Fakta Psikologis Dunning-Kruger Effect, Gak Kompeten Merasa Paling Tahu

Dalam kehidupan sehari-hari, kamu mungkin pernah bertemu seseorang yang sangat percaya diri dalam suatu bidang, padahal sebenarnya ia tidak terlalu kompeten. Menariknya, fenomena ini bukan sekadar kesombongan atau kepercayaan diri yang berlebihan. Ini adalah bagian dari apa yang dikenal sebagai efek Dunning-Kruger, suatu bias kognitif yang membuat individu dengan kemampuan rendah melebih-lebihkan kompetensi mereka sendiri.
Penelitian yang dilakukan Kruger dan Dunning dengan judul Unskilled and unaware of it: How difficulties in recognizing one's own incompetence lead to inflated self-assessments menunjukkan bahwa semakin sedikit seseorang tahu, semakin besar kemungkinan mereka merasa sudah tahu banyak. Efek ini bukan hanya terjadi pada orang lain, kita semua pun rentan terhadapnya di berbagai aspek kehidupan.
Dari tempat kerja, dunia akademis, hingga media sosial, bias ini memengaruhi bagaimana kamu menilai diri sendiri dan orang lain. Memahami fakta-fakta psikologis di balik efek Dunning-Kruger sangat penting agar kamu bisa menghindari jebakan mental yang membuat kamu stagnan dalam belajar dan pengembangan diri.
Berikut 5 fakta psikologis tentang Dunning-Kruger effect, ketika orang tidak berkompeten merasa paling tahu.
1. Orang yang tidak kompeten cenderung tidak menyadari ketidakmampuannya

Fakta utama dari efek Dunning-Kruger adalah bahwa individu yang kurang kompeten seringkali tidak memiliki kemampuan metakognitif untuk mengenali keterbatasan mereka. Artinya, mereka tidak cukup tahu untuk menyadari bahwa mereka tidak tahu. Ini menciptakan lingkaran setan: karena tidak tahu bahwa mereka keliru, mereka pun merasa yakin bahwa mereka benar.
Fenomena ini pertama kali dijelaskan oleh psikolog David Dunning dan Justin Kruger dalam studi tahun 1999, yang menunjukkan bahwa peserta dengan nilai tes paling rendah justru memperkirakan performa mereka jauh lebih tinggi dari kenyataan. Kurangnya keterampilan membuat mereka gagal dalam mengenali kualitas kerja mereka sendiri dan juga kualitas orang lain.
2. Semakin kompeten seseorang, semakin ia meragukan kemampuannya

Efek Dunning-Kruger juga bekerja secara terbalik. Orang-orang yang sangat kompeten seringkali meremehkan keahlian mereka, karena mereka menganggap bahwa apa yang mudah bagi mereka juga pasti mudah bagi orang lain. Hal ini disebut sebagai false consensus effect, di mana seseorang meyakini bahwa orang lain juga berpikir atau berperilaku sama seperti dirinya.
Akibatnya, individu yang cakap bisa mengalami kurangnya kepercayaan diri, merasa tidak cukup baik, atau bahkan menderita impostor syndrome. Ironisnya, mereka yang paling pantas merasa percaya diri justru yang paling sering mempertanyakan diri sendiri. Inilah yang membuat penilaian diri menjadi begitu kompleks dalam konteks psikologis.
3. Efek Dunning-Kruger terjadi di semua bidang kehidupan

Efek ini tidak terbatas pada dunia akademis atau profesional, tetapi meresap ke hampir semua aspek kehidupan, termasuk politik, keuangan, bahkan pengasuhan anak. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang informasi dalam suatu topik seringkali merasa paling yakin dalam opininya dan cenderung menyebarkan informasi yang salah secara percaya diri.
Contohnya dapat terlihat di media sosial, di mana individu dengan sedikit pengetahuan tentang isu tertentu bisa dengan penuh keyakinan menyebarkan hoaks atau menyanggah ahli tanpa dasar kuat. Fenomena ini memperkuat polarisasi dan miskonsepsi publik, khususnya dalam isu-isu seperti kesehatan, iklim, dan teknologi.
4. Orang yang terkena efek ini jarang mencari masukan atau belajar

Karena merasa sudah cukup tahu, individu yang terkena efek Dunning-Kruger tidak merasa perlu untuk belajar lebih jauh atau menerima kritik. Mereka cenderung defensif ketika diberi umpan balik, dan enggan mencari bimbingan atau informasi tambahan. Ini dapat menghambat perkembangan pribadi maupun profesional secara signifikan.
Kurangnya kesadaran diri ini dapat membuat orang tetap berada dalam posisi yang sama untuk waktu lama, atau bahkan membuat kesalahan berulang tanpa menyadarinya. Dalam konteks organisasi atau tim, hal ini bisa menjadi sumber konflik dan kesalahan keputusan yang berisiko tinggi.
5. Kesadaran diri adalah kunci untuk mengatasi efek ini

Kabar baiknya, efek Dunning-Kruger bisa diatasi dengan meningkatkan kesadaran diri dan keterbukaan terhadap umpan balik. Ketika seseorang belajar untuk mempertanyakan asumsinya sendiri dan terbiasa mencari pendapat dari orang lain, mereka lebih mungkin untuk keluar dari bias ini. Proses ini membutuhkan kerendahan hati intelektual, kesadaran bahwa kamu tidak selalu benar, dan bahwa belajar adalah proses tanpa akhir.
Pendidikan, mentoring, dan budaya organisasi yang terbuka terhadap kesalahan bisa membantu mengurangi dampak efek ini. Dengan membiasakan diri untuk reflektif dan evaluatif terhadap pengetahuan kamu sendiri, kamu bisa menjadi pembelajar yang lebih baik dan pengambil keputusan yang lebih bijak.
Efek Dunning-Kruger bukan hanya sebuah istilah psikologi, tetapi cerminan dari dinamika kognitif yang memengaruhi bagaimana kamu memandang diri sendiri dan orang lain. Dengan memahami lima fakta psikologis ini, kamu bisa lebih mawas diri, menghindari kepercayaan diri yang menyesatkan, dan membangun kebiasaan belajar yang sehat. Dunia akan menjadi tempat yang lebih baik jika lebih banyak orang menyadari bahwa tidak tahu adalah langkah awal menuju pengetahuan.
Demikian 5 fakta psikologis tentang Dunning-Kruger effect, ketika orang tidak berkompeten merasa paling tahu.