Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi alasan mengapa kita suka baca komentar orang asing di media sosial. (Pinterest/Getty Images/Halfpoint)

Pernahkah kamu membuka media sosial, membaca sebuah postingan, lalu tak puas sebelum menelusuri deretan komentar panjang di bawahnya? Bahkan komentar orang asing yang tidak kamu kenal pun terasa begitu menarik. Entah saat membaca pertengkaran, pendapat lucu, atau sekadar rasa penasaran, aktivitas ini seolah menjadi kebiasaan baru di era digital.

Mengapa kita begitu suka membaca komentar orang lain, bahkan dari orang yang tak kita kenal? Ternyata, membaca komentar orang asing bukan hanya kebiasaan iseng. Ada banyak alasan psikologis di balik perilaku ini, mulai dari rasa ingin tahu, mencari validasi, hingga kebutuhan sosial yang terpendam.

Artikel ini akan membahas faktor-faktor psikologis yang membuat kita betah berlama-lama menelusuri kolom komentar, sekaligus efek positif maupun negatif yang bisa muncul dari kebiasaan tersebut.

1. Curiosity gap: rasa penasaran yang tak terpuaskan

Ilustrasi short attention span, sulit fokus akibat scroll media sosial secara berlebihan. (Pinterest/Behance)

Salah satu alasan utama kita membaca komentar orang asing adalah rasa penasaran. Media sosial menciptakan apa yang disebut “curiosity gap,” yaitu jarak antara apa yang kita tahu dengan apa yang ingin kita ketahui. Begitu membaca postingan yang memicu rasa ingin tahu, otak terdorong untuk terus mencari informasi tambahan, termasuk lewat komentar.

Komentar sering memberikan perspektif berbeda, pengalaman pribadi, atau informasi yang tidak ada di konten asli. Rasa penasaran ini sangat kuat karena otak memandang informasi sosial sebagai sesuatu yang berharga. Membaca komentar terasa seperti “mencari tahu rahasia orang lain,” bahkan meski tidak ada kaitan langsung dengan hidup kita.

2. Validasi sosial: “apakah aku sendiri yang berpikir begitu?”

Ilustrasi brain rot, kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan. (Pinterest/Denk Positief)

Ketika kita membaca postingan yang memicu emosi, baik marah, sedih, atau bahagia, sering kali kita langsung membuka kolom komentar untuk melihat apakah orang lain merasakan hal yang sama. Ini adalah bentuk validasi sosial, yaitu kebutuhan manusia untuk memastikan bahwa pikiran dan perasaan kita tidak aneh atau menyimpang.

Melihat orang lain memiliki pendapat serupa membuat kita merasa lebih tenang dan diterima. Bahkan komentar orang asing bisa memberikan rasa kebersamaan, seolah ada “komunitas kecil” yang memahami apa yang kita rasakan. Ini menjelaskan mengapa kita betah membaca ratusan komentar demi mencari yang sejalan dengan pandangan kita.

3. Hiburan dan drama: “mari duduk menonton keributan”

Ilustrasi alasan mengapa kita suka baca komentar orang asing di media sosial. (Pinterest/Getty Images/Halfpoint)

Kolom komentar sering menjadi panggung drama sosial. Pertengkaran, debat panas, atau komentar lucu menjadi hiburan tersendiri bagi banyak orang. Melihat orang lain bertengkar bisa memicu perasaan tegang sekaligus menghibur, seperti menonton sinetron tanpa perlu ikut terlibat.

Fenomena ini dikenal sebagai “vicarious drama,” di mana kita menikmati emosi intens yang dialami orang lain, tanpa harus menanggung konsekuensinya. Karena itu, banyak orang sengaja “scrolling” kolom komentar demi menemukan konflik atau humor, meski tak mengenal siapa pun di dalamnya.

4. Belajar perspektif lain: membuka wawasan sosial

Ilustrasi alasan mengapa algoritma media sosial menciptakan siklus adiktif. (Pinterest/Lonelo jr)

Komentar orang asing sering menjadi jendela ke dunia yang lebih luas. Melalui komentar, kita belajar sudut pandang orang lain yang mungkin berbeda budaya, pengalaman, atau latar sosial. Ini memberi kita kesempatan untuk mempertajam empati dan pemahaman sosial.

Bahkan jika kita tidak setuju dengan komentar tertentu, proses membaca perbedaan pendapat membantu kita memahami kompleksitas isu sosial. Karena itu, sebagian orang menganggap kolom komentar sebagai “ruang belajar sosial,” tempat di mana kita bisa menguji opini pribadi atau sekadar memperluas wawasan.

5. Keterikatan emosional: rasa koneksi yang semu

Ilustrasi brain rot, kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan. (Pinterest/Laut Nachdenken)

Meskipun komentar ditulis oleh orang asing, membaca cerita atau pendapat mereka sering menciptakan rasa koneksi emosional. Misalnya, saat membaca pengalaman pribadi yang menyentuh hati, kita merasa dekat dengan penulis komentar, meski tak pernah bertemu. Ini disebut parasocial interaction, yaitu hubungan satu arah yang terasa nyata.

Media sosial memperkuat ilusi kedekatan ini. Kita bisa merasa seolah-olah “mengenal” orang asing hanya karena sering membaca komentarnya di akun tertentu. Meski hubungan ini semu, secara psikologis, otak memperlakukan koneksi itu layaknya hubungan sosial sungguhan. Inilah mengapa kita bisa merasa terhibur, marah, atau sedih hanya karena komentar orang tak dikenal.

Membaca komentar orang asing di media sosial bukan sekadar kebiasaan iseng. Ada dorongan psikologis kuat di baliknya, mulai dari rasa ingin tahu, kebutuhan validasi, hiburan, pembelajaran sosial, hingga keterikatan emosional.

Namun, seperti dua sisi mata uang, kebiasaan ini bisa menjadi sumber informasi berharga sekaligus memicu kelelahan mental jika tidak dikontrol. Jadi, lain kali kamu tersesat berjam-jam di kolom komentar, ingatlah, itu semua bukan sekadar kebetulan, tapi cermin kompleksitas psikologi manusia.

Demikian pembahasan mengenai faktor-faktor psikologis yang membuat kita betah berlama-lama menelusuri kolom komentar, sekaligus efek positif maupun negatif yang bisa muncul dari kebiasaan tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team