (Pinterest/Farid Candra)

Dalam beberapa tahun terakhir, isu burnout di kalangan guru honorer di Indonesia kian mencuat. Meski menjadi ujung tombak pendidikan, realitas hidup para guru honorer sering kali jauh dari sejahtera. Mereka bekerja keras mendidik generasi penerus bangsa, namun kerap menerima gaji rendah, beban kerja tinggi, serta ketidakpastian status kepegawaian.

Kondisi ini membuat banyak guru honorer mengalami tekanan mental yang berat, hingga berujung pada burnout. Burnout pada guru honorer bukan hanya persoalan individu, melainkan juga cermin dari persoalan sistemik dalam dunia pendidikan Indonesia. Sayangnya, fenomena ini sering luput dari perhatian publik.

Berikut artikel yang akan mengulas lebih dalam apa saja yang menjadi penyebab banyak guru honorer mengalami burnout, serta bagaimana dampaknya terhadap kualitas pendidikan di tanah air.

1. Penghasilan yang jauh dari layak

Ilustrasi mengintip profesi yang tidak akan hilang meski ada AI. (Pinterest/Farid Candra)
Ilustrasi mengintip profesi yang tidak akan hilang meski ada AI. (Pinterest/Farid Candra)

Salah satu penyebab utama guru honorer mengalami burnout adalah penghasilan yang sangat rendah. Banyak guru honorer yang hanya menerima gaji ratusan ribu hingga sekitar satu juta rupiah per bulan, bahkan ada yang di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sementara kebutuhan hidup terus meningkat, penghasilan minim membuat mereka harus mencari pekerjaan sampingan, yang pada akhirnya menambah kelelahan fisik dan mental.

Situasi ini memengaruhi rasa harga diri dan motivasi mereka. Bayangkan, mereka memiliki tanggung jawab mendidik anak bangsa, tetapi tidak dihargai secara ekonomi. Hal ini menimbulkan rasa frustrasi, kecemasan, dan perasaan tidak berdaya, yang menjadi pemicu utama kelelahan emosional alias burnout.

2. Beban kerja yang tidak seimbang

Ilustrasi kenapa banyak guru honorer alami burnout? (Pinterest/Farid Candra)
Ilustrasi kenapa banyak guru honorer alami burnout? (Pinterest/Farid Candra)

Selain persoalan upah, guru honorer sering dibebani tugas yang sama dengan guru PNS, bahkan terkadang lebih banyak. Mulai dari mengajar, membuat administrasi pembelajaran, hingga kegiatan ekstrakurikuler, semua harus dijalani. Namun, penghargaan dan hak yang diterima tidak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan.

Beban kerja yang tinggi ini membuat waktu istirahat menjadi minim. Guru honorer harus mengajar di beberapa sekolah sekaligus demi menambah penghasilan. Kondisi inilah yang memicu kelelahan fisik, gangguan tidur, hingga keluhan kesehatan lain yang berkontribusi pada burnout kronis.

3. Ketidakpastian status kepegawaian

Ilustrasi seorang guru menerapkan trik psikologi. (Pinterest/Creative Market)
Ilustrasi seorang guru menerapkan trik psikologi. (Pinterest/Creative Market)

Masalah lain yang menjadi sumber tekanan bagi guru honorer adalah ketidakjelasan status kepegawaian. Banyak dari mereka telah mengabdi puluhan tahun, namun belum juga diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Setiap tahun, mereka harus menanti kebijakan pemerintah terkait rekrutmen ASN, yang kerap berubah-ubah.

Ketidakpastian ini melahirkan rasa cemas dan insecure. Guru honorer hidup dalam ketidakstabilan, karena sewaktu-waktu mereka bisa kehilangan pekerjaan. Ini memicu stres yang mendalam, menurunkan motivasi, dan berkontribusi signifikan pada burnout. Rasa tidak dihargai secara institusional pun menjadi luka psikologis yang terus terbuka, ungkap Rahman dalam Jurnal Kebijakan Pendidikan Nasional.

4. Kurangnya dukungan psikososial

Ilustrasi seorang guru menerapkan trik psikologi. (Pinterest/edutopia)
Ilustrasi seorang guru menerapkan trik psikologi. (Pinterest/edutopia)

Guru honorer sering kali tidak memiliki akses ke dukungan psikososial yang memadai. Banyak sekolah tidak memiliki program konseling untuk guru, padahal beban emosional mereka sangat besar. Sebagian besar guru honorer juga merasa tidak bisa mengeluhkan masalahnya karena khawatir dianggap tidak profesional atau takut diberhentikan.

Padahal, keberadaan dukungan sosial sangat penting untuk meredam stres. Tanpa ruang untuk bercerita atau berbagi, masalah emosional yang dipendam bisa berubah menjadi kelelahan mental akut. Ini pula yang membuat burnout semakin sulit diatasi, karena guru honorer terjebak dalam lingkaran tekanan tanpa saluran bantuan yang memadai.

5. Dampak burnout terhadap kualitas pendidikan

Ilustrasi seorang guru menerapkan trik psikologi. (Pinterest/Forbes)
Ilustrasi seorang guru menerapkan trik psikologi. (Pinterest/Forbes)

Burnout yang dialami guru honorer tidak hanya berdampak pada kesehatan mental mereka, tetapi juga pada kualitas pengajaran. Guru yang mengalami kelelahan emosional cenderung kehilangan semangat mengajar, lebih mudah marah, dan kesulitan berkonsentrasi. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada interaksi dengan siswa serta kualitas proses belajar mengajar.

Jika tidak segera diatasi, burnout di kalangan guru honorer dapat menciptakan efek domino bagi dunia pendidikan. Generasi muda yang seharusnya mendapat pendidikan berkualitas berpotensi mengalami penurunan motivasi belajar. Ini menjadi alarm serius bahwa kesejahteraan guru honorer harus menjadi prioritas, bukan hanya demi keadilan sosial, tetapi juga demi masa depan bangsa.

Fenomena burnout pada guru honorer adalah persoalan kompleks yang tidak boleh diabaikan. Selain soal kesejahteraan, ini juga menyangkut keberlangsungan kualitas pendidikan Indonesia. Sudah saatnya pemerintah dan masyarakat memberikan perhatian lebih, agar para pahlawan tanpa tanda jasa ini bisa mengajar dengan tenang, sehat, dan penuh semangat.

Itulah ulasan mengenai apa saja yang menjadi penyebab banyak guru honorer mengalami burnout, serta bagaimana dampaknya terhadap kualitas pendidikan di tanah air.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us