Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kecewa (pexels.com/Mikhail Nilov)

Dulu, punya jabatan tinggi di tempat kerja dianggap sebagai pencapaian besar. Semakin cepat naik pangkat, semakin sukses seseorang di mata masyarakat.

Tapi sekarang, banyak anak muda yang justru gak tertarik mengejar jabatan tinggi. Mereka lebih memilih bekerja sesuai passion, mengejar keseimbangan hidup, atau bahkan membangun usaha sendiri.

Fenomena ini bukan tanpa alasan, lho. Ada berbagai faktor yang membuat generasi muda berpikir dua kali sebelum menerima tanggung jawab sebagai pemimpin di tempat kerja. Dari meningkatnya tekanan kerja hingga prioritas hidup yang berubah.

Berikut beberapa alasan kenapa anak muda sekarang tak lagi tergiur dengan jabatan tinggi.

1. Beban kerja yang semakin berat

ilustrasi kewalahan (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Menurut Stephanie Neal, Direktur DDI’s Center for Analytics and Behavioral Research (CABER), tanggung jawab seorang pemimpin semakin berat dalam beberapa tahun terakhir.

Para pemimpin harus menghadapi tantangan seperti ketidakpastian ekonomi, polarisasi politik, serta mengelola tim hybrid dan remote.

Dengan tekanan sebesar itu, banyak anak muda merasa bahwa jabatan tinggi justru lebih membebani daripada menguntungkan.

2. Risiko burnout lebih tinggi

ilustrasi burnout (pexels.com/Cup of Couple)

Burnout menjadi masalah yang semakin umum di kalangan pekerja muda. Menurut penelitian DDI, lebih dari 70% pemimpin berusia 35 tahun ke bawah mengalami gejala burnout.

Anak muda yang sudah mengalami stres dan kecemasan dari berbagai aspek kehidupan jadi enggan menambah beban dengan tanggung jawab kepemimpinan.

Mereka lebih memilih peran yang memungkinkan dirinya bekerja dengan lebih fleksibel tanpa harus mengorbankan kesehatan mental.

3. Keseimbangan kerja dan hidup lebih diutamakan

ilustrasi menikmati pemandangan pantai (pexels.com/ROMAN ODINTSOV)

Gen Z dan milenial muda sangat menghargai work-life balance. Mereka lebih memilih pekerjaan yang memungkinkan dirinya punya cukup waktu untuk keluarga, teman, dan hobi.

Menurut Neal, Gen Z mengharapkan perusahaan untuk menghargai batasan mereka dengan membatasi beban kerja, mengurangi meeting yang gak perlu, serta gak mengharapkan komunikasi di luar jam kerja.

Jika seorang pemimpin gak mendapat fasilitas ini, anak muda pun enggan mengambil peran tersebut.

4. Kenaikan gaji yang gak sebanding dengan tanggung jawab

ilustrasi gaji (pexels.com/Karolina Kaboompics)

Dulu, naik jabatan berarti gaji yang jauh lebih besar. Namun sekarang, banyak perusahaan hanya memberikan kenaikan gaji yang gak sebanding dengan tanggung jawab tambahan.

Dengan kata lain, beban kerja meningkat, tapi kompensasi yang diberikan tidak cukup menarik. Alhasil, banyak anak muda lebih memilih tetap di posisi mereka atau mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan ekspektasi finansialnya.

5. Kurangnya dukungan dan pelatihan kepemimpinan

ilustrasi meeting (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Banyak anak muda merasa kurang siap untuk menjadi pemimpin. Menurut penelitian DDI, hanya 12% kandidat manajer yang benar-benar memiliki keterampilan kepemimpinan yang mumpuni.

Banyak dari mereka kesulitan dalam mengelola konflik, memimpin tim, dan beradaptasi dengan perubahan. Tanpa dukungan dan pelatihan yang memadai, menjadi pemimpin terasa lebih sebagai beban daripada peluang.

6. Perubahan mindset terhadap karier

ilustrasi usaha kuliner (pexels.com/Kei Scampa)

Anak muda sekarang gak lagi menganggap jabatan tinggi sebagai satu-satunya tolok ukur kesuksesan. Banyak dari mereka yang lebih memilih jalur karier yang memungkinkan dirinya mengekspresikan diri, mendapatkan fleksibilitas, atau bahkan menjadi pengusaha.

Dengan banyaknya pilihan karier yang lebih fleksibel, jabatan tinggi di perusahaan konvensional gak lagi menjadi daya tarik utama.

7. Lingkungan kerja yang gak selalu sehat

ilustrasi gosip kantor (pexels.com/Felicity Tai)

Banyak anak muda menghindari politik kantor dan budaya kerja yang toksik. Mereka lebih memilih bekerja dalam lingkungan yang sehat dan kolaboratif daripada harus menghadapi intrik dan tekanan yang biasanya menyertai jabatan tinggi. Lingkungan kerja yang buruk bisa jadi faktor besar yang membuat mereka enggan untuk naik jabatan.

Menjadi pemimpin bukan lagi cita-cita utama bagi banyak anak muda saat ini. Dengan berbagai tantangan yang ada, mereka lebih memilih pekerjaan yang bisa memberikan keseimbangan hidup, kesehatan mental, dan kepuasan pribadi.

Perusahaan yang ingin menarik generasi muda ke posisi kepemimpinan perlu mempertimbangkan cara untuk mengurangi beban kerja, memberikan pelatihan yang tepat, dan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung. Kalau enggak, tren ini bisa terus berlanjut dan menyebabkan krisis kepemimpinan di masa depan.

Bagaimana menurutmu? Apakah kamu juga termasuk yang lebih memilih keseimbangan hidup daripada jabatan tinggi?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLinggauni