Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Banyak Orang Merasa Kesepian di Dunia yang Terkoneksi

Ilustrasi alasan mengapa banyak orang merasa kesepian di dunia yang terkoneksi. (Pinterest/afamuche.com)

Dunia saat ini dipenuhi oleh notifikasi, pesan instan, dan koneksi digital tanpa batas. Kita hidup dalam era di mana hampir tidak ada jeda untuk merasa sendirian secara teknis. Namun ironisnya, justru di tengah arus komunikasi yang masif ini, kesepian menjadi salah satu masalah kesehatan mental paling umum dan memprihatinkan.

Fenomena ini tidak hanya dialami oleh lansia, tetapi juga menyasar anak muda, profesional muda, hingga pelajar yang aktif di media sosial. Kesepian di zaman modern bukan lagi sekadar tentang keterasingan fisik, melainkan krisis hubungan yang bermakna. Teknologi telah mengubah cara kita berinteraksi, namun tidak selalu menghasilkan koneksi yang mendalam dan memuaskan secara emosional.

Artikel ini akan membahas 5 alasan utama yang menyebabkan banyak orang merasa kesepian meskipun mereka terhubung setiap saat.

1. Hubungan digital yang dangkal

Ilustrasi brain rot, kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan. (Pinterest/Laut Nachdenken)

Media sosial memungkinkan kita untuk berteman dengan ratusan bahkan ribuan orang, tetapi kualitas dari hubungan-hubungan ini sering kali minim kedalaman emosional. Interaksi yang terjadi biasanya terbatas pada hal-hal superfisial seperti memberi like, komentar singkat, atau membagikan meme. Ini menciptakan ilusi koneksi tanpa membangun keterikatan emosional yang sejati.

Akibatnya, meski seseorang tampak memiliki banyak koneksi online, mereka tetap merasa tidak benar-benar dikenal atau dipahami. Ketiadaan ruang untuk percakapan jujur dan mendalam membuat hubungan digital kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia akan afeksi dan kedekatan, ungkap Turkle dalam bukunya Alone Together: Why We Expect More from Technology and Less from Each Other.

2. Budaya kesibukan dan individualisme

Ilustrasi tips untuk mencapai apa pun yang kamu inginkan. (Pinterest/HuffPost Japan)

Gaya hidup modern mendorong orang untuk selalu produktif dan berfokus pada pencapaian individual. Kesuksesan sering diukur dari seberapa sibuk seseorang, bukan dari kualitas hidup atau hubungan sosialnya. Ini membuat orang menunda atau mengabaikan interaksi sosial demi target pribadi atau profesional.

Lama-kelamaan, budaya ini menciptakan jarak sosial yang makin lebar. Putnam dalam bukunya Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community, mengatakan ketika relasi sosial dianggap sebagai beban waktu atau sesuatu yang bisa ditunda, maka kualitas hubungan antarindividu pun menurun. Kesepian pun perlahan menjadi bagian dari keseharian, meski tidak disadari secara langsung.

3. Takut menunjukkan kerentanan

Ilustrasi ciri self-labeling yang bersifat merusak. (Pinterest/collective.world)

Media sosial mendorong orang untuk tampil sempurna. Banyak orang merasa perlu menampilkan hidup yang menyenangkan, produktif, dan bahagia sepanjang waktu. Hal ini membuat ekspresi kerentanan, seperti rasa sedih, takut, atau kesepian, menjadi sesuatu yang jarang diungkapkan secara terbuka.

Sayangnya, hubungan yang sehat justru dibangun dari kejujuran dan keterbukaan tentang hal-hal personal. Brown dalam bukunya Daring Greatly: How the Courage to Be Vulnerable Transforms the Way We Live, Love, Parent, and Lead, mengatakan ketika seseorang menahan diri untuk jujur karena takut dihakimi atau dianggap lemah, hubungan pun menjadi dangkal. Ketakutan untuk terlihat tidak sempurna justru memperkuat rasa kesepian itu sendiri.

4. Kecanduan teknologi menggantikan interaksi nyata

Ilustrasi bahaya fitur infinite scroll yang sering diabaikan. (Pinterest/iMOM)

Banyak orang kini menghabiskan lebih banyak waktu menatap layar daripada berbicara langsung dengan orang di sekitarnya. Kecanduan terhadap gadget dan media sosial membuat kita merasa sibuk secara sosial, padahal kenyataannya kita jarang berinteraksi secara tatap muka.

Twenge dalam bukunya iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious, More Tolerant, Less Happy, mengungkapkan kehadiran fisik dan emosi dalam komunikasi langsung jauh lebih bermakna daripada teks atau emoji. Tanpa pengalaman sosial yang nyata, kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan juga menurun.

Ini memperburuk kesepian karena interaksi virtual tidak mampu sepenuhnya menggantikan hubungan manusia yang autentik.

5. Stigma terhadap kesepian

Ilustrasi tips menghentikan kebiasaan merenung yang berlebihan. (Pinterest/hk01.com)

Kesepian sering dianggap sebagai tanda bahwa seseorang gagal secara sosial, sehingga banyak orang merasa malu untuk mengakuinya. Mereka memilih diam dan berpura-pura baik-baik saja meski di dalam hati merasa terasing. Ketakutan terhadap penilaian sosial inilah yang membuat kesepian semakin terinternalisasi.

Padahal, kesepian adalah pengalaman universal yang bisa terjadi pada siapa saja. Seperti yang dilansir dari Cigna, tanpa ruang untuk membicarakan perasaan tersebut secara terbuka, orang-orang yang kesepian merasa sendirian dalam penderitaannya. Ini menciptakan siklus sunyi yang terus berulang dan semakin sulit diputus.

Itulah 5 alasan utama yang menyebabkan banyak orang merasa kesepian meskipun mereka terhubung setiap saat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us