Miris! 1,07 Juta Pekerja di NTB Tak Terlindungi Jaminan Sosial 

Pemprov NTB susun Raperda Perlindungan Pekerja Informal

Mataram, IDN Times - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebutkan sebanyak 1,07 juta pekerja tidak terlindungi jaminan sosial. Mereka yang tidak terlindungi jaminan sosial terdiri dari pekerja formal dan pekerja informal atau pekerja rentan.

Kepala Disnakertrans Provinsi NTB I Gede Putu Ariadi, Kamis (6/6/2024) membeberkan kondisi perlindungan sosial pekerja di NTB. Dari 595 ribu pekerja penerima upah di NTB, hanya 365 ribu yang terlindungi jaminan sosial. Artinya, sebanyak 230 ribu pekerja penerima upah yang belum terlindungi jaminan sosial

Kemudian yang lebih parah, kata Aryadi, pekerja bukan penerima upah atau pekerja informal yang tidak terlindungi jaminan sosial ketenagakerjaan sebesar 84 persen dari satu juta pekerja informal atau pekerja rentan di NTB.

Pekerja bukan penerima upah yang terlindungi jaminan sosial baru 16 persen atau 160 ribu orang. Sehingga total pekerja yang belum terlindungi jaminan sosial di NTB sebanyak 1,07 juta orang.

1. Faktor pemicu terjadinya kemiskinan ekstrem

Miris! 1,07 Juta Pekerja di NTB Tak Terlindungi Jaminan Sosial Kepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi. (dok. Istimewa)

Menurut Aryadi, perlindungan sosial bagi pekerja formal dan informal perlu digesa. Karena ketiadaan perlindungan sosial bagi tenaga kerja merupakan salah satu faktor pemicu masalah turunan lainnya, salah satunya kemiskinan ekstrem.

"Pengawas ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan perlu sering-sering mengedukasi perusahaan tentang manfaat kepesertaan Jamsostek dan mencari tahu penyebab kenapa perusahaan tidak mendaftarkan pekerjanya menjadi anggota Jamsostek," kata Aryadi.

Baca Juga: Siap-siap! NTB Buka Lowongan 14.829 Formasi CPNS dan PPPK 2024

2. Program JKP harus segera dievaluasi

Miris! 1,07 Juta Pekerja di NTB Tak Terlindungi Jaminan Sosial ilustrasi pekerja tambang (unsplash.com/Pedro Henrique Santos)

Aryadi menjelaskan salah satu upaya mengantisipasi risiko pemutusan hubungan kerja (LHK) adalah adanya program jaminan kehilangan pekerjaan (PHK). Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Program Perlindungan Sosial bagi pekerja, sebenarnya sudah diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2004. Baik perlindungan sosial ketenagakerjaan maupun perlindungan sosial kesehatan. Namun khusus terkait program JKP, implementasinya masih sangat kurang. Padahal program JKP telah diinisiasi sejak 5 tahun lalu.

"Artinya program JKP mengisyaratkan pentingnya dilakukan evaluasi kritis dan mungkin juga perlu penyempurnaan, baik dari aspek regulasi, persyaratan dan teknis pelayanan maupun sosialisasinya," ujar Aryadi.

Aryadi menyatakan Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang mampu mengakomodir kepentingan dan perlindungan, baik kepada pekerja maupun pemberi kerja. Apalagi pekerja dan pemberi kerja memiliki hubungan simbiosis mutualisme.

Terkait cakupan perlindungan sosial bagi pekerja bukan penerima upah atau pekerja rentan, Disnakertrans NTB bersama dengan DPRD Provinsi NTB sedang membuat Raperda Ketenagakerjaan yang salah satu pasalnya mengatur tentang perlindungan sosial bagi pekerja informal.

"Yang belum ada aturannya adalah untuk pekerja informal. Adanya Raperda tentang perlindungan sosial bagi pekerja informal menunjukkan bahwa pemerintah hadir untuk menciptakan keadilan bagi semua orang melalui regulasi yang jelas dan sah," jelas Aryadi.

3. Klaim BPJS Ketenagakerjaan mencapai ratusan miliar di NTB

Miris! 1,07 Juta Pekerja di NTB Tak Terlindungi Jaminan Sosial Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Zainudin saat menyerahkan langsung kartu kepesertaan kepada perwakilan pekerja rentan dalam kegiatan Sosialisasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan Launching Program Perlindungan Pekerja Rentan Kota Makassar, bertempat di Monumen MNEK Kota Makassar, Jumat (31/5). (dok. BPJS Ketenagakerjaan)

Aryadi menyebutkan hingga Mei 2024, klaim BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp165 miliar dari 10.858 kasus. Dengan rincian, klaim Jaminan Hari Tua (JHT) sebanyak 9.426 kasus, Jaminan Pensiun sebanyak 289 kasus, Jaminan Kecelakaan Kerja sebanyak 274 kasus.

Kemudian, Jaminan Kematian sebanyak 838 kasus, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebanyak 29 kasus. "JKP meskipun baru, harus bisa dimanfaatkan dengan baik dan benar. Apalagi manfaatnya sangat banyak," tandas Aryadi.

Baca Juga: Pemprov NTB: Pajak Lahan Eks Bandara Selaparang Beban SEG 

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya