Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Setop Bilang Anak Laki-laki Tak Boleh Nangis, Ini 5 Akibatnya!

ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/George Pak)
ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/George Pak)

Pernahkah mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat seperti, "Jangan nangis, kamu kan laki-laki!" pada anak? Meski terdengar sepele, ungkapan ini dapat berdampak besar pada perkembangan emosional anak laki-laki. Mengajarkan anak untuk menahan tangis dan menyembunyikan perasaan mereka bisa berujung pada berbagai konsekuensi negatif di masa depan.

Banyak dari kita tumbuh dengan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, tidak boleh cengeng, dan menangis adalah tanda kelemahan. Stereotip ini sudah turun-temurun dan tertanam dalam budaya kita. Padahal, emosi adalah bagian alami dari manusia, baik laki-laki maupun perempuan.

Profesor Marilyn Chapman dari University of British Columbia menekankan bahwa penting bagi orangtua untuk mengajarkan anak-anak cara memahami dan mengekspresikan emosi mereka dengan sehat. Ia mengatakan bahwa usia 2 hingga 5 tahun adalah masa penting bagi anak untuk belajar mengelola emosinya.

Jika anak laki-laki terus-menerus dilarang menangis dan dipaksa menahan emosinya, akibatnya bisa berbahaya. Berikut dampak buruk yang bisa terjadi jika kita terus mengatakan, "Anak laki-laki tak boleh nangis!"

1. Anak kesulitan mengenali dan mengekspresikan emosi

ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Trần Long)
ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Trần Long)

Ketika seorang anak laki-laki sering dilarang menangis, ia akan merasa bahwa emosi tertentu, terutama kesedihan, adalah sesuatu yang salah atau memalukan. Akibatnya, mereka tumbuh menjadi seseorang yang tidak bisa mengenali perasaan sendiri. Mereka mungkin kesulitan memahami apakah mereka sedih, kecewa, marah, atau frustrasi, yang akhirnya membuat mereka bingung dalam mengelola emosi.

Mengekspresikan emosi adalah bagian penting dari kecerdasan emosional. Jika sejak kecil anak diajarkan untuk menahan perasaan, maka saat dewasa mereka bisa kesulitan berkomunikasi secara jujur tentang apa yang mereka rasakan.

2. Rentan terhadap masalah kesehatan mental

ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Phil Nguyen)
ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Phil Nguyen)

Anak laki-laki yang diajarkan untuk menahan emosi cenderung lebih rentan mengalami stres, kecemasan, bahkan depresi di kemudian hari. Mereka terbiasa menahan perasaan alih-alih mengungkapkannya dengan cara yang sehat. Menurut penelitian, pria lebih jarang mencari bantuan untuk masalah emosional atau kesehatan mental dibandingkan wanita, karena mereka takut dianggap lemah.

Padahal, kesehatan mental yang baik berawal dari kebiasaan memahami dan mengekspresikan emosi sejak kecil. Membiarkan anak laki-laki menangis dan mengungkapkan kesedihannya bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk pembelajaran untuk mengelola emosi dengan baik.

3. Mudah meledak dalam bentuk kemarahan

ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Vika Glitter)
ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Vika Glitter)

Jika seorang anak tidak diperbolehkan menangis atau menunjukkan kesedihan, mereka mungkin akan mencari cara lain untuk melepaskan emosinya. Sayangnya, salah satu cara yang sering terjadi adalah melampiaskannya dalam bentuk kemarahan atau bahkan melakukan kekerasan.

Tanpa diajarkan cara mengelola emosi, mereka hanya tahu memendamnya, padahal ada cara lebih baik, seperti teknik pernapasan untuk relaksasi atau berkomunikasi tentang masalah yang dihadapi.

4. Sulit menjalin hubungan yang sehat

ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Jep Gambardella)
ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Jep Gambardella)

Kemampuan untuk mengenali dan mengomunikasikan emosi adalah kunci dalam menjalin hubungan yang sehat, baik dengan keluarga, teman, maupun pasangan di masa depan. Jika anak laki-laki selalu diajarkan untuk menahan perasaan, maka mereka akan kesulitan membangun hubungan dengan empati dan komunikasi yang baik.

Mereka mungkin menjadi seseorang yang tertutup, sulit mengungkapkan rasa cinta dan kasih sayang, atau bahkan menarik diri ketika menghadapi konflik emosional. Dalam hubungan, mereka bisa mengalami kesulitan memahami perasaan pasangan atau orang terdekat karena tidak terbiasa menghadapi emosi mereka sendiri.

5. Mengulang siklus yang sama pada generasi berikutnya

ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Phil Nguyen)
ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Phil Nguyen)

Ketika anak laki-laki tumbuh dengan keyakinan bahwa menangis itu salah, mereka mungkin akan menanamkan nilai yang sama kepada anak-anak mereka kelak. Siklus ini akan terus berulang dan membuat generasi berikutnya mengalami hal yang sama.

Padahal, membesarkan anak dengan pemahaman bahwa menangis itu wajar dan manusiawi dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat secara emosional. Anak-anak yang diperbolehkan menangis dan diajarkan cara mengelola emosi dengan baik akan tumbuh menjadi individu yang lebih empati dan pengertian.

Anak laki-laki juga berhak merasakan dan menunjukkan kesedihannya. Jika kita terus mengatakan bahwa mereka tidak boleh menangis akan berisiko membentuk generasi laki-laki yang kesulitan memahami dan mengelola emosinya sendiri.

Jadi, setop bilang anak laki-laki tak boleh nangis! Mulailah mendukung mereka dalam mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sani Eunoia
EditorSani Eunoia
Follow Us