Sejarah Penciptaan Kitab Matsnawi, Mahakarya Jalaluddin Rumi

Butuh waktu satu dekade menyususn 25.700 bait syair Matsnawi

Jalaluddin Rumi adalah seorang penyair sufi dari Persia, teolog Maturidi, sekaligus ulama yang lahir di Balkh, Persia Raya. Selama tujuh abad terakhir, orang-orang Iran, Tajik, Turki, Yunani, Pashtun, orang-orang Islam di Asia Tengah, serta orang-orang Islam di Subbenua India telah menikmati karya-karyanya.

Puisi-puisinya telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan juga diubah ke dalam beragam format. Karena puisi-puisinya, Rumi telah dikenal sebagai salah satu penyair terpopuler dan juga penyair terlaris di Amerika Serikat.

Salah satu puisi Rumi yang terkenal adalah kitab al-Matsnawi al-Maknawi. Matsnawi adalah sebuah revolusi terhadap ilmu kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengkritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio.

Berikut sejarah singkat kitab Matsnawi, karya terbesar dari penyair Jalaluddin Rumi yang disadur dari skripsi Alfin Nur Majid dari Universitas Negeri Sunan Ampel.

1. Peran fundamental Hisyamuddin dalam proses penciptaan Matsnawi

Sejarah Penciptaan Kitab Matsnawi, Mahakarya Jalaluddin RumiPinterest

Pada tahun 1261 hingga 1273, Jalaluddin Rumi beserta murid sekaligus sahabatnya Hisyamuddin, banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan karya besar Rumi. Karya itu adalah Matsnawi, di mana hal ini banyak mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya. Di tengah kesibukannya itu, Rumi juga bergurau dengan mengatakan kepada Hisyamuddin jika karyanya selesai kelak, diperlukan empat puluh unta untuk membawanya.

Selama periode yang rasanya begitu cepat itu, Rumi dengan lantang melantunkan syair-syairnya, kemudian Hisyamuddin bergegas menuliskan setiap kata dari syair Rumi di atas kertas. Dengan sikap yang penuh pengabdian, Hisyamuddin membacakan kembali syair yang sudah ia tulis untuk disimak kebenarannya oleh Rumi.

Dari cerita sebuah sumber, Hisyamuddin seringkali hanyut dalam ilham mistis dari syair-syair yang dilantunkan Rumi, sehingga membuatnya mabuk. Kemudian saat kesadaran Hisyamuddin telah kembali, ia akan menangis dalam ekstase dan berlutut di hadapan Rumi.

Peran fundamental Hisyamuddin dalam proses penciptaan Matsnawi bisa kita ketahui buktinya dari sebuah anekdot berikut:

Suatu hari Hisyamuddin dirundung kedukaan ketika istrinya meninggal, selama berminggu-minggu ia tidak bisa memusatkan pikirannya untuk mengerjakan Matsnawi. Di saat yang bersamaan Rumi pun tidak ada inisiatif untuk melanjutkan pengerjaan karyanya itu, sehingga akhirnya Hisyamuddin sembuh dan menyatakan bahwa dirinya sudah siap kembali untuk mengerjakan karya Rumi. Seketika itu, Rumi juga mendapatkan kembali minatnya untuk menyelesaikan karyanya.

2. Matsnawi sebagai pengetahuan yang diterima melalui relasi spiritual dengan dunia Ilahi

Sejarah Penciptaan Kitab Matsnawi, Mahakarya Jalaluddin RumiPinterest

Terdapat dua definisi utama dalam Matsnawi, yaitu ‘ilm atau ilmu. Definisi yang pertama, ‘ilm dikaitkan dengan keberadaan materi yang dapat dilihat yang bisa diterobos melalui fasilitas pendidikan. Sedangkan definisi yang kedua, ‘ilm tidak duniawi, tidak melalui ajaran di sekolah serta tidak bisa didapat melalui buku, riset penelitian, atau fasilitas pendidikan dan akademis.

Lebih jelasnya, ‘ilm yang luar biasa ini justru memberi kesaksian terhadap pemahaman kepada kebenaran yang berada di luar pemahaman manusia pada umumnya, atau kesadaran akan realitas yang tersembunyi. Serta merupakan satu-satunya dimensi eksistensi yang absolut.

Dalam Matsnawi termuat beragam kisah serta anekdot yang melaluinya Rumi merujuk pada perbedaan antara dua konsep ‘ilm. Mungkin yang paling masyhur adalah kisah tentang seorang ahli tata bahasa, seorang Nahwi, yang berlayar di atas kapal kemudian bertanya kepada awak kapal, “Pernahkah engkau belajar Nahw (tata bahasa)?” Sang awak kapal menjawab bahwa ia tidak pernah belajar tata bahasa, lalu sang Nahwi berkata kepadanya “Oh! Betapa kasihan engkau, separuh hidupmu telah sia-sia”. Sang awak kapal terdiam dan tidak menanggapi perkataan Nahwi.

Sesaat setelahnya, sebuah badai menerpa kapal, lantas sang awak kapal berteriak “Apakah engkau bisa berenang?” Ahli tata bahasa yang congkak tadi menjawab bahwa ia tak akan pernah mau belajar berenang, sang awak kapal lantas berkata “Oh Nahwi! Seluruh hidupmu telah sia-sia, karena kapal sedang karam dan mulai tenggelam”. Di akhir anekdot ini, Rumi berkata “Di sini yang dibutuhkan adalah pelenyapan diri (Mahw), bukan tata bahasa (Nahw). Jika engkau lenyap dari diri, maka tenggelamlah ke laut itu, dan jangan takut akan ancaman atau bahaya”.

Menjadi mengerti pada aspek studi skolastik tidak membuka pintu ke dimensi metafisik, apa yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat itu bukanlah fiqh atau sharf atau nahw. Kita membutuhkan “hukum segala hukum” (fiqh-i-fiqhi), “bentuk-kata dari segala bentuk-kata” (sharf-i-sharf), dan “tata-bahasa segala tatabahasa” (nahw-nahw). Pernyataan ini dimaknai Rumi sebagai pengetahuan yang diterima melalui relasi spiritual dengan dunia Ilahi.

Baca Juga: 12 Buku Cerpen Terbaik Peraih Nobel Sastra, Wajib Kamu Baca!

3. Matsnawi adalah karya yang tidak lenyap dimakan waktu

Sejarah Penciptaan Kitab Matsnawi, Mahakarya Jalaluddin RumiPinterest

Rumi membutuhkan waktu sekitar satu dekade lebih untuk menyususn 25.700 bait syair Matsnawi, karya yang dirampungkan di ujung usianya ini terbukti tidak memenuhi harapan pembacanya kala itu. Mereka mengira bahwa Matsnawi adalah sejenis buku teks panduan tasawuf islam yang di dalamnya memuat tata cara yang kaku. Sepertinya mereka tidak berniat untuk membaca rangkaian panjang kisah dan lelucon duniawi sekaligus dalamnya filosofi yang disajikan dengan sederhana.

Meskipun Matsnawi menjadi pemicu dari beragam kontroversi dan skeptisisme selama berabad-abad, namun Matsnawi tetap diagung-agungkan oleh banyak orang. Melegakan rasanya ketika kita tahu bahwa Rumi sendiri yakin akan keindahan dan kedalaman karyanya yang tidak lenyap dimakan waktu. Seperti sebagian besar pembaca, Rumi juga memandang bahwa Matsnawi yang menampung berbagai pembahasan mengenai beragam kondisi pencerahan ruhani, sifat kesadaran, dan alam semesta sebagai karya yang menggambarkan intisari kompleksitas tanggung jawabnya.

Demikian sejarah singkat terciptanya kitab Matsnawi, salah satu karya terbesar dari Jalaluddin Rumi.

Baca Juga: 5 Gangguan Tidur dalam Psikologi Abnormal yang Perlu Diwaspadai

Hirpan Rosidi Photo Community Writer Hirpan Rosidi

Seorang laki-laki yang memiliki impian yaitu kelak disalah satu rak toko buku populer, di antara buku-buku dari penulis besar, terselip satu buku dengan nama Hirpan Rosidi sebagai penulisnya.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya