TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Tokoh Tasawuf dengan Konsep Ajarannya yang Monumental

Mulai dari Abu Yazid al-Busthami hingga Ibnu Arabi

Ilustrasi tokoh-tokoh tasawuf. (Pinterest/Harakah.id)

Sufisme telah menjadi hal yang lumrah saat ini dan merupakan istilah yang mencakup semua mistikus muslim. Sufisme adalah gerakan muslim yang pengikutnya berusaha menemukan kebenaran dan cinta ilahi melalui perjumpaan langsung dengan Tuhan.

Menurut Suteja Ibnu Pakar dalam bukunya yang berjudul Tokoh-tokoh Tasawuf dan Ajarannya, istilah sufi mulai dikenal pada abad II Hijriah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-Sufi atau akrab disebut juga Abu Hasyim al-Kufi. Tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia Islam pada awal abad III hijriah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang tokoh asal Persia.

Dewasa ini, tasawuf, dengan pendidikan sufistiknya, masih dipercaya mampu menjadi alternatif solutif untuk mengantar manusia menemukan jalan menuju keridhaan Allah SWT. 

Dikutip dari laman Emir, berikut 4 tokoh tasawuf dengan konsep ajarannya yang monumental.

1. Abu Yazid al-Busthami dengan konsep fana, baqa, dan ittihad

Fana, dalam konsep tasawuf Abu Yazid al-Busthami adalah sebagai penghancuran diri, dan baqa adalah tetap hidup. Fana dan baqa ini merupakan kembar dua. Dalam tasawuf, agar fana dan baqa tercapai harus melalui tiga aspek, yaitu takhllii yang artinya mengosongkan diri dari perangai yang tercela, tahallii berarti menghiasi diri dengan akhlak terpuji, dan tajallii berarti mengalami kenyataan atau penyatuan dengan Tuhan.

Penyatuan dengan Tuhan inilah yang disebut dengan ketika berada di pintu gerbang ittihad ini seorang sufi mengeluarkan syatahat yaitu ucapan-ucapan yang aneh dan tidak biasa yang sulit dipahami oleh orang awam.

Baca Juga: 10 Arti Mimpi Melihat Ayam, Anjing, dan Kucing Menurut Ibnu Sirin

2. Rabi’ah al-Adawiyah dengan konsep mahabbah

Mahabbah adalah mencintai secara mendalam melebihi diri sendiri dan dunia. Dalam konsep tasawuf Rabi’ah al-Adawiyah, mahabbah ini bisa terungkap dari tiga hal, yaitu memeluk kepatuhan pada Allah SWT dan membenci sikap melawan kepada-Nya, menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi, dan mengosongkan diri dari segala sesuatu kecuali dari yang dikasihi.

Kalau kebanyakan orang beristighfar atau meminta ampunan Allah atas dosa, Rabi’ah al-Adawiyah beristighfar untuk ibadah yang tidak sempurna. Karena hal itu, ia mengucapkan, “Istighfaruna yahtaju ila istigfarin” yang artinya “Kalimat istighfar atau permohonan ampun terhadap ibadah perlu juga dimintakan ampun kembali”, yang kemudian kalimat ini menjadi sangat popular.

Cinta Rabi’ah al-Adawiyah kepada Allah SWT tidak menyisakan tempat sedikit pun di hatinya untuk mencintai makhluk bahkan untuk membenci iblis sekalipun.

3. Al-Ghazali dengan konsep makrifat

Berkat figur al-Ghazali lah praktik sufi dapat menyebar mengarah pada situasi di mana sufisme dapat dijabarkan dengan jelas dan selaras dengan aspek-aspek lain dalam tradisi agama dan intelektual Islam. Awalnya ia sangat kuat pada teologi sunni, prinsip-prinsip yurisprudensi, bahkan filsafat, dan beliau melegitimisi sufisme dalam dimensi eksoteris penganut Islam sunni.

Makrifat dalam konsep tasawuf al-Ghazali merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan di mana pengetahuan ini hanya bisa diperoleh oleh seorang sufi dengan perantara hati sanubarinya hingga hati ini penuh dengan cahaya Tuhan. Makrifat adalah pemberian Tuhan, bukan hasil pemikiran manusia. Dengan jalan makrifat inilah terkuak rahasia-rahasia Tuhan baginya dan ia semakin dekat kepada Tuhan.

Verified Writer

Hirpan Rosidi

Seorang laki-laki yang memiliki impian yaitu kelak disalah satu rak toko buku populer, di antara buku-buku dari penulis besar, terselip satu buku dengan nama Hirpan Rosidi sebagai penulisnya.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya