Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Seseorang Memiliki Emosi yang Mudah Meledak

Ilustrasi tanda seseorang memiliki emosi yang mudah meledak. (pexels.com/Timur Weber)
Ilustrasi tanda seseorang memiliki emosi yang mudah meledak. (pexels.com/Timur Weber)

Setiap orang pasti pernah marah, kecewa, atau frustrasi. Namun, ada perbedaan besar antara mengekspresikan emosi secara sehat dan memiliki amarah yang mudah meledak. Seseorang dengan emosi yang meledak-ledak cenderung bereaksi berlebihan terhadap pemicu kecil, membuat hubungan pribadi maupun profesional terganggu.

Fenomena ini bukan hanya soal “sifat bawaan”, tetapi bisa terkait dengan pola pikir, kebiasaan, hingga kondisi psikologis yang mendasarinya. Psikologi menjelaskan bahwa emosi yang mudah meluap sering dipengaruhi oleh faktor biologis (seperti tingkat hormon stres) dan pengalaman masa lalu. Mengenali tanda-tandanya penting, baik untuk membantu diri sendiri maupun memahami orang terdekat.

Berikut 5 ciri yang dapat menjadi alarm bahwa seseorang cenderung memiliki emosi yang mudah meledak.

1. Reaksi berlebihan terhadap masalah kecil

ilustrasi pria marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi pria marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Orang dengan emosi mudah meledak sering kali merespons situasi kecil seolah-olah itu ancaman besar. Misalnya, komentar ringan dianggap kritik serius, atau kesalahan kecil orang lain memicu kemarahan yang tidak proporsional. Reaksi ini bukan sekadar “sensitif”, tetapi mencerminkan sistem saraf yang selalu siaga.

Secara psikologis, ini bisa terkait dengan hyperarousal, kondisi di mana otak terus berada dalam mode waspada akibat stres berkepanjangan atau trauma masa lalu. Otak sulit membedakan ancaman nyata dan gangguan sepele, sehingga pemicunya terlihat lebih besar dari yang sebenarnya.

2. Kesulitan mengendalikan nada dan bahasa tubuh

ilustrasi pria terpancing emosi (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi pria terpancing emosi (pexels.com/Yan Krukau)

Nada bicara yang tiba-tiba meninggi, gestur tangan yang agresif, atau tatapan tajam adalah tanda fisik yang sering menyertai ledakan emosi. Seseorang mungkin tidak bermaksud menakutkan, tetapi tubuhnya secara otomatis mengekspresikan kemarahan. Ini sering terjadi karena sistem limbik (pusat emosi di otak) mendominasi logika.

Dalam jangka panjang, pola ini membuat komunikasi menjadi tegang. Lawan bicara bisa merasa terintimidasi, yang memicu siklus pertengkaran. Mengasah kesadaran diri melalui teknik seperti mindfulness atau latihan pernapasan dapat membantu menenangkan respons tubuh sebelum kata-kata terucap.

3. Mudah tersulut oleh pemicu emosional

ilustrasi marah (freepik.com/stockking)
ilustrasi marah (freepik.com/stockking)

Pemicu atau “trigger” bisa berupa kritik, penolakan, bahkan hal-hal sepele seperti antrean panjang. Orang yang emosinya mudah meledak sering tidak menyadari pemicu pribadi mereka, sehingga kemarahan muncul mendadak. Ketidakpahaman ini membuat mereka merasa seolah kehilangan kendali.

Psikologi perilaku menyebut fenomena ini sebagai low frustration tolerance, yaitu ambang kesabaran yang rendah. Ketika ambang ini tipis, stres kecil saja dapat memicu reaksi besar. Menyadari apa yang menjadi pemicu dan menyiapkan respons alternatif bisa membantu mengurangi ledakan emosi.

4. Merasa menyesal setelah ledakan emosi

Ilustrasi tanda otak sedang kelelahan emosional yang sering kamu abaikan. (pexels.com/MART PRODUCTION)
Ilustrasi tanda otak sedang kelelahan emosional yang sering kamu abaikan. (pexels.com/MART PRODUCTION)

Setelah marah, banyak orang dengan emosi mudah meledak merasakan penyesalan mendalam. Mereka mungkin meminta maaf, namun pola yang sama berulang. Perasaan bersalah ini menandakan bahwa ledakan tersebut bukan keinginan sadar, melainkan mekanisme pertahanan yang sulit dikontrol.

Dalam psikologi klinis, ini sering terkait dengan dysregulation emosi, yaitu ketidakmampuan menyeimbangkan respons emosional. Menyesal setelah marah menunjukkan bahwa orang tersebut sebenarnya menyadari dampak perilakunya, tetapi belum memiliki keterampilan untuk mengelola reaksi awal.

5. Ketegangan fisik saat emosi memuncak

Ilustrasi tanda kamu sedang memaksakan hubungan yang tidak sehat. (pexels.com/Keira Burton)
Ilustrasi tanda kamu sedang memaksakan hubungan yang tidak sehat. (pexels.com/Keira Burton)

Ledakan emosi tidak hanya tampak dari kata-kata, tetapi juga dari gejala fisik, seperti detak jantung meningkat, napas memburu, telapak tangan berkeringat, hingga otot tegang. Tubuh bereaksi seperti sedang menghadapi ancaman nyata, karena hormon adrenalin dan kortisol dilepaskan secara cepat.

Tanda-tanda fisik ini adalah peringatan alami dari tubuh bahwa batas emosional hampir terlampaui. Mengenali sinyal seperti ini memberi kesempatan untuk berhenti sejenak, misalnya dengan menarik napas dalam atau meninggalkan ruangan sebelum kemarahan benar-benar meledak.

Emosi yang mudah meledak bukan sekadar masalah “kepribadian buruk”, melainkan sinyal bahwa seseorang perlu mengelola stres dan pola pikirnya dengan lebih sehat. Mengenali tanda-tanda di atas dapat menjadi langkah awal untuk mencari solusi, mulai dari latihan pengendalian diri hingga konseling profesional. Mengatur emosi bukan berarti menekan perasaan, tetapi belajar menyalurkannya dengan cara yang lebih bijak dan konstruktif.

Itulah 5 ciri yang dapat menjadi alarm bahwa seseorang cenderung memiliki emosi yang mudah meledak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us

Latest Life NTB

See More

Mengenal Fear of Failure, Takut Berbuat Salah di Depan Orang Lain

26 Sep 2025, 20:00 WIBLife