Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi fakta penting tentang multitasking yang wajib kamu ketahui. (Pinterest/thinkaloud.net)

Di era serba cepat ini, multitasking sering dianggap sebagai keterampilan penting dan bahkan menjadi kebanggaan tersendiri. Banyak orang merasa lebih produktif saat bisa mengerjakan banyak hal sekaligus. Seperti membalas pesan sambil menghadiri rapat virtual, atau mengetik laporan sembari mendengarkan podcast. Namun, benarkah multitasking meningkatkan efisiensi kerja, atau justru menjadi jebakan yang tak disadari?

Penelitian dari berbagai bidang mulai dari psikologi kognitif hingga neurosains menunjukkan bahwa otak manusia tidak dirancang untuk fokus pada dua hal kompleks dalam waktu bersamaan. Studi yang dilakukan oleh Clifford Nass, Eyal Ophir, dan Anthony Wagner dari Stanford University menemukan bahwa multitasking bukan hanya mengurangi efektivitas, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan kualitas hasil kerja.

Berikut 5 fakta penting tentang multitasking yang perlu kamu ketahui agar bisa bekerja lebih cerdas, bukan sekadar lebih sibuk.

1. Otak tidak benar-benar bisa multitasking

Ilustrasi kebiasaan yang membuat otak kamu tumpul dan lambat berpikir. (Pinterest/Getty Images/Paul Bradbury)

Meskipun banyak orang merasa mampu melakukan beberapa aktivitas sekaligus, pada kenyataannya otak hanya bisa fokus penuh pada satu tugas dalam satu waktu. Saat kamu mencoba mengerjakan dua hal yang membutuhkan konsentrasi, otak sebenarnya tidak memproses secara bersamaan, melainkan bergantian dengan sangat cepat, proses yang disebut task switching.

Akibat dari proses ini adalah hilangnya efisiensi dan meningkatnya peluang membuat kesalahan. Otak membutuhkan waktu untuk berpindah fokus dari satu tugas ke tugas lainnya, dan waktu transisi ini bisa menyebabkan kelelahan kognitif. Hasilnya, pekerjaan bisa menjadi lebih lama selesai dan kualitasnya pun menurun.

2. Multitasking menurunkan produktivitas

Ilustrasi tanda kelelahan emosional yang sering diabaikan. (Pinterest/Getty Images/fizkes)

Salah satu mitos besar tentang multitasking adalah bahwa ia membuat seseorang lebih produktif. Faktanya, menurut riset dari Stanford University, orang yang sering multitasking justru memiliki kinerja yang lebih buruk dibanding mereka yang fokus pada satu tugas dalam satu waktu. Multitasking menurunkan kemampuan untuk menyaring informasi yang tidak relevan dan memperlambat proses berpikir.

Produktivitas sejati tidak ditentukan oleh seberapa banyak tugas yang dikerjakan sekaligus, tetapi seberapa baik hasil yang dicapai. Dalam banyak kasus, multitasking membuat seseorang sibuk tetapi tidak benar-benar menyelesaikan pekerjaan secara tuntas. Fokus penuh pada satu hal dalam satu waktu jauh lebih efektif untuk mencapai hasil maksimal.

3. Multitasking merusak daya ingat

Ilustrasi fakta penting tentang multitasking yang wajib kamu ketahui. (Pinterest/thinkaloud.net)

Kebiasaan multitasking dapat berdampak langsung pada daya ingat jangka pendek. Karena perhatian terbagi, otak sulit menyimpan informasi secara utuh. Ini sering membuat orang lupa apa yang baru saja mereka lakukan atau dengar, meskipun hal itu terjadi hanya beberapa detik sebelumnya.

Dalam jangka panjang, multitasking dapat mengganggu proses pembelajaran dan pemahaman mendalam. Informasi yang tidak diproses secara menyeluruh oleh otak cenderung tidak bertahan lama. Maka tak heran jika orang yang sering multitasking kerap mengalami kesulitan mengingat detail, baik dalam konteks pekerjaan maupun kehidupan pribadi.

4. Menurunkan kualitas hubungan sosial

Ilustrasi fakta penting tentang multitasking yang wajib kamu ketahui. (Pinterest/Getty Images/Klaus Vedfelt)

Multitasking tidak hanya memengaruhi performa kerja, tetapi juga cara kamu berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, menggunakan ponsel saat sedang berbicara dengan teman atau pasangan dapat menurunkan kualitas komunikasi dan menciptakan kesan bahwa kita tidak sepenuhnya hadir. Ini dikenal sebagai phubbing (phone snubbing) dan terbukti berdampak negatif pada hubungan interpersonal.

Kehadiran penuh secara mental dalam interaksi sosial sangat penting untuk membangun empati, saling pengertian, dan kepercayaan. Saat seseorang terbiasa membagi perhatian dalam percakapan, hubungan menjadi dangkal dan tidak memuaskan. Oleh karena itu, membatasi multitasking dalam situasi sosial bisa membantu memperkuat koneksi antarindividu.

5. Multitasking dapat meningkatkan stres

Ilustrasi bahaya yang ditimbulkan akibat kurangnya aktivitas fisik. (Pinterest/adme.media)

Meskipun tampak efisien di permukaan, multitasking dapat meningkatkan kadar stres. Ketika otak terus-menerus dipaksa berpindah dari satu tugas ke tugas lain, sistem saraf mengalami tekanan yang berkepanjangan. Hal ini memicu produksi hormon stres seperti kortisol, yang jika dibiarkan, bisa berdampak pada kesehatan fisik dan mental.

Stres kronis akibat multitasking bisa menyebabkan kelelahan, gangguan tidur, kecemasan, bahkan depresi. Tubuh dan otak membutuhkan jeda serta fokus untuk bekerja dengan optimal. Dengan mengurangi multitasking, kamu memberi kesempatan bagi otak untuk bekerja dengan ritme alami dan menjaga keseimbangan emosional.

Multitasking mungkin terlihat keren dan produktif, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Kebiasaan ini dapat mengurangi efisiensi kerja, menurunkan kualitas berpikir, merusak hubungan sosial, bahkan membahayakan kesehatan mental. Fokus pada satu tugas dalam satu waktu bukanlah kelemahan, melainkan strategi cerdas untuk bekerja lebih tenang, tepat, dan berkualitas.

Demikian 5 fakta penting tentang multitasking yang perlu kamu ketahui agar bisa bekerja lebih cerdas, bukan sekadar lebih sibuk.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLinggauni