Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi alasan lingkungan keluarga yang tidak sehat bisa membentuk luka batin. (Pinterest/ioannischiou.gr)

Intinya sih...

  • Anak tumbuh tanpa belajar mengenali dan mengekspresikan emosi, sulit menjalin hubungan sehat, dan cenderung menarik diri atau meledak saat tekanan batin tak tertahankan.

  • Merasa bertanggung jawab atas perasaan orang lain, sulit mengatakan tidak, takut mengecewakan orang lain, dan selalu mengorbankan diri demi menjaga harmoni.

  • Sulit memercayai orang lain dan merasa aman, menjadi pribadi tertutup yang sulit percaya pada orang lain atau merasa harus mengendalikan segala hal agar tidak terluka.

Keluarga seharusnya menjadi tempat teraman bagi setiap anak untuk tumbuh, belajar, dan merasa dicintai tanpa syarat. Namun kenyataannya, tidak semua orang memiliki pengalaman tersebut. Bagi sebagian orang, rumah justru menjadi sumber ketakutan, tekanan, dan luka emosional yang membekas lama.

Ketika tumbuh dalam keluarga yang tidak sehat, baik secara emosional, mental, maupun fisik, banyak luka batin yang tidak tampak tetapi terus dibawa hingga dewasa. Yang menyedihkan, luka ini sering tak disadari. Kamu belajar untuk menerima kondisi tersebut sebagai normal, lalu tumbuh menjadi dewasa dengan pola pikir dan emosi yang terbentuk dari pengalaman masa kecil yang keliru.

Berikut 5 alasan bagaimana lingkungan keluarga yang tidak sehat bisa membentuk luka batin, dan bagaimana luka tersebut memengaruhi cara seseorang menjalani hidup dewasanya.

1. Kesulitan mengenali dan mengungkapkan emosi

Ilustrasi surat untuk diri sendiri saat merasa sendirian. (Pinterest/Anais of Magdala)

Anak-anak yang tumbuh di keluarga yang tidak sehat sering kali tidak diajarkan cara yang tepat untuk mengenali dan mengekspresikan perasaan. Mereka mungkin tumbuh dengan pesan seperti "jangan cengeng", "jangan marah", atau "harus selalu terlihat kuat". Akibatnya, mereka belajar untuk menekan emosi atau bahkan tidak memahami apa yang mereka rasakan.

Saat dewasa, ini bisa berkembang menjadi kesulitan dalam menjalin hubungan yang sehat, karena mereka tidak tahu bagaimana mengkomunikasikan kebutuhan emosional atau merespons emosi orang lain. Mereka cenderung menarik diri, merasa tidak layak didengar, atau justru meledak ketika tekanan batin sudah tak tertahankan.

2. Merasa bertanggung jawab atas perasaan orang lain

Ilustrasi alasan mengapa self-sabotage bisa terjadi tanpa disadari. (Pinterest/bleuetgirl.com)

Dalam keluarga disfungsional, anak-anak sering dijadikan “penjaga perasaan” orang tuanya. Mereka merasa harus menyenangkan orang tua, menjaga suasana rumah tetap damai, atau bahkan menjadi mediator konflik. Beban ini terlalu berat untuk usia mereka, tetapi tanpa sadar dibawa hingga dewasa.

Akhirnya, ketika tumbuh dewasa, mereka cenderung menjadi “people pleaser”, sulit mengatakan tidak, takut mengecewakan orang lain, dan selalu mengorbankan diri demi menjaga harmoni. Mereka menanggung beban yang seharusnya bukan milik mereka, karena sejak kecil terbiasa menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan pribadi.

3. Sulit memercayai orang lain dan merasa aman

Ilustrasi alasan lingkungan keluarga yang tidak sehat bisa membentuk luka batin. (Pinterest/unmaskingthenarc.com)

Ketika seseorang dibesarkan di lingkungan yang penuh konflik, manipulasi, atau ketidakpastian, mereka tumbuh dengan sistem saraf yang selalu dalam mode waspada. Rasa aman, baik secara emosional maupun fisik, menjadi sesuatu yang langka sehingga sulit dibangun saat dewasa.

Akibatnya, mereka bisa menjadi pribadi yang sangat tertutup, sulit percaya pada orang lain, atau terus-menerus merasa harus mengendalikan segala hal agar tidak terluka. Bahkan dalam hubungan yang sehat, mereka tetap merasa cemas, takut ditinggalkan, atau merasa tidak cukup. Ini adalah pertahanan yang terbentuk dari pengalaman hidup, bukan karena mereka lemah, melainkan karena pernah terlalu sering terluka.

4. Pola relasi yang tidak sehat terulang

Ilustrasi alasan mengapa seseorang tetap bertahan di hubungan yang menyakitkan. (Pinterest/lautnachdenken.de)

Luka batin dari keluarga yang tidak sehat bisa menciptakan pola bawah sadar yang membuat seseorang tertarik pada hubungan yang serupa, bermasalah, tidak stabil, atau merugikan secara emosional. Hal ini terjadi karena otak cenderung mencari hal yang familiar, bukan yang sehat. Maka, tanpa disadari, seseorang bisa terus terjebak dalam siklus hubungan yang sama seperti yang dialaminya di masa kecil.

Misalnya, seseorang yang tumbuh dengan orang tua yang mengabaikan atau kasar, mungkin cenderung tertarik pada pasangan yang juga tidak bisa memenuhi kebutuhan emosionalnya. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan merasa “rumah” saat berada dalam hubungan yang penuh drama, karena itu yang dulu mereka kenal sebagai cinta.

5. Mengabaikan diri sendiri dan kebutuhan pribadi

Ilustrasi surat untuk diri sendiri setelah mengalami kegagalan. (Pinterest/Inari)

Anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang tidak sehat sering kali belajar bahwa kebutuhan mereka tidak penting. Mereka terbiasa menyesuaikan diri, mengalah, dan menyembunyikan perasaan agar tidak menjadi beban. Pola ini terbawa hingga dewasa, sehingga mereka kesulitan dalam merawat diri sendiri secara emosional maupun fisik.

Mereka mungkin sulit menetapkan batasan, merasa bersalah ketika memprioritaskan diri, atau merasa canggung saat diberi perhatian. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menurunkan harga diri, menyebabkan kelelahan emosional, dan membuat mereka merasa kehilangan arah hidup karena terus mengabaikan apa yang sebenarnya mereka butuhkan.

Tumbuh di keluarga yang tidak sehat bukanlah kesalahan siapa pun, apalagi anak yang mengalaminya. Namun, saat luka-luka batin itu terbawa hingga dewasa, kamu perlu menyadari bahwa proses penyembuhan adalah tanggung jawab pribadi. Menyadari pola, memahami asal luka, dan berani memutus rantai ketidakbahagiaan adalah bentuk kasih sayang tertinggi yang bisa kamu berikan pada diri sendiri. Kamu pantas hidup bahagia, damai, dan utuh, meski tidak pernah mendapatkan itu saat kecil.

Demikian 5 alasan bagaimana lingkungan keluarga yang tidak sehat bisa membentuk luka batin, dan bagaimana luka tersebut memengaruhi cara seseorang menjalani hidup dewasanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLinggauni