Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi utang konsumtif (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi utang konsumtif (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Banyak orang tergoda membelanjakan uang demi memenuhi gaya hidup, tanpa memikirkan risiko keuangan yang akan dihadapi dalam jangka panjang. Utang konsumtif memang banyak dijadikan jalan pintas bagi banyak orang, yang semula mereka kira aman padahal menyimpan banyak jebakan.

Meski awalnya terlihat ringan, utang konsumtif nyatanya bisa memicu efek domino terhadap stabilitas finansial seseorang, lho. Penasaran bagaimana sebenarnya utang konsumtif bisa jadi bumerang dalam hidup kamu? Simak pembahasannya yuk, biar kamu bisa lebih waspada sejak sekarang.

1. Finansial runtuh tanpa sinyal

ilustrasi finansial runtuh (pexels.com/Nicola Barts)

Utang konsumtif gak hanya menggerus saldo di rekening, tapi juga menyusup ke dalam pola pengeluaran sehari-hari secara perlahan. Saat tagihan kamu mulai menumpuk dari berbagai sumber seperti kartu kredit, paylater, hingga cicilan barang lifestyle, kamu mulai kehilangan visibilitas terhadap cashflow. Keadaan ini bisa membuat kamu mudah terjebak dalam siklus gali lubang tutup lubang yang seolah gak akan pernah ada habisnya.

Efek jangka panjang dari kondisi utang konsumtif ini bisa sangat brutal kalau tidak segera disadari. Tabungan darurat jelas akan jadi korban pertama karena kamu harus memutar uang demi bayar cicilan utang konsumtif yang kamu ambil.

Lama-lama, kebiasaan ini memaksa kamu mengorbankan kebutuhan primer, bahkan sampai pinjam uang hanya buat bertahan hidup. Ujung-ujungnya, kamu terlihat hidup enak di luar, tapi sebenarnya sedang nyaris tenggelam di dalam karena krisis keuangan.

2. Gagal membangun aset di usia produktif

ilustrasi aset (pexels.com/Pixabay)

Punya penghasilan tetap tapi kamu gak pernah punya aset, bisa jadi salah satu tanda utang konsumtif sudah menggerogoti sumber kekayaanmu. Alih-alih menyisihkan dana untuk investasi atau membeli properti, kamu malah asyik dan sibuk membayar cicilan untuk barang-barang yang nilainya terus menyusut. Kondisi ini membuat kamu kehilangan momentum terbaik dalam membangun fondasi aset keuangan jangka panjang.

Seiring waktu, gap antara kamu dan teman sebaya yang lebih bijak mengelola uang makin melebar gara-gara kelalaianmu mengambil utang konsumtif. Saat teman-teman kamu yang lain sudah mulai panen dari investasi mereka, kamu masih berjuang keluar dari jeratan utang. Rasa tertinggal ini bisa memicu tekanan mental dan rasa gagal dalam hidup meski kamu terlihat sibuk dan berpenghasilan.

3. Kesehatan mental bisa ikut tergerus

ilustrasi kesehatan mental (pexels.com/cottonbro studio)

Hidup dalam tekanan keuangan akibat utang konsumtif perlahan-lahan bisa memengaruhi kondisi psikologis. Saat tiap bulan kamu harus menghadapi tagihan yang terus datang tanpa henti, pikiran jadi gampang stres dan terjebak overthinking. Beban mental akibat utang bukan cuma bisa mengganggu tidur, produktivitas kerja, tapi juga sampai kualitas hubungan personalmu dengan orang lain.

Tidak berhenti di situ, kondisi mental yang terganggu dampak langsung dari utang juga jarang disadari. Kamu mungkin menyalahkan pekerjaan atau lingkungan di sekitarmu, padahal sumber utama justru ada pada gaya hidup kamu yang sama sekali gak seimbang. Utang konsumtif wajib segera kamu tangani, sebab kalau tidak tekananan karena utang bisa berkembang jadi gangguan mental serius yang butuh penanganan dari profesional.

4. Gagal menyadari ilusi gengsi

ilustrasi konsumtif (pexels.com/Alexandra Maria)

Dalam dunia yang penuh validasi sosial lewat media, utang konsumtif sering jadi jawaban instan untuk terlihat berhasil, kaya raya bahkan sukses. Kamu merasa perlu punya gadget terbaru, fashion paling kekinian, atau liburan di tempat mewah demi mendapatkan pengakuan dari lingkungan. Tanpa sadar, kamu mulai menyamakan harga diri dengan barang yang kamu punya, bukan dari value kamu sebenarnya.

Ilusi ini membuat kamu merasa berharga hanya ketika kamu bisa pamer pencapaian secara materi. Ketika kamu gak mampu mempertahankannya, rasa percaya diri ikut runtuh dan muncul adanya krisis identitas. Bahaya seperti ini gak cuma mengganggu keuangan kamu, tapi juga kesehatan mental karena kamu terus berada dalam kompetisi yang gak sehat bukan dengan orang lain tapi dengan diri sendiri. Padahal, gengsi yang dibangun dari utang konsumtif justru mengikis identitas diri kamu yang sebenarnya.

5. Merusak hubungan personal

ilustrasi merusak hubungan personal (pexels.com/Alex Green)

Masalah keuangan akibat utang konsumtif sering kali jadi sumber konflik dalam hubungan. Entah itu hubungan asmara, keluarga, sampai hubungan pertemanan, tekanan finansial bisa memicu kesalahpahaman hingga keretakan komunikasi diantara kalian. Ketika pasangan atau orang terdekat merasa dibebani oleh kebiasaan borosmu, kepercayaan mereka bisa runtuh pelan-pelan, lho.

Dalam beberapa kasus, utang juga bikin kamu menutup-nutupi keadaan hidup kamu yang sebenarnya demi menjaga image atau personal branding. Kebiasaan ini menciptakan jarak emosional yang makin lama makin sulit diperbaiki antara kamu dengan lingkungan sekitarmu. Bukan cuma soal uang, tapi juga soal integritas dan rasa saling percaya diantara kaliam bisa mulai memudar.

Menghindari utang konsumtif bukan soal pelit, tapi soal menyadari betapa berharganya stabilitas hidup. Di dunia yang mendorong kebiasaan untuk terus melakukan konsumsi tanpa henti, keputusan untuk gak ikut arus justru jadi bentuk keberanian tersendiri. Daripada terus mengejar gaya hidup yang menguras kantong, lebih baik bangun hidup yang bikin kamu tenang saat tidur.

Karena pada akhirnya, sukses dalam hidup itu bukan tentang terlihat kaya raya di mata orang lain, tapi benar-benar merasa cukup.

Editorial Team