Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Penyebab Kamu Lebih Mudah Marah pada Keluarga Dibanding ke Teman

Ilustrasi penyebab kita lebih mudah marah ke keluarga dibanding ke teman. (Pinterest/Find Your Mom Tribe)
Ilustrasi penyebab kita lebih mudah marah ke keluarga dibanding ke teman. (Pinterest/Find Your Mom Tribe)

Unggahan di media sosial menyebut, beberapa orang lebih mudah marah ke keluarga daripada ke teman. Dalam unggahan disebutkan, perasaan lebih mudah marah ini muncul tanpa disadari oleh seseorang.

Ketika bersama teman-temannya, seseorang bisa sangat sabar. Tapi saat bersama keluarga, mereka menjadi mudah emosional. Misalnya, kamu habis bete di sekolah atau kerja, pulang rumah langsung semprot orang rumah.

Contohnya lagi, saat seseorang membentak adiknya sendiri hanya karena hal kecil. Sementara jika temannya yang melakukan kesalahan yang sama, dia justru akan memberikan respons tertawa. Tapi pernahkah kamu bertanya mengapa terjadi demikian?

Berikut 4 penyebab mengapa lebih mudah marah ke keluarga dibanding ke teman.

1. Adanya perasaan nyaman dengan keluarga

Ilustrasi pertanyaan soal uang yang wajib kamu diskusikan sebelum nikah. (Pinterest/Her Way)
Ilustrasi pertanyaan soal uang yang wajib kamu diskusikan sebelum nikah. (Pinterest/Her Way)

Dikutip dari berbagai sumber, Psikolog dan dosen Fakultas Unika Soegijapratna Semarang, Christine Wibowo mengungkapkan, salah satu penyebabnya adalah perasaan lebih nyaman bersama keluarga dibandingkan teman-temannya. “Kapan seseorang itu bisa menyampaikan emosi, perasaan, pikirannya dengan terbuka? Yaitu pada saat dia merasa nyaman. Rasa nyaman itu biasanya dengan orang yang paling dekat,” tuturnya.

“Siapa orang yang paling dekat dari seseorang? Yaitu keluarganya,” sambungnya. Sehingga umumnya ketika seseorang bersama keluarganya, dia bisa menyampaikan perasaan asli dan apa adanya tersebut. Selain itu, menurut Christine, seseorang umumnya merasa tidak akan ditinggalkan oleh keluarganya meski menunjukkan emosi aslinya.

Ketika seseorang bisa mengekspresikan emosi aslinya, seperti bahagia, marah, sedih, jijik, dan bingung, keluarganya akan menerimanya dengan baik. “Keluarga itu menerima anggota keluarganya itu tanpa syarat, dan tidak ada yang bisa mengubah status dia dan keluarganya,” ucap Christine.

Sedangkan dengan temannya, seseorang perlu memperjuangkan hubungannya dengan baik agar tidak terputus. Dengan begitu, seseorang akan menimbang-nimbang emosinya apakah layak untuk diekspresikan atau tidak.

2. Ada ekspektasi, cinta, dan benci

Ilustrasi alasan mengapa kamu sering kehilangan respek orang lain. (Pinterest/kobieta.gazeta.pl)
Ilustrasi alasan mengapa kamu sering kehilangan respek orang lain. (Pinterest/kobieta.gazeta.pl)

Selain itu, Christine menilai, seseorang biasanya memiliki ekspektasi tertentu kepada keluarganya. “Keluarga itu ‘harusnya tidak begitu’ atau ‘harusnya begitu’, maka jadi mudah tidak sabar,” ujar Christine. Ia mengungkapkan, contohnya seperti ketika seseorang mengajarkan pelajaran kepada adiknya.

Maka kakaknya mempunyai ekspektasi bahwa adiknya harus cepat pintar. Sebaliknya, saat seseorang mengajari orang lain seperti menjadi guru les, tidak ada ada harapan tinggi tertentu. “Sehingga kesabarannya itu lebih panjang, lebih baik,” ungkap Christine.

3. Adanya perasaan cinta dan benci menjadi satu dalam hubungan keluarga

Ilustrasi penyebab kita lebih mudah marah ke keluarga dibanding ke teman. (Pinterest/Find Your Mom Tribe)
Ilustrasi penyebab kita lebih mudah marah ke keluarga dibanding ke teman. (Pinterest/Find Your Mom Tribe)

Kemudian penyebab lainnya adalah karena adanya perasaan cinta dan benci menjadi satu dalam hubungan keluarga. Christine menilai, semakin besar rasa cinta terhadap keluarga karena adanya hubungan darah, maka perasaan benci juga semakin meningkat.

Dengan keluarga, karena sering bertemu, maka gesekan yang memicu konflik pun semakin sering terjadi. “Tapi seperti itu seperti sendok dan garpu. Selalu bersentuhan, selalu konflik. Tetapi membuat piring tetap tidak pecah. Itu yang penting,” kata Christine.

4. Keluarga terkadang menghakimi

Ilustrasi ujian sebelum menikah yang kerap membuat calon pengantin ragu. (Pinterest/Stylecraze)
Ilustrasi ujian sebelum menikah yang kerap membuat calon pengantin ragu. (Pinterest/Stylecraze)

Dilansir dari berbagai sumber, Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo menerangkan, penyebab lainnya adalah adanya obrolan yang menghakimi dari keluarga. Perasaan marah bisa muncul ketika keluarga sering memberikan pertanyaan yang bersifat memojokkan dan investigatif.

Akibatnya, muncul perasaan tidak nyaman yang kemudian diekspresikan dengan memberikan jawaban kurang ramah dan terkesan seperti marah. Namun berbeda halnya jika bersama teman. Menurut Ratna, seseorang akan lebih bebas karena merasa tidak ada yang menghakimi mereka. "Sama teman kan ada becandanya, bawaannya tidak serius, tidak ada curiosity (keingintahuan) mengarah ke sesuatu yang menghakimi," terangnya.

Tak hanya itu, jelas Ratna, perasaan marah juga disebabkan karena seseorang trauma terhadap peristiwa masa lalu yang berkaitan dengan keluarga. Ketika ada kejadian atau peristiwa yang tidak menyenangkan terjadi, alam bawah sadar seseorang bisa menyimpan memori tersebut.

Dengan kondisi tersebut, maka mengobrol dengan keluarga akan menjadi pemicu atau trigger dari memori trauma itu. Sehingga tanpa sengaja, ketika seseorang memberikan jawaban ke keluarga, akan terkesan seperti marah.

Nah itulah 4 penyebab mengapa kita lebih mudah marah ke keluarga dibanding ke teman. Semoga informasi ini bermanfaat dan lebih peduli terhadap keluarga kita.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hirpan Rosidi, S.Psi
EditorHirpan Rosidi, S.Psi
Follow Us