Asal Usul Nama Desa Aikdewa, Legenda dari Versi Islam dan Hindu

Aikdewa berasal dari kata "aik do’a" atau air obat

Aikdewa merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Pringgasela, kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Desa Aikdewa merupakan satu dari 10 desa dan kelurahan yang berada di kecamatan Pringgasela.

Kata “Aikdewa” adalah dua suku kata berbeda yang terdiri dari kata “Aik” yang berarti air dan kata “Dewa” yang berarti kekuatan suci yang dipuja. Ada dua versi sejarah lokal Aikdewa yang berkembang secara turun temurun, yaitu versi Islam dan Hindu.

1. Legenda Aikdewa versi Islam

Asal Usul Nama Desa Aikdewa, Legenda dari Versi Islam dan HinduTwitter

Aikdewa merupakan daerah yang subur karena diapit oleh beberapa mata air yang mengalir sepanjang tahun, seperti Mata Air Mencerit di sebelah Utara Timur Laut, Bumbang di sebelah Barat Daya, Aikdewa di Sebelah Barat, Aik Kelep dan Aik Buling di sebelah Selatan Barat Laut.

Pada masa kejayaan kerajaan Islam Selaparang yang diperintah oleh seorang raja yang arif bijakasana dan memiliki ilmu agama yang tinggi, sehingga baginda raja diberi gelar “Datu Pengulu Alim”, yaitu seorang Raja dan sekaligus Ulama Arifbillah. Tidak heran jika seluruh rakyat Selaparang sangat patuh dan segan sekaligus bangga terhadap raja yang memiliki berbagai kekeramatan itu.

Konon pada suatu ketika raja memanggil para pejabat istana untuk bermusyawarah di Balai Bencingah kerajaan, seluruh tokoh istana hadir untuk membicarakan situasi kekeringan yang melanda wilayah kerajaan bagian Timur yang menjadi pusat kerajaan. Berdasarkan kesepakatan seluruh tokoh kerajaan, ekspedisi akan dilakukan untuk mencari lahan yang subur. Maka beberapa hari kemudian rombongan ekspidisi yang dipimpin langsung oleh sang raja berangkat ke arah barat.

2. Rombongan Raja Datu Pengulu Alim

Asal Usul Nama Desa Aikdewa, Legenda dari Versi Islam dan HinduTwitter

Di tengah perjalanan rombongan besar ini, dibagi menjadi tiga rombongan yaitu satu rombongan ke arah utara, satu rombongan ke arah selatan, satu rombongan ke arah barat di bawah pimpinan langsung sang raja yang bijak lestari.

Menurut satu visi tulisan sejarah lokal Lombok, rombongan yang ke selatan tersebut sampai ke daerah Pancor dan Kelayu. Rombongan Datu Pengulu Alim terus berjalan dan tepat waktu salat zuhur tiba, rombongan berada di bagian sebuah kawasan hutan dan beristirahat untuk menunaikan salat zuhur. Kemudian Raja memerintahkan rombongan untuk mencari air yang akan digunakan berwudu dan minum.

Beberapa pengawal diperintahkan oleh raja untuk menyebar mencari sumber air, namun setelah beberapa lama hingga waktu zuhur hampir berakhir, para pengawal belum menemukan sumber air. Para pengawal kembali ke rombongan dan melaporkan perihal sumber air yang belum ditemukan itu. Mendengar laporan para pengawal, Baginda raja manggut-manggut.

3. “Aik doa, aik doa, aik doa”

Asal Usul Nama Desa Aikdewa, Legenda dari Versi Islam dan HinduTwitter

Selanjutnya raja berdiri menghadap kiblat sambil mengangkat tangan dan berdoa, disaksikan oleh seluruh rombonganya. Selesai berdoa, Baginda mengangkat tongkatnya yang berasal dari Dendeng (semacam bambu) dan ditancapkan ke tanah kemudian bersamaan dengan tercabutnya tongkat tersebut menyemburlah air besar dan bersih.

Melihat keadaan tersebut, anggota rombongan tersentak bahagia dan serentak mereka meneriakan “Aik doa, aik doa, aik doa”.

Sejarah berkembangnya Islam di Aikdewa jauh mendahului masa atau zaman ekspansi kerajaan–kerajaan Bali Hindu ke Pulau Lombok. Dengan adanya mata air tersebut, rombongan membuat tempat pemondokan sekaligus pemukiman yang dikenal dengan sebutan Repok Raden. Inilah pemukiman pertama Aikdewa.

Beberapa tahun yang lalu sekitar tahun 2001, Bapak Tuan Guru Bajang (Gubernur NTB yang menjabat pada saat itu) dalam pengajian akbarnya di masjid Nurul Iman Aikdewa, mencoba mengembalikan nama itu menjadi nama Islam yaitu Ma’uddawa atau Aik Do’a yang artinya air obat.

Baca Juga: 10 Kutipan Aristoteles tentang Kehidupan yang Patut Direnungkan

4. Legenda Aikdewa versi Hindu

Asal Usul Nama Desa Aikdewa, Legenda dari Versi Islam dan HinduTwitter

Dengan adanya mata air di sekitar wilayah Aikdewa terutama mata air Aikdewa sendiri, seolah–olah alam mengundang sekelompok manusia untuk datang dan bermukim disana.

Setelah rombongan Baginda Raja Datu Pengulu Alim mendirikan pemukiman Repok Raden, maka lambat laun berdatangan kelompok manusia termasuk dari pulau Lombok bagian Selatan (Jero Waru) yang memang sengaja mencari sumber air karena dilanda kekeringan yang berkepanjangan.

Tercatat dalam sejarah tiga Kerajaan Hindu di bali seperti Karang Asem, Buleleng dan Kelungkung sangat berambisi melakukan ekspansi dan menguasai Pulau Lombok. Pada saat itu pulau Lombok ada beberapa daerah kedatuan yang tersebar di berbagai tempat, namun yang paling besar adalah Kedatuan Selaparang di Lombok Timur dan Kedatuan Penjanggik di Lombok Tengah.

Kedatuan Selaparang bukan hanya dikenal di pulau Lombok saja, bahkan dikenal sebagai kerajaan terbesar Lombok yang termashur di Nusantara, karena hampir seluruh wilayah Pulau Lombok takluk di bawah kekuasaan Raja Selaparang. Beberapa kali, tiga kerajaan Hindu Bali terlibat di pertempuran untuk merebut menguasai Lombok dan menaklukan Selaparang.

Bahkan setelah mereka berhasil mendarat di Lombok melaui jalur yang berbeda, meraka terlibat pertempuran antara Prajurit Buleleng dan Pajurit Karang Asem di Pagesangan. Prajurit Buleleng kalah tangguh dibandingkan Prajurit Karang Asem sehingga yang berhasil membangun pusat pertahanan bahkan kerajaan di pulau Lombok adalah Kerajaan Karang Asem yang berpusat di Cakra Negara, kemudian dibangun Pusat Pemerintahan atau Istana yang diberi nama Mayora.

Seiring dengan eksisnya kekuasan dan kekuatan Karang Asem di Pulau Lombok, mereka terus memperluas wilayah kekuasaan dan penaklukan. Raja Karang Asem Anak Agung Gde Ngurah membangun beberapa Puri yang indah yang dapat kita saksikan sampai sekarang seperti Puri atau Taman Narmada, Suranadi, Lingsar bahkan kawasan Sesaot dan Aik bukak.

Ambisi Anak Agung Karang Asem untuk menaklukan kerjaan Selaparang tidak pernah henti. Apalagi setelah berhasil membangun Cakranegara sebagai pusat pertahanan.

Hal ini sudah diketahui oleh Raja Selaparang, sehingga Raja Selaparang menjalin kerjasama pertahanan dengan kerajaan Taliwang di Sumbawa Barat. Taliwang mengirim serombongan pasukan besar ke Selaparang untuk membantu melawan ekspansi Karang Asem.

5. Selaparang membentuk tiga kekuatan pertahanan

Asal Usul Nama Desa Aikdewa, Legenda dari Versi Islam dan HinduTwitter

Selaparang membentuk tiga kekuataan untuk menghadang gerakan maju penyerangan Karang Asem. Satu kekuatan mengadang dari wilayah tengah tepatnya ditempatkan di Mamben, satu kekuatan lagi mengadang dari wilayah selatan tepatnya disekitar Rumbuk, serta satu kekuatan pertahanan lagi menghadang dari sebelah utara tepatnya disekitar Pringgasela.

Ketiga kekuatan pertahanan ini masing-masing disertai prajurit bala bantuan dari kerajaan Taliwang. Sehingga sebagai bukti sejarah ketiga desa ini sekarang masih berdiam diri, masyarakat Taliwang bahkan sudah menjadi desa tersendiri seperti Kembang Kerang yang dulu menjadi bagian Mamben, Rempung yang dulunya menjadi bagian Pringgasela, dan Siren serta Jantuk yang dulunya menjadi bagian Rumbuk.

Gelombang serbuan Karang Asem dengan kekuatan yang sangat besar dan dahsyat menyebabkan satu persatu daerah pertahanan Selaparang jatuh ke tangan pasukan kerajaan Karangan Asem termasuk pertahanan di bagian utara yaitu di seputaran wilayah Pringgasela.

Dengan didirikannya pusat pertahanan Anak Agung Gde Ngurah di Kotaraja, maka pertahanan Selaparang segera bisa direbut dan diduduki. Mulailah fase pendudukan Hindu di Pringgasela sampai kerajaan Karang Asem Lombok atau Cakra Negara yang menewaskan Jenderal Van Ham yang dimakamkan di Repok Rimbun sebelah barat Mataram Mall sekarang.

6. Mata air Aikdewa

Asal Usul Nama Desa Aikdewa, Legenda dari Versi Islam dan HinduTwitter

Melihat mata air Aikdewa yang begitu bersih, jernih dan berkhasiat, maka orang-orang Hindu Bali (Karang Asem) memandangnya sebagai “Air Tirta” yang dalam terminologi Hindu berarti suci Dewata dari Nirwana, bahkan dijadikan tempat “Betoyas atau mengambil berkah Dewata”.

Mulailah instruksi antara orang Islam yang sudah ditaklukkan dengan orang hindu yang menduduki Pringgasela. Namun orang hindu hanya membangun permakluman di Pringgasela sedangkan di Dasan Aikdewa sendiri tidak ada orang hindu yang bermukim, namun mereka mencetak dan merintis persawahan di seputaran RT. Dewa Sikin sekarang, dan membangun Pura dan Pesanggahan diseputar mata air Aikdewa.

Setelah Cakra Negara jatuh ke tangan Belanda dan Anak Agung menyerah, maka semua peninggalan Hindu di seputar mata air itu dihancurkan oleh orang muslim Aikdewa. Bahkan orang-orang hindu pun di usir dari Pringgasela.

Pada masa pendudukan Hindu itulah terjadi pergeseran nama Aik Doa menjadi Aikdewa, di mana orang-orang Hindu pada saat itu percaya baginda Datu Penghulu Alim Datu Selaparang itu merupakan penjelmaan “Dewa Dendeng” atau “Dewa Air”.

Orang-orang Hindu masa itu pun memberikan nama-nama mata air tertentu di sekitar wilayah Pringgasela hanya tinggal nama yang diabadikan di suatu tempat, seperti Sema, Montong Ida Ayu, Dewa Sikin termasuk juga nama Aik Dewa.

Nama Aikdewa masih bertahan sampai saat ini, karena sudah disebarluaskan oleh orang Hindu pada masa Karang Asem dahulu ke seluruh penjuru wilayah kekuasaan di Pulau Lombok. Bahkan dihadiri oleh umat Hindu dari berbagai tempat di Lombok ini pada masa dahulu. Sehingga nama Aikdewa begitu terkenal dan sulit diganti sampai sekarang.

Itulah dua versi sejarah lokal Aikdewa yang berkembang secara turun temurun.

Baca Juga: 12 Ucapan Plato yang Mengadung Sarkasme dan Satire

Hirpan Rosidi Photo Community Writer Hirpan Rosidi

Hirpan Rosidi, laki-laki kelahiran 1997 yang tidak pandai mendeskripsikan dirinya. Karena kemampuan menulisnya dibawah rata-rata, dia memiliki cita-cita yang dimana dia sendiri tidak terlalu berharap cita-citanya bisa terwujud; yaitu disalah satu rak toko buku, di antara buku-buku dari penulis besar itu, terselip satu judul buku dengan nama Hirpan Rosidi sebagai penulisnya. Berbekal lulusan Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan kecintaannya pada literasi, menjadikannya ingin membangun perpustakaan untuk anak-anak dan warga di kampungnya.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya