Menunggu sering dianggap hal sepele, tetapi siapa pun yang pernah terjebak dalam antrean panjang, menanti chat balasan yang tak kunjung datang, atau duduk resah menunggu hasil tes kesehatan, tahu betapa menyiksanya waktu terasa berjalan lambat. Fenomena waktu terasa melambat ini bukan sekadar ilusi biasa.
Psikologi dan neurologi menunjukkan bahwa persepsi waktu sangat dipengaruhi emosi, tingkat perhatian, serta konteks sosial. Apa yang sebenarnya terjadi di otak kita saat menunggu? Menariknya, pengalaman menunggu menjadi semakin intens di era modern.
Segala hal bergerak cepat, internet super kilat, layanan instan, aplikasi pemesanan satu klik, membentuk ekspektasi kita bahwa segalanya harus cepat. Akibatnya, toleransi kita terhadap penundaan makin rendah.
Berikut ulasan mengenai mengapa menunggu terasa lebih lama daripada waktu sebenarnya, serta mekanisme psikologis yang bekerja di balik fenomena tersebut.
