Penyakit kulit menular seperti kusta, herpes, skabies, hingga kurap masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Meski banyak jenis penyakit kulit menular dapat diobati dan sembuh total, stigma sosial terhadap penderitanya tetap tinggi. Orang dengan penyakit kulit menular sering dijauhi, dianggap jorok, bahkan dikucilkan dari lingkungan sosial.
Padahal, tidak semua penyakit kulit menular semudah itu berpindah antar-manusia, apalagi jika sudah menjalani pengobatan. Stigma ini membawa dampak psikologis yang berat bagi pasien. Rasa malu, minder, hingga depresi menjadi konsekuensi yang sering tidak terlihat. Selain menghambat penyembuhan, stigma juga membuat pasien enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, sehingga risiko penularan justru semakin besar.
Artikel ini akan mengupas lebih dalam bagaimana stigma muncul, apa saja dampaknya, dan bagaimana kita seharusnya menyikapi isu ini.