TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dihantam Gempa hingga Corona, Gili Masih Punya Asa

Suara dari gili usai gelaran MotoGP

Wisatawan dapat menikmati panorama Gili Trawangan sambil duduk santai di pinggir pantai. (IDN Times/Herka Yanis)

Lombok Utara, IDN Times - Pulau Lombok yang dijuluki dengan pulau seribu masjid ini tengah jadi sorotan usai gelaran MotoGP di Sirkuit Mandalika. Di balik kemeriahan gelaran balap internasional itu, Lombok masih menyisakan kesunyian di Gili Trawangan usai dihantam gempa hingga pandemik covid-19.

Gili Trawangan pernah menjadi destinasi favorit para wisatawan domestik dan mancanegara. Trawangan adalah pulau terbesar dari tiga gili yang ada di Lombok Utara. Tiga gili ini di antaranya Gili Meno, Gili Air dan Gili Trawangan. 

Pada dasarnya, gili selalu siap untuk dikunjungi oleh wisatawan. Namun demikian, dua tahun pandemik covid-19 nampaknya menyisakan beban bagi para pelaku pariwisata di sana.

Usai dihantam gempa pada tahun 2018 lalu, perekonomian dan pariwisata gili sebenarnya belum pulih hingga satu tahun berikutnya. Proses recovery masih terus berjalan. Warga, pelaku pariwisata dan pemerintah daerah bahu-membahu untuk meramaikan kembali gili yang sepi

Belum juga pulih akibat gempa, pandemik menyapa dan menyisakan puing-puing harapan dari warga gili. Hingga akhirnya angin segar mulai menyentuh gili dengan adanya gelaran MotoGP di Mandalika. Meski pada akhirnya hal itu tidak berdampak signifikan terhadap angka kunjungan di tiga gili, terutama Gili Trawangan.

1. Gak ada lampu disko kedap-kedip

Agen snorkeling di Gili Trawangan, Baihaqi yang masih bertahan menawarkan jasa pemandu snorkeling (IDN Times/Eko Ardianto)

Empat tahun lalu, gili selalu ramai pengunjung. Aktivitas wisatawan pada umumnya pada siang hari yaitu melakukan snorkeling dan bersepeda, sedangkan malam hari melakukan party.

Kafe-kafe biasanya ramai dengan alunan berbagai musik, bahkan ada juga yang melakukan live music. Lampu disko berkedap-kedip, semua wisatawan tampak bersenang-senang.

Pemandangan itu sudah tidak terlihat lagi empat tahun belakangan ini. Kafe-kafe sudah banyak yang tutup, begitu pula dengan hotel atau penginapan.

Gak ada pilihan lain dari pemilik kafe atau penginapan, mereka harus menutup usahanya itu karena tidak mampu membayar pekerja dan operasional. Dulu, Trawangan tanpa promosi pun tetap ramai pengunjung. Berbeda dengan kini yang terlihat lengan, bahkan cenderung sepi.

“Jadi seminggu sekali kita punya jadwal party dan kita punya seminggu dua kali booth party di sini. Paling terkenal itu Jiggy Boat Party,” kata penjaga Jiggy Bar, Agus Black di Gili Trawangan belum lama ini.

Dia mengaku bahwa kunjungan wisatawan ke Jiggy Bar sebelum pandemik yaitu 2.000 hingga 2.500 orang per hari. Ini jumlah yang fantastis jika dibandingkan dengan angka kunjungan saat ini,

“Kebanyakan tamunya dari Inggris dan Australia,” ujarnya.

Kontras, pemandangan itu sudah tak nampak lagi di Gili Trawangan hari ini. Apa kabar Gili Trawangan setelah gegap gempita gelaran MotoGP Mandalika? Tidak ada perubahan yang signifikan. Turis mancanegara yang biasa lalu lalang tak terlihat kembali. Arus wisatawan yang datang ke Lombok beralih ke Mandalika, yang sekarang menjadi magnet baru di Lombok.  

2. Mereka yang gak menyerah di gili

Pemilik Pearl of Trawangan I Ketut Suadika (IDN Times/Eko Ardianto)

Meski banyak hotel dan kafe yang tutup akibat berkurangnya kunjungan wisatawan, namun beberapa masih tetap dibuka dan tetap menerima tamu berapapun jumlah yang datang. Salah satunya adalah Hotel Pearl of Trawangan.

Hotel ini tetap beroperasi meski hotel-hotel lain di sekitarnya sudah tutup dan gak sanggup lagi beroperasi. Manajemen hotel ini masih menyimpan harapan bahwa gili akan segera pulih dan kunjungan wisatawan akan kembali normal.

“Sama sekali gak ada Covid. Tapi ya orang masih takut masuk dan sebagainya. Dan saya mengajak semua pelaku pariwisata di sana. Hidupkan lampu saja. Jangan pikir Gili ini seperti kuburan. Jangan orang nanti ke sana, "Oh jangan Gili seperti kuburan." itu kan nanti menyebar,” ujar pemilik Hotel Pearl of Trawangan, I Ketut Suadika belum lama ini.

Dia mengajak para pelaku pariwisata di Gili Trawangan untuk tetap menghidupkan suasana di gili. Sehingga ketika wisatawan datang, mereka tetap merasa bahwa gili merupakan destinasi wisata yang patut dikunjungi wisatawan karena keindahan pantainya dan keramahan penduduknya.

“Karena kalau tutup, akan habis. Kalau kita habis, berarti orang lain akan habis juga, Itu yang saya gak mau. Makanya berapapun biaya untuk tenaga kerja, listrik, saya harus bayar,” akunya.

Selain Pearl of Trawangan, usaha wisata yang masih bertahan hingga saat ini adalah penyedia jasa snorkeling. Meski jumlah wisatawan terbilang minim, namun banyak dari mereka masih tetap menawarkan jasa itu. Meski tidak sedikit pula pemandu selam yang akhirnya banting setir dan mencari pekerjaan lain.

“Sepi sekali. Kadang kita dapat customer, kadang tidak. Kalau pun ada, ya paling maksimal lah 7-8 orang lah. Itu minimal kita public, 3 lah. Kalau ada 3 atau 4 orang, kita bawa,” kata Penyedia Jasa Snorkeling di Gili Trawangan, Baihaqi.

Perahu yang dulunya selalu digunakan untuk charter wisatawan untuk snorkeling, kini digunakan untuk mencari ikan. Hal itu dilakukan demi menyambung hidup. Sebab tidak banyak yang bisa dilakukan jika tidak ada kunjungan wisatawan. Mereka harus memutar otak agar dapur di rumah tetap mengepul.

“Jadi berat sekali. Biasa pemasukan banyak sekali setiap hari. Tiba-tiba begini jatuh miskin kita. Ya, jadi sehari-hari sekarang berprofesi sebagai sewa sepeda (menyediakan jasa rental sepeda). Jadi untuk ada income sedikit lah gitu. Ya untuk dapat makan,” ujar Baihaqi.

Para pedagang makanan di Gili Trawangan juga merasakan perbedaan sejak empat tahun belakangan ini. Dulu, semua makanan yang dijualnya selalu habis. Sebab ribuan wisatawan yang datang setiap hari pasti membeli makan.

Hal itu sudah tidak terasa lagi saat ini. Pendapat mereka menurun drastis sejak gempa hingga pandemik covid-19.

“Saat pandemik ini bisa turun sampai 80%, jadi pendapatan itu yang semulanya 100% bisa menjadi hanya 20-30%. Kalau dulu Alhamdulillah kita bisa dapat itu Rp3 juta hingga Rp5 juta, gak tentu lah kan fluktuatif. Jadi bisa Rp5 juta, Rp10 juta bisa. Tapi untuk saat ini 1 juta, 2 juta ya disyukuri saja lah,” kata salah satu pedagang makanan di Gili Trawangan, Aden.

Berita Terkini Lainnya