Melihat Benteng Perang Peninggalan Belanda di Bima yang Terabaikan

Jalan rusak hingga minim fasilitas penunjang

Bima, IDN Times- Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terkenal dengan keindahan alamnya. Tidak sedikit wisata alam di daerah ujung timur Pulau Sumbawa ini, meninggalkan jejak sejarah masa lampau. Salah satunya Benteng Asa Kota yang terletak di kawasan Desa Punti Kecamatan Soromandi.

Sayangnya, objek wisata yang kini ditetapkan sebagai cagar budaya itu terkesan terbengkalai dan terabaikan. Keberadaan wisata ini di bagian sisi barat teluk Bima dengan jarak dari sisi timur teluk tidak sampai 1 kilometer. Sementara dari pusat pemerintahan Kabupaten Bima, jaraknya hanya sekitar 37 kilometer. 

Tidak hanya itu, letak Benteng Asa Kota juga cukup strategis. Menghalangi hempasan angin dan gelombang dari arah utara lautan lepas, tidak heran jika gelombang tinggi dari laut lepas tidak sampai masuk teluk.

1. Pengunjung akan melihat benteng pertahanan hingga dua meriam kuno

Melihat Benteng Perang Peninggalan Belanda di Bima yang TerabaikanSitus meriam perang peninggalan Jepang di Gunung Seteleng (IDN Times/Istimewa)

Saat menyusuri bagian utara bibir pantai Benteng Asa Kota, pengunjung akan melihat susunan batu-batu, bekas benteng pertahanan. Konon, benteng ini dibangun oleh kolonial belanda saat menduduki Bima, sebagai benteng pertahanan melawan serang musuh ketika hendak masuk teluk.

Selain bekas benteng pertahanan, pengunjung juga bisa melihat jejak sejarah yang tertinggal lainnya. Itu berupa dua unit meriah kuno berukuran besar yang menghadap ke arah lautan lepas.

Di samping jejak sejarah masa lampau, Benteng Asa Kota juga tak kalah eksotis panorama alam yang ditawarkan. Saat berpijak di objek wisata ini, di arah timur pengunjung bisa menyaksikan kapal laut yang berlayar masuk teluk dalam jarak dekat.

Kemudian, di arah utara bisa melihat lautan lepas sejauh mata memandang bersama puluhan perahu nelayan yang tengah menjaring ikan. Sementara di bagian barat, ditakjubkan dengan pandangan gugusan pegunungan soromandi.

Demikian halnya saat melayangkan pandangan di arah selatan. Wisawatan bisa menyaksikan lalu lalang boat pancung yang mengantar penumpang dari Darmaga Lia menuju Pelabuhan Kota Bima dan masih banyak lagi keindahan lain.

Baca Juga: Asyiknya Naik Kapal Keliling Teluk di Pantai Lawata Bima

2. Rute menuju benteng Asa Kota

Melihat Benteng Perang Peninggalan Belanda di Bima yang Terabaikanpexels.com/@ingo

Agar sampai ke tempat ini, relatif mudah untuk dijangkau. Dari Kota Bima, pengunjung bisa menyeberang menggunakan boat pancung sekira 15 menit, lalu sampai tujuan. Biayanya cukup ramah kantong, hanya dibanderol Rp10 ribu per orang.

Sedangkan dari pusat Kota Kabupaten Bima di Kecamatan Woha, jika menggunakan kendaraan pribadi, jarak tempuhnya paling lama satu jam. Di sepanjang jalan, wisatawan akan melintasi sejumlah desa dengan panorama hamparan persawahan yang hijau.

3. Minim fasilitas penunjang

Melihat Benteng Perang Peninggalan Belanda di Bima yang TerabaikanKondisi jalan rusak menuju Benteng Asa Kota (IDN Times/Juliadin)

Meskipun menyimpan jejak sejarah, namun tidak terawat kesan yang begitu kental saat IDN Times menuju kawasan objek wisata ini. Dari jalan lintas lingkar utara provinsi NTB menuju tempat ini, jalan dibuka secara swadaya oleh masyarakat setempat, tanpa dibaluti aspal.

Kondisi jalan dengan kemiringan sekitar 50 derajat ini kerusakannya cukup parah. Hanya bisa dilintasi oleh kendaraan roda dua. Itu pun mereka harus ekstra hati-hati, karena batu-batu berukuran besar berserakan di permukaan jalan akibat tergerus banjir.

Selain kondisi jalan, di Benteng Asa Kota juga belum dilengkapi fasilitas penunjang guna memikat wisatawan seperti toilet, musala atau tempat duduk santai. Di sini hanya ada satu unit gazebo yang dibangun di bagian barat benteng.

3. Diharapkan dapat dibenahi oleh Pemda Bima

Melihat Benteng Perang Peninggalan Belanda di Bima yang TerabaikanBupati Bima Indah Dhamayanti Putri (Pemkab Bima)

Pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Benteng Asakota Nining Abdul Kadir mengatakan, pengunjung yang bertamasya di kawasan benteng pada hari-hari biasa sama sekali tidak dipungut biaya. Kecuali lagi dalam kondisi ramai pada hari-hari besar, seperti lebaran Idulfitri dan lebaran Iduladha. Termasuk pada perayaan 17 Agustus ataupun momentum pergantian tahun baru.

"Itu pun kami tarik hanya biaya parkir. Kalau tarif masuk seperti di objek wisata lain gak pernah," terangnya.

Kendati demikian, Nining Abdul Kadir menaruh harapan Benteng Asa Kota ke depan dapat dilirik pemerintah daerah. Paling tidak membangun fasilitas penunjang, agar minat wisatawan berkunjung meningkat. Tidak hanya saat hari besar, namun juga pada hari-hari lainnya.

"Kalau hari-hari biasa ramai di kunjungi, tentu perputaran ekonomi masyarakat di sini ikut meningkat. Maunya kami, pemerintah bisa membaca peluang pemberdayaan itu," harap dia.

Baca Juga: Rumah Ketua RT di Bima ini Jadi Tempat Transaksi Narkotika

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya