Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Orang Jepang Terkesan Tidak Tertarik Belajar Bahasa Inggris

Ilustrasi alasan masyarakat Jepang tidak tertarik belajar bahasa Inggris. (Pinterest/The Japan Times)

Jepang dikenal sebagai negara maju dengan sistem pendidikan yang ketat dan budaya kerja keras yang luar biasa. Namun, ada satu hal yang cukup mengherankan bagi banyak orang, yaitu tingkat kemampuan berbahasa Inggris masyarakat Jepang tergolong rendah dibandingkan negara maju lainnya.

Padahal, bahasa Inggris adalah mata pelajaran wajib sejak usia sekolah dasar. Fenomena ini bukan karena kurangnya paparan atau sumber daya pendidikan, tetapi lebih berkaitan dengan faktor budaya, struktural, dan psikologis yang kompleks.

Berikut 5 alasan utama mengapa banyak masyarakat Jepang tampak kurang tertarik atau kesulitan dalam mempelajari bahasa Inggris secara efektif.

1. Sistem pendidikan yang terlalu fokus pada tes tertulis

Ilustrasi alasan masyarakat Jepang tidak tertarik belajar bahasa Inggris. (Pinterest/thoughtco.com)

Salah satu penyebab utama rendahnya minat belajar bahasa Inggris di Jepang adalah sistem pendidikan yang terlalu menekankan penguasaan tata bahasa dan ujian tertulis, bukan komunikasi nyata. Pelajaran bahasa Inggris di sekolah-sekolah lebih sering berfokus pada kemampuan membaca dan menulis untuk ujian masuk universitas, bukan pada percakapan sehari-hari.

Akibatnya, siswa bisa menghafal struktur grammar dan kosakata dengan baik, tapi tetap merasa gugup atau tidak percaya diri saat harus berbicara langsung. Kurangnya latihan berbicara dalam konteks alami membuat bahasa Inggris terasa seperti beban akademik, bukan alat komunikasi yang hidup dan berguna.

2. Budaya monolingual dan minimnya kebutuhan praktis

Ilustrasi alasan masyarakat Jepang tidak tertarik belajar bahasa Inggris. (Pinterest/The Japan Times)

Jepang adalah negara dengan tingkat homogenitas linguistik yang sangat tinggi. Bahasa Jepang digunakan hampir di seluruh aspek kehidupan, mulai dari pemerintahan, bisnis, pendidikan, hingga media. Dengan sedikit kebutuhan praktis untuk menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari, motivasi untuk belajar pun menjadi rendah.

Selain itu, Jepang relatif tertutup terhadap imigrasi, sehingga masyarakat tidak terbiasa berinteraksi dengan penutur asing dalam konteks lokal. Hal ini berbeda dengan negara seperti Singapura atau Belanda, di mana penggunaan bahasa Inggris sehari-hari lebih umum dan bahkan menjadi kebutuhan sosial.

3. Rasa takut salah dan budaya perfeksionisme

Ilustrasi etika berkunjung ke rumah orang Jepang. (Pinterest/for life-kitchen)

Budaya Jepang sangat menjunjung tinggi kesopanan, keharmonisan sosial, dan ketepatan. Dalam konteks belajar bahasa, hal ini sering membuat pelajar Jepang takut membuat kesalahan saat berbicara. Mereka cenderung menunggu hingga benar-benar yakin sebelum mengatakan sesuatu, yang ironisnya justru menghambat kemajuan belajar bahasa.

Rasa takut akan kehilangan muka menjadi penghalang besar dalam proses belajar. Di negara lain, kesalahan saat belajar bahasa dianggap wajar atau bahkan lucu, tapi di Jepang bisa menimbulkan rasa malu. Akibatnya, banyak yang memilih diam atau menghindari penggunaan bahasa Inggris secara aktif.

4. Kurangnya guru yang fasih berbahasa Inggris secara natural

Ilustrasi etika berkunjung ke rumah orang Jepang. (Pinterest/Tove Ebbesen)

Meskipun Jepang memiliki banyak guru bahasa Inggris, tidak semua dari mereka adalah penutur asli atau memiliki kemampuan berbicara yang fasih. Banyak guru hanya mengandalkan buku teks dan metode pengajaran konservatif, yang membuat proses belajar terasa kaku dan kurang menyenangkan.

Selain itu, sistem rekrutmen guru asing seperti dalam program JET (Japan Exchange and Teaching) belum sepenuhnya efektif dalam membangun lingkungan belajar yang komunikatif dan kontekstual. Interaksi antara guru asing dan siswa Jepang masih terbatas karena perbedaan budaya, pendekatan belajar, dan hambatan bahasa.

5. Ketergantungan pada teknologi dan terjemahan otomatis

Ilustrasi ajaran Jepang untuk menghancurkan rasa malas. (Pinterest/Asian Wanderlust)

Dalam era digital, semakin banyak orang Jepang yang mengandalkan aplikasi terjemahan otomatis dan subtitle untuk mengakses konten berbahasa Inggris. Ini menciptakan ilusi pemahaman, di mana seseorang merasa cukup mengerti tanpa benar-benar menguasai bahasa tersebut secara aktif.

Dengan akses mudah terhadap konten internasional dalam versi yang sudah diterjemahkan, kebutuhan untuk belajar dan memahami bahasa Inggris secara mendalam menjadi semakin kecil. Teknologi, alih-alih menjadi alat bantu, justru kadang memperkuat sikap pasif dalam pembelajaran bahasa.

Itulah 5 alasan utama mengapa banyak masyarakat Jepang tampak kurang tertarik atau kesulitan dalam mempelajari bahasa Inggris secara efektif.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us